Morgan bangkit, tubuhnya telanjang hanya dibalut selimut. Tatapannya menyapu seisi kamar VIP yang kini kosong. Tak ada jejak wanita yang menemaninya. Hanya bau parfum samar dan seprai kusut yang masih hangat.
Di samping bantal, sebuah gelang emas bertatah permata hijau memantulkan cahaya matahari pagi.
Ia mengambil gelang itu. Inisial "CR" dan lambang mahkota kecil terukir di sana.
Rahangnya mengeras. Ia menyimpan gelang itu ke dalam saku, lalu bangkit menuju kamar mandi. Setiap sabun menyentuh cakaran di dadanya, dia hanya mendesis pelan, tanpa ekspresi.
Begitu selesai, Morgan mengenakan kemeja yang sama dengan semalam, lalu mengambil ponsel.
"Alfons," ucapnya singkat ketika panggilan terhubung. "VIP Heracles. Jemput."
Ia memutus sambungan dan menunggu. Tak perlu bicara lebih dari itu. Dia sudah menyusun langkah-langkahnya di kepala.
Saat pintu diketuk, Morgan langsung membukanya. "Penthouse. Sekarang."
"Baik, Master Morgan," sahut Alfons, mengikuti tuannya.
Dalam perjalanan, Morgan duduk diam di kursi belakang. Suaranya baru terdengar saat mobil melewati persimpangan utama.
"Selidiki wanita itu. CCTV, sampai luar klub. Semuanya." Ia melemparkan foto gelang yang baru saja dia kirim ke Alfons. "Lambang ini. Cari tahu."
"Segera saya kerjakan," jawab Alfons sigap.
Morgan kembali terdiam. Di telapak tangannya, gelang emas itu berkilau. Pikirannya gelap—bukan karena penyesalan, tapi karena dorongan untuk menemukan wanita itu. Dia tak menyukai ketidaktahuan. Terlebih, jika menyangkut tubuh yang telah menyatu dengan miliknya.
Sementara itu, di kediaman keluarga Richero
Celia menatap kosong ke arah meja makan, suara Esmeralda menyengat telinganya.
"Aku senang sekali, Papa. Austin dan aku pasti akan jadi pasangan luar biasa. Kami sama-sama CEO, sama-sama ambisius!"
Esmeralda tertawa renyah, penuh kemenangan. Emilia, sang ibu tiri, ikut tersenyum, bangga.
Arnold Richero hanya melirik Celia yang diam di ujung meja. “Bagaimana rencanamu, Celia Sayang?”
“Setelah pernikahan Esme aku ingin pergi. Menenangkan diri,” jawab Celia pelan.
Sang ayah mengangguk. “Kau boleh pergi. Tapi jangan hilang terlalu lama.”
Celia tersenyum tipis. “Terima kasih, Pa.”
Dia berdiri dan meninggalkan meja makan tanpa menatap Esmeralda ataupun Emilia. Mereka tak akan mengerti. Meskipun Emilia adalah ibunya, tetapi wanita itu selalu mengistimewakan Esmeralda.
Di hari pernikahan Austin dan Esmeralda, Celia duduk sendiri di tepi kolam renang yang menjadi latar pesta Esmeralda dan Austin. Para tamu baru berdatangan, belum banyak yang duduk.
“Menyesal telah kehilanganku?” Suara itu membuatnya menoleh.
"Mom, aku tidak bisa menemukan kaca mata renangku!" ucap Calista saat memasuki kamar Celia dan Morgan. Gadis cilik itu kini berusia sepuluh tahun dan mewarisi kecantikan ibunya."Sepertinya nanti kita membeli satu di minimarket bandara atau outlet di sana saja. Kali ini kita beramai-ramai naik pesawat komersil untuk pergi berlibur sekeluarga ke Bora-Bora!" jawab Celia sembari menarik risleting kopernya di atas kasur.Morgan mengangguk setuju, dia mendukung Celia dan berkata, "Kita hampir terlambat, Calie. Ayo turun ke bawah!" Gadis berwajah imut itu memutar bola matanya kesal. Seharusnya dia mencari kaca mata berenang itu kemarin bukannya asik main game online. Sayangnya, papa mamanya benar, mereka tidak boleh ketinggalan pesawat. Bisa-bisa kedua kembarannya ditambah dua sepupunya menghajarnya beramai-ramai.William dan Vesper, putri Esmeralda yang berjarak usia dua tahun dari kakaknya itu telah duduk manis di tangga teras menunggu waktu mereka berangkat ke bandara."Akhirnya, semua
Keesokan harinya Austin terbang langsung ke Boston. Dia ingin menemui ibunya terlebih dahulu. Tiga tahun ditambah masa hukumannya nyaris sepuluh tahun mereka tidak bertemu. Austin juga tidak mengirim surat apa pun. Dari bandara dia naik taksi menuju rumah warisan keluarga Robertson. Paman, bibi, dan para sepupunya bercokol di situ. Mereka bukan orang yang mau bekerja keras dan genius sepertinya, tetapi arogan. Maka dari itu Austin membatasi kontak dengan mereka baik dalam kekurangan maupun kelimpahan seperti saat ini."TING TONG!" Bel pintu ditekan sekali oleh Austin. Tak lama seseorang membukakan pintu, seorang gadis remaja menatap Austin dari ujung kepala hingga ujung sepatu fantofel mengkilap yang dikenakannya."Hello, Anda mencari siapa?" sapa gadis itu tak mengenal Austin."Apa Mrs. Olivia Robertson ada?" tanya Austin langsung."Ohh Nenek Olivia, maaf beliau sudah meninggal empat tahun lalu. Makamnya ada di Granary Burrying Ground, Sir. Anda siapa ya?" jawab gadis remaja yang na
