FLASHBACK KEJADIAN DI SEKOLAH
Setelah upacara penaikan bendera dan pemberian penghargaan bagi siswa-siswi yang berhasil memenangkan olimpiade, Lia, dia kembali ke rutinitasnya, menyusun buku tugas, mengerjakan pekerjaan guru-guru senior, dan kemudian masuk ke ruang kelas, mengajar. "Selamat pagi, Bu Lia!" Suara anak-anak serentak menyapa. "Pagi." Lia membalas dan duduk di kursinya, dia membuka buku absensi dan menyebut satu persatu nama murid-muridnya, lalu memulai pelajaran ekonomi kelas sebelas. Dia menjelaskan semuanya dengan baik tetapi anak-anak yang berada di bangku paling belakang terlihat mengabaikannya, mereka juga mencoba untuk merekam Lia, tetapi sayangnya Lia tidak menyadari bahwa anak-anak itu sedang merekam area pribadi yang dimiliki Lia. Lia selama ini tidak pernah melawan siapa pun atau mengeluh, dia hanya gadis honorer yang menerima gaji berapa pun untuk mengajar, bahkan sering kali tidak dihormati oleh murid-muridnya. "Tolong perhatiannya. Yang dibelakang, jangan main hp." Lia mencoba bersikap tegas tapi nada suaranya yang lemah, dan tubuhnya yang kecil diabaikan oleh anak-anak. Mereka sibuk tertawa-tawa sampai akhirnya mereka diam. Lia merasa bahwa dia berhasil membuat mereka diam tetapi kemudian menyadari seseorang berdiri di bingkai pintu. "Ada apa ini?" Suara Arman tegas, dia melangkah masuk ke ruang kelas berdiri di tengah-tengah ruangan dan membungkam semua siswa, "Kenapa kalian berisik saat guru kalian mengajar?" Arman semakin menegaskan suaranya. Lia mencoba untuk tidak membuat Arman ikut campur, tetapi Arman mengabiskan, "Apa yang kau lihat itu?" Dia berjalan ke area belakang kelas, dan menghentakkan ponsel murid laki-laki yang terlihat ketakutan setengah mati. "Bukan apa-apa, Pak." "Buka layar hp mu." Tangan murid laki-lakinya gemetar dan meraih ponselnya, dia hendak menghapus video yang sempat direkamnya tapi tak berhasil karena saat itu Arman berhasil menghentakkan ponsel itu dan menonton hasil rekamannya. "Pak Arman, tolong, ini bukan apa-apa—" "Kamu diam, Bu Lia!" Arman menunjuknya dengan tegas, dan Lia terdiam. "Anak kurang ajar!" Prak! Tamparan jatuh bahkan sampai tiga kali ke wajah murid laki-laki yang lebih kecil dari Arman, dia bahkan menarik tubuh bocah itu keluar dari kursinya dan membuat Lia susah payah menarik kemeja dinas Arman. "Beraninya kau merekam guru mu sendiri! Bocah tidak tahu diuntung! Siapa yang mengajari mu begitu!" Dia masih memukul dan suara bising siswi-siswi terdengar riuh, Lia adalah satu-satunya yang berani menarik Arman sementara yang lainnya diam menonton dengan ngeri. Wajah bocah itu nyaris hancur dipukuli oleh tangan kekar Arman. "Pak Arman! Tolong hentikan! Berhenti Pak! Dia bakal mati!" "Biarkan dia mati!" Dia menendang perut bocah itu sementara anak-anak lain banyak yang merekam. Lia akhirnya berhasil menenangkan Arman yang mengamuk tak karuan. "Apa-apaan ini?!" Guru lain ikut terlibat, dan mulutnya menganga tipis, "Astaga, Pak Arman, apa yang Bapak lakukan?" "Mengajarinya sopan santun!" Nafasnya terengah-engah, lalu menatap Lia pelan-pelan, "Bocah ini kurang ajar sama kamu, Bu Lia. Dia pantas mendapatkan yang lebih buruk." Ingin sekali Lia memaki Arman saat itu, dan mengatakan, bahwa Arman jauh lebih kurang ajar dari siapa pun yang