Share

Bab 2

Penulis: Sulitina
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-20 13:27:26

Tubuh Anjani membeku di ambang pintu dengan mata berkaca. Sekali lagi hatinya diremas begitu kuat hingga menyisakan nyeri. Tangannya yang memegang handel pintu meremas benda itu kuat. Hatinya bergemuruh marah.

Celah sedikit yang ia ciptakan mampu melihat dengan jelas apa yang dilakukan Farhan di dalam sana. Pria itu sedang menciumi sebuah foto, entah itu foto siapa. Dan Anjani yakin itu adalah foto seorang wanita.

"Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak bisa menikahimu. Aku sangat menginginkanmu, tapi aku tidak bisa memilikimu.“

Suara Farhan di dalam sana menyayat hati Anjani begitu kejamnya.

Tubuhnya lemas saat melihat Farhan membuka kemeja kerja dan celana panjangnya. Kakinya semakin lemas saat melihat adegan demi adegan saat Farhan mencumbu foto serta melakukan hal tak pantas lainnya.

Pantas Farhan tak pernah menyentuhnya. Pantas Farhan selalu menolak sentuhannya. Ternyata lelaki itu mencintai wanita lain. Adegan demi adegan yang ia saksikan seperti tusukan belati yang menghujam hati serta jiwa.

Perlahan ia kembali menutup pintu saat hatinya tak kuat menyaksikan lebih lama. Anjani berbalik dan berlari menuju kamarnya yang ada di lantai atas. Mengetahui fakta menyakitkan seperti itu membuat air matanya tak terkendali. Hatinya sungguh sesak, sakitnya menusuk sampai ulu hati.

Sampai di dalam kamar Anjani langsung menutup pintu dan mengunci pintu tersebut. Tubuhnya luruh menyentuh lantai dingin. Tangannya memukul dada yang terasa sesak.

Ketika ditolak hatinya memang sakit, tetapi jauh lebih sakit saat tadi menyaksikan perbuatan menyimpang suaminya.

Bercumbu dengan sebuah foto? Anjani tertawa dalam tangisnya. Sehina itukah dirinya hingga suaminya tak sudi menyentuhnya?

Farhan lebih memilih melepaskan hasratnya dengan sebuah foto dibandingkan dengannya?

Anjani menangis dalam kepahitan yang ia rasa.

"Siapa wanita itu, Mas?! Kalau kamu mencintai wanita lain, kenapa kamu menikahiku?” Semua pertanyaan berputar di otaknya seperti jarum yang silih berganti menusuk.

Apa pria itu pikir ia tak punya hati? Apa Farhan pikir ia patung yang tak punya rasa?

"Jahat sekali kamu, Mas!”

Anjani meratapi nasib malangnya. Jika ia tahu mencintai akan sesakit ini, lebih baik tak pernah merasakannya.

Empat tahun lamanya ia menunggu cinta lelaki itu. Tiga tahun cinta dalam diam. Satu tahun cinta sebagai istri yang terabaikan. Selama ini selalu sabar menunggu hati suaminya luluh. Ia terus mencoba dan berusaha, tapi semua berakhir penolakan.

Dia seperti orang bodoh yang menunggu bintang berada dalam pangkuan. Seperti bulan yang merindukan matahari.

"Allah, sakit sekali....”

Dalam heningnya malam, Anjani kembali mengadu pada Sang Pencipta. Menumpahkan segala sesak dalam rasa. Mengiba agar hatinya di matikan dari yang namanya cinta.

Pagi hari Anjani melakukan aktivitas seperti biasa meski hati terluka. Dia masih menyiapkan air hangat untuk Farhan mandi dan menyiapkan keperluan lainnya.

Anjani juga membuat sarapan kesukaan Farhan, nasi goreng lengkap dengan teh madu hangat.

Manik hitamnya melirik saat mendengar pintu kamar tamu terbuka, sosok tinggi tegap itu ke luar dari sana dengan wajah segar. Hati Anjani kembali nyeri.

Tak ada gurat penyesalan atau rasa bersalah semalam sudah menyakitinya sedemikian rupa. Anjani tersenyum miris. 'Apa pentingnya aku baginya? Mana mungkin dia merasa bersalah!' gumamnya dalam hati.

“Vana belum bangun?”

Anjani hanya menggeleng, mulutnya terasa berat saat akan menjawab.

“Bangunkan dia. Ajak sarapan. Jangan sampai telat makan.”

Tangan Anjani meremas sendok yang ia pegang. "Iya.” Akhirnya dia menjawab dengan satu kata.

"Kamu belum buatkan Vana susu hangat?”