Selama tiga tahun penuh Austin mengabdikan dirinya di Evo Market Tech Corporation atau yang biasa disebut EMTech Corp oleh sebagian besar orang awam. Perusahaan market place online shopping itu menjadi pilihan utama bagi para netizen yang mencari barang kebutuhan mereka apa pun bentuknya. Pusat belanja online, pinjaman fintech, booking ticket online, maupun reservasi apa pun bisa melalui EMTech Corp. Hingga suatu hari Tuan Arnold Richero menemui Austin di ruangan CEO karena pria itu telah naik ke puncak tangga karir dengan kemampuannya. "Selamat datang di perusahaan kami, Sir. Apakah ada yang bisa saya bantu?" sambut Austin. Dia menebak bukan hal biasa bila orang sekelas Tuan Arnold Richero mengunjunginya di kantor."Hmm ... aku ingin menyerahkan surat ini. Dikirim oleh Levi Sorrano. Mungkin kau masih ingat bocah itu?" ujar Tuan Arnold Richero sembari meletakkan sepucuk surat beramplop putih panjang di meja sofa.Austin mengucap terima kasih singkat lalu segera membaca isi surat itu
"Selamat untuk hari kebebasanmu, Austin!" ujar Pepe, rekan satu selnya, si mantan pengedar narkoba.Austin tersenyum tipis lalu menjawab, "Terima kasih, Kawan. Jujur aku tak tahu akan melakukan apa selepas dari penjara. Bertahun-tahun hanya makan, tidur, dan tenggelam dalam lamunan!" Ketiga rekannya terkekeh serempak, apa yang dikatakan Austin memang benar. Sebagian besar narapidana pasti akan gamang menjalani kehidupan di luar penjara terutama bagi yang tak punya keluarga atau sanak saudara. Tidak banyak perusahaan yang mau menerima mantan narapidana sebagai karyawan.Sipir penjara menghampiri sel tahanan mereka dan membuka gembok seraya memanggil nama Austin yang dibebaskan dari situ hari ini."Good luck, Austin!" ucap Brett, rekan satu selnya juga sebelum dia melangkah ke luar dari sana.Austin melempar senyuman untuk ketiga mantan rekan satu selnya. Kemudian dia melangkah mengikuti sipir untuk mengambil beberapa barang penting. Sebuah tas ransel pemberian Levi Sorrano dan ibunya
"Andrew, tolong menghadap ke kantor saya sekarang!" panggil Mrs. Alberthina Tortolini, bos pria itu di kantor melalui interkom mejanya."Siap, Ma'am. Saya segera menemui Anda!" jawab Andrew dengan sigap seperti biasa. Pria yang telah mengabdi selama lima tahun di Flex-It Company, sebuah perusahaan distributor alat kebugaran itu pun bergegas memasuki ruang CEO.Wanita yang sangat dihormati oleh Andrew Vinson itu mempersilakan dia duduk di kursi seberang meja kerjanya. "Andrew, aku memanggilmu ke mari karena akan ada perubahan besar di perusahaan ini. Mulai awal bulan depan aku sudah tidak menjadi CEO sekaligus owner di perusahaan ini. Singkat cerita, sahabatku yang bernama Harry Voges membeli Flex-It karena memang aku berencana pindah menetap di New Jersey. Calon suamiku berasal dari sana, kami akan segera menikah bulan depan dan aku ikut tinggal bersamanya!" tutur Madam Bertha dengan wajah penuh kebahagiaan selayaknya wanita yang akan segera menikah.Berkebalikan dengan Andrew Vinson
"Jadi kalian berencana memasak berdua dan direkam videonya secara amatir pagi ini?" tanya Jeff di meja makan sambil mengunyah Rissotto Tuna Melt buatan koki kediaman Richero."Yeah ... konsepnya begitu, kami baru akan mencobanya. Nanti pun harus diedit, dipercepat dari step satu ke step berikutnya agar tidak makan terlalu banyak waktu. Apa kau sedang santai hari ini, Jeff?" balas Morgan yang juga sedang menikmati sarapan bersama-sama.Jeff menganggukkan kepalanya. "Tak ada rencana khusus untuk sementara, kami berdua sudah mulai libur dari rutinitas kerja yang hectic hari ini sampai tanggal 5 Januari nanti!" jawabnya."Bolehkah aku meminta bantuanmu mengawasi kamera dan pencahayaan nanti? Ada tripod, hanya saja mungkin perlu diarahkan ketika kami melakukan pergerakan aktif di area dapur!" ujar Morgan."Serahkan saja kepadaku, kedengarannya seru!" tukas Jeff. Esmeralda pun menyahut, "Apa acara tontonan dadakan gratis ini bisa dinikmati oleh aku dan anak-anak juga?" "Yes, Esme. Anak-an