pernah Lia kenal. Tetapi tentu tidak di hadapan semua orang yang sekarang berkerumun. "Jangan diam saja kalian! Angkat teman kalian ke UKS." Pak Rama yang juga terlihat panik, sementara Arman berjalan pergi, meninggalkan ruang kelas seolah dia adalah pemilik sekolah yang pantas melakukan apa pun. Dalam sekejap rekaman video Arman yang memukuli muridnya sendiri tersebar di mana-mana dan banyak menyebarkan spekulasi yang membuat Liandra Firdaus dan Arman Setya harus dipanggil menghadap ke kepala sekolah.FLASHBACK KETIKA LIA MENYETUJUI SEGALANYA Semuanya diselesaikan dengan hanya permintaan maaf dari Arman serta semua biaya pengobatan untuk anak yang dipukulinya dibiayai oleh Arman Setya. "Lain kali jangan lakukan itu lagi. Kau bodoh sekali, Arman. Kenapa kau harus terlibat hanya karena kau membela guru honorer." Ratu yang berbadan dua itu tampak kesal dengan tindakan suaminya. "Jadi, kau ingin aku diam saja, begitu?" Arman mengganti kemejanya dengan piyama tidur lalu menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. "Lagi pula semuanya sudah selesai, dan tanpa melibatkan ayahmu." Arman menarik selimut lalu membelakangi ratu yang masih belum selesai dengan ucapannya. Sepanjang malam dia hanya mengomeli Arman dan suaminya justru tak peduli dengan hal itu, kepalanya masih berdenyut mengenai apa yang terjadi antara dia dengan Lia. Saat Arman berhasil membiarkan tubuhnya beristirahat, di belahan bumi lain, Liandra Firdaus yang tinggal di rumah Tante dan neneknya kini berbaring di atas ranjangnya
FLASHBACK BERMAIN API Suasana ruangan kepala sekolah yang ber-AC rasanya mencekam, Lia hanya duduk di kedua kaki yang rapat saling berdempetan, matanya menatap kedua telapak tangannya yang saling bergenggam satu sama lain. Di sampingnya Arman yang terlihat dengan wajah tenang, dan tiba-tiba pintu terbuka, suara nyaring dengan langkah kaki yang terdengar jelas, Pak Damar Ringga menarik kursinya dan duduk di belakang meja. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Pak Damar selaku kepala sekolah mencoba untuk bersikap tenang, dia sesekali menatap Lia dengan tatapan prihatin. Pak Damar tidak terlalu tua untuk posisi kepala sekolah, dan dia juga sama sekali tidak muda, kulitnya agak coklat, tapi tubuhnya ramping dengan rahang yang masih tegas, tapi di sela-sela rambutnya sudah terlihat helaian rambut putih. "Bocah itu kurang ajar." Arman mengangkat pandangannya, dan mereka saling bertatap satu sama lain, Damar selaku kepala sekolah dan Arman sebagai wakilnya. "Dia merekam Bu Lia saat mengajar d
FLASHBACK KEJADIAN DI SEKOLAH Setelah upacara penaikan bendera dan pemberian penghargaan bagi siswa-siswi yang berhasil memenangkan olimpiade, Lia, dia kembali ke rutinitasnya, menyusun buku tugas, mengerjakan pekerjaan guru-guru senior, dan kemudian masuk ke ruang kelas, mengajar. "Selamat pagi, Bu Lia!" Suara anak-anak serentak menyapa. "Pagi." Lia membalas dan duduk di kursinya, dia membuka buku absensi dan menyebut satu persatu nama murid-muridnya, lalu memulai pelajaran ekonomi kelas sebelas. Dia menjelaskan semuanya dengan baik tetapi anak-anak yang berada di bangku paling belakang terlihat mengabaikannya, mereka juga mencoba untuk merekam Lia, tetapi sayangnya Lia tidak menyadari bahwa anak-anak itu sedang merekam area pribadi yang dimiliki Lia. Lia selama ini tidak pernah melawan siapa pun atau mengeluh, dia hanya gadis honorer yang menerima gaji berapa pun untuk mengajar, bahkan sering kali tidak dihormati oleh murid-muridnya. "Tolong perhatiannya. Yang dibelakang, jan