Suara Farhan membuat langkah Anjani terhenti. "Belum, nanti biar dia bikin sendiri.“

Farhan mendengkus kesal. Ia tatap wanita dengan penampilan rapi itu tajam. “Kamu Kakak iparnya. Harusnya kamu menyiapkan sarapan juga untuknya. Semalam dia bilang ingin makan bubur, kenapa kamu malah masak nasi goreng?!”

Anjani memejamkan mata sejenak dengan helaan napas kesal sebelum berbalik dan berkata, “Vana sudah dewasa. Biarkan dia mengurusi dirinya sendiri. Aku gak sempat masak bubur untuknya.”

Farhan mendengkus. “Itu bukan alasan! Kamu harus bisa mengurus Vana dengan baik. Bagaimanapun juga dia sudah menjadi adikmu.”

Anjani mendengkus pelan. “Harusnya Mas bilang aku harus jadi istri yang baik. Bukan Kakak yang baik untuk Vana!“

Meskipun hubungannya dan Vana baik-baik saja, dan dia juga menyanyangi Adik iparnya itu, tapi ketika mendengar ucapan Farhan, entah mengapa ia kesal.

"Mbak Anjani, Kak Farhan. Kenapa kalian bertengkar?“ Vana yang baru tiba di ruang makan harus mendengar pertengkaran kedua kakaknya. “Jangan bertengkar karena aku.”

Vana menatap kakaknya-Farhan. "Kak, Mbak Anjani benar, aku sudah dewasa. Aku bisa urus diriku sendiri,“ tuturnya.

Farhan tak menjawab, hanya menatap lekat adiknya yang pagi ini tampil sangat cantik, tapi tatapan itu berubah dingin saat melihat dres yang dikenakan Vana sangat pendek.

"Vana, ganti bajumu!” perintah Farhan dengan nada dingin.

Vana menatap bingung kakaknya lalu memperhatikan penampilannya. “Kenapa harus ganti baju? Aku nyaman pakai ini,“ sambungnya.

"Kakak bilang ganti!” Suara Farhan terdengar pelan, ditekan.

“Ih, Kakak! Apaansih! Aku nyaman pakai baju ini.” Vana tetap bersikukuh tidak ingin ganti baju.

“Vana...!!”

“Cih, iya. Iya! Cerewet banget!” gerutu Vana lalu kembali naik ke kamarnya untuk ganti baju.

Interaksi keduanya menumbuhkan rasa iri pada hati Anjani. Farhan sangat perhatian pada adiknya itu, bahkan terkesan posesif. Namun, padanya yang sebagai istri, Farhan bersikap sangat dingin.

"Mas, siapa wanita itu?”

Tiba-tiba Anjani menanyakan perihal foto yang begitu di dambakan sang suami.

Alis Farhan menyatu menghasilkan kerutan di kening. Ia menatap bingung istrinya, tapi detik berikutnya eskpresinya berubah datar.

“Semalam kamu mengintipku?”

Bibir Anjani tersenyum kecut, hatinya mencelos nyeri. "Apa kamu sangat mencintainya, Mas? kamu gak ngelak saat aku tanya.”

“Ya, aku sangat mencintainya. Dan jangan lancang mengurusi urusan pribadiku!“

Kata mencintainya begitu mudah terucap dari bibir Farhan tanpa memikirkan hati Anjani. Pria itu tidak memperdulikan ekspresi kecewa yang tergambar jelas di wajah istrinya.

“Lancang? Aku istrimu, Mas! Aku berhak tau urusan pribadimu! Apa setiap malam kamu melakukan itu dengan foto wanita lain Mas?“

Rahangnya mengeras, tatapannya menajam. Tanda ia tak suka pembahasan ini. “Ya! Dan aku akan tetap melakukan itu dengan foto wanita yang aku cintai!“ Farhan seperti menantang Anjani.

Anjani tertawa getir mendengar ucapan Farhan yang seolah menegaskan bahwa dirinya bukan siapa-siapa. “Kamu gila, Mas! Kamu lebih milih melakukan itu dengan foto ketimbang dengan istrimu?“

"Anjani cukup! Jangan sampai Vana mendengar pembicaraan kita!” sentak Farhan penuh emosi.

Anjani menggeleng tak habis pikir dengan suaminya ini. “Aku tanya sekali lagi, Mas. Apa kamu gak mau berubah demi rumah tangga ini, Mas?“

“Berubah seperti apa yang kamu mau, Anjani?! Jangan suka nuntut! Untuk saat ini aku masih mencintainya.“

Kini Anjani paham, jika pernikahannya sudah tidak bisa dipertahankan. Lelah rasanya berjuang sendirian.

“Kalau kamu mencintainya, kenapa kamu gak menikah saja sama dia?! Kenapa malah menikahiku?” Suara Anjani bergetar. Kedua tangannya meremas ujung blazer yang ia kenakan.

"Aku gak bisa menikahinya. Meskipun aku sangat mencintainya.”

Anjani tertawa sumbang, tawa yang menyimpan berjuta luka. "Kenapa gak bisa?! Katakan Mas kenapa gak bisa?! Kamu nikah sama aku, tapi kamu cinta sama wanita lain! Kamu pikir aku apa, Mas?! pajangan?!”

Wajah Farhan bertambah kesal. Ia membanting sendok hingga menciptakan dentingan keras. “Kamu tetap istriku!”

Tawa Anjani semakin terdengar pilu. “Istri katamu? Istri macam apa yang gak pernah disentuh oleh suaminya? Istri macam apa yang kamu maksud? Kamu aja jijik sama aku, Mas!”

“Aku gak pernah jijik sama kamu, Anjani! Itu cuma pemikiranmu sendiri!” sanggah Farhan tegas.

“Apa namanya kalau bukan jijik? Satu tahun kamu selalu menolakku bukan?”

“Aku gak nolak kamu! Aku hanya lelah.“

"Lelah?“ Anjani tersenyum sinis. "Oh, kamu gak jijik. Cuma muak, benar kan?!“ Anjani mengusap air mata yang jatuh. Ia menatap Farhan dengan dagu terangkat. “Aku ingin cerai. Ceraikan aku sekarang juga!”

“Aku gak akan menceraikanmu sampai kapanpun, Anjani!“

“Apa gunanya aku di rumah ini, Mas?! Kamu gak pernah anggap aku istri. Kamu gak pernah mau aku sentuh! Bahkan di luar pun kamu gak ngakuin aku sebagai istri kamu, Mas. Lalu kenapa kamu gak mau menceraikan aku?!” Suara Anjani meninggi. Luka di hatinya semakin memgangga.

“Dengar ini, Anjani! Sampai kapanpun aku gak akan pernah menceraikanmu!”

“Kamu egois Mas!“

Anjani menyambar tas kerjanya dan pergi meninggalkan Farhan sendiri di meja makan. Lagi-lagi hanya luka yang ia dapatkan.

*,*..

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Liar Suamiku    Bab 11

    Bu Vanya menepis tangan Farhan saat lelaki itu akan memegang tangannya. Menatap Farhan dengan tatapan tak percaya. "Sejak kapan Farhan? Sejak kapan kamu begini?“ Dia menatap Farhan seraya menunjukkan fotonya. Rasanya tak percaya Farhan akan seperti ini. Farhan menunduk merasa bersalah. Sesal dalam hati membuatnya malu luar biasa. Namun, inilah konsekuensi akibat perbuatannya yang menyimpang. “Sejak pertama kali melihatmu. Sebelum kamu menikah dengan Ayah," ungkapnya. Cinta itu tumbuh jauh sebelum Bu Vanya menjadi istri sang ayah. Bu Vanya menatap lekat wajah Farhan. Rasanya tak percaya, anak tirinya akan jatuh cinta padanya. Helaan napas panjang keluar dari mulutnya. Rasa kecewa itu ada, tapi dia mencoba untuk memaafkan dan melupakan. “Ibu tidak akan memberitahu ayahmu. Tapi, lupakan perasaanmu. Jalani rumah tanggamu dengan Anjani dengan baik. Ibu gak mau jadi perusak rumah tangga kalian.“ "Kamu gak pernah merusak rumah tangga siapapun!" Farhan menatap lekat wajah wanita yang

  • Obsesi Liar Suamiku    Bab 10

    Pagi tiba seperti biasa. Anjani menjalani aktivitasnya, menyiapkan air hangat dan baju ganti untuk Farhan. Selesai dengan tugasnya di lantai atas, kini Anjani turun ke lantai bawah, langkahnya menuju dapur. Di sana sudah ada Bu Vanya. Wanita itu sedang membuat kopi untuk ayah mertua. “Pagi, Bu," sapa Anjani sopan. Bu Vanya tersenyum. "Pagi juga, An. Ibu sudah masak untuk sarapan,“ kata Bu Vanya. “Iya, Bu. Tapi lain kali biar Anjani yang masak. Ibu gak usah repot-repot.“ Anjani tersenyum tipis. Teringat saat Farhan memarahinya karena membiarkan Bu Vanya masak sendiri. "Ibu gak repot. Masak untuk anak mantu masak dibilang repot sih.“ Anjani kembali tersenyum tipis. Dia mengambil kopi dan menyeduhnya. Meskipun hati tak lagi sama, tetapi dia masih berstatus istri Farhan. Keperluan lelaki itu masih ia siapkan. “An, mana kopiku?“ Dua wanita itu menoleh saat mendengar suara Farhan. Mereka menatap dengan ekspresi masing-masing. Bu Vanya dengan senyuman, Anjani dengan wajah