FLASHBACK "Kok muka Bu Lia sejak tadi pucat ya? Bu Lia sakit?" Pertanyaan yang dijatuhkan oleh salah satu siswi Lia. Dan hanya dibalas gelengan. "Bu Lia mungkin kecapean." Arman menyahut, "Well, kalian juga kalau pulang langsung istirahat, nanti hari Senin nama kalian bakal diumumin sebagai murid-murid yang berprestasi." Arman dengan senyum ramahnya, tetapi pandangannya masih kepada Lia, yang saat itu dia ingin sekali membawa pergi Lia dari sana dan mengacak-acak pakaiannya. Entah sejak kapan dia memandangi Lia dengan begitu agresif, dia bahkan tidak ingat kapan pertama kali dia menyadari bahwa dia memiliki perasaan pada mantan muridnya itu. Tak ada yang penting dengan kesuksesan anak-anak murid mereka, Arman hanya fokus kepada objek yang berada di hadapannya sedangkan Lia fokus mengunyah makanan yang tak membuatnya nafsu makan. Pikirannya masih terbayang tentang malam gelap panjang yang dia lalui dengan Arman. Bahkan sepanjang perjalanan dia hanya diam, dan ketika Arman menawark
FLASHBACK, MALAM DI MANA KIA MENYERAHKAN SEGALANYA Ponsel Arman Setya terus saja berdering seiring jemarinya melepas setiap kancing kemeja yang membalut tubuhnya, nafasnya terengah-engah dan saling bersentuhan dengan nafas milik Lia yang bersandar di dinding pintu. Ada keraguan di balik tatapan gadis itu, dia bertanya, "Ponsel Pak Arman—""Sssst." Dia menyentuh bibir Lia, mengisyaratkan untuk tak bicara. Arman merogoh sakunya dan membiarkan ponsel miliknya berada di atas nakas. Tangannya menyentuh pipi Lia lalu dia melepaskan jilbab Lia dengan lembut, menjatuhkannya ke lantai, sembari berkata, "Aku tidak sabar menikah dengan mu nanti, Lia." Dan semuanya dimulai saat itu, Lia memberikan kehidupannya untuk Arman, gadis polos yang hanya terjebak dalam nostalgia masa lalu. Dia mencintai Arman, gadis berusia tujuh belas tahun yang kini berusia dua puluh satu tahun itu masih memiliki perasaan kepada pria yang sama. Sepanjang malam Arman menguasai tubuhnya dan dia bahkan tak menolak seti
FLASHBACK "Iya sayang?" Arman terdengar lembut, dia berbicara dengan seorang wanita sebaya dengannya melalui telpon, sementara Lia tampak melangkah pergi dari sana, hendak ke kamar hotelnya. Tatapan Arman sekilas ke arah Lia tapi kini gadis itu menghilang dari tatapannya. Liandra Firdaus mengepalkan tangan, berjalan di lorong hotel dengan menahan rasa yang bercampur aduk. Dadanya sesak, pikirannya kacau. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan gejolak yang menyeruak, lalu mendorong pintu kamarnya dan masuk. Begitu pintu tertutup, tubuhnya langsung gemetar. Ia menyandarkan punggung ke pintu, napasnya tersengal. Jemarinya tanpa sadar menyentuh bibirnya sendiri — bibir yang baru saja disentuh oleh Arman. Ciuman pertamanya. Ini nyata.Dengan gerakan gusar, Lia meraih jilbabnya yang terlepas dan menghentakkan nya ke tempat tidur. Ia kemudian memeluk dirinya sendiri, jatuh berlutut di tepi ranjang, air mata mengalir tanpa henti."Astaga..." isaknya."Maafin aku, ya Tuhan," ucapnya