  • Obsesi Liar Suamiku    Bab 9

    Anjani meremas selimut dengan kuat. Sentuhan Farhan semakin menuntut. Jika dulu pastilah bahagia yang dirasa, tapi sekarang hanya jijik yang ada. Netranya masih setia terpejam, berharap Farhan menghentikan aksinya. Namun, sepertinya suaminya itu telah diliputi nafsu. "An, bukankah ini yang selama ini kamu inginkan?“ Suara Farhan terdengar semakin berat, deru napasnya semakin memburu. "Apa kamu mau menolak suamimu, hem?“ Tangannya membelai wajah Anjani dari mata sampai bibir tipis wanita itu. “Bukankah wanita muslimah sepertimu tahu hukum menolak suami?” Air mata Anjani tumpah, hatinya seperti ditikam sembilu. Ia buka netra yang berkaca, menatap Farhan dengan penuh luka. "Kenapa baru sekarang, Mas?“ Farhan kembali membelai wajah cantik Anjani. Ia akui istrinya ini sangatlah cantik. Tak heran hampir semua pria di perusahaan tergila-gila pada istrinya ini. Hanya saja hatinya terlanjur jatuh terlalu dalam untuk Bu Vanya. Sejak pertama kali melihat wanita yang sekarang m

  • Obsesi Liar Suamiku    Bab 8

    Anjani menampik tangan Farhan, rasa perih di rahang tak sebanding rasa perih di hatinya. "Ke luar Mas!“ Farhan menatap Anjani nanar, tangannya terulur ingin menyentuh pipi Anjani yang memar akibat ulahnya. Namun, tangannya langsung ditampik Anjani kasar. “Aku ingin sendiri.“ Ada rasa bersalah dalam hatinya melihat luka di pipi Anjani. Meskipun demikian lidahnya terasa kelu untuk mengucap kata maaf. Farhan akhirnya bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Anjani sendiri di dalam kamar. Anjani menatap pintu kamar dengan tatapan pilu. Bahkan Farhan tidak meminta maaf karena sudah menyakitinya. "Aku memang gak sepenting itu.” Air mata Anjani kembali menetes, tapi dengan cepat ia menghapusnya. "Sudah Anjani, jangan keluarkan air matamu lagi untuk pria brengsek seperti Farhan!" Kali ini Anjani bertekad untuk tidak menangis lagi. Sudah cukup air mata selama satu tahun ini. Sekarang dia ingin bangkit, ingin mengejar bahagianya sendiri. Lelah fisik serta mental, Anjani kemb

  • Obsesi Liar Suamiku    Bab 7

    Saat akan membalas pelukan Farhan, tangan Anjani tertahan. Ia kembali menurunkan tangannya saat rasa sakit kembali datang. “Tapi aku lelah, Mas. Aku lelah menunggu cintamu. Aku lelah cinta sendirian.” Air matanya kembali jatuh. Astaghfirullah... Kenapa selalu cengeng begini? Kenapa dia tidak bisa menahan sakitnya sebentar saja. Farhan melerai pelukan, ia menatap wajah Anjani kemudian menghapus air mata itu. “Bertahanlah sebentar lagi, An. Aku janji gak akan lama.” Dalam tangis, Anjani tersenyum pahit. Sebentar? Kata sebentar bukan penyejuk bagi Anjani, akan tetapi seperti bola api yang membakar hati. "Kenapa kamu gak ngomong kalau saat ini, detik ini kamu ingin melupakannya. Kenapa kamu malah bilang sebentar?“ "An....” Farhan hampir kehilangan kesabaran. Namun, ia coba untuk tenang. Farhan memejamkan mata sebentar kemudian menghela napas pelan. Ia kembali menatap Anjani yang berdiri di depannya. Saat akan kembali memeluk, Anjani menghindar. “Tetap di sana Mas.” Anjan

  • Obsesi Liar Suamiku    Bab 6

    "Anjani! Apa kamu tidak bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk?!” Farhan membentak dengan tatapan tajam. Ia segera mengambil bingkai foto yang terjatuh dan langsung memasukkannya kembali ke dalam laci meja. Anjani berjalan mendekati suaminya dengan wajah datar. Tatapannya lurus pada Farhan. “Siapa wanita dalam foto itu, Mas?!“ Kini Anjani berdiri di depan Farhan dengan meja sebagai penghalang mereka. Farhan terlihat gugup, tapi secepatnya mengubah ekspresi gugup menjadi datar. "Kamu gak perlu tau siapa dia!“ Anjani tersenyum kecut. Tatapannya tak pernah berpindah dari kedua mata suaminya. “Bu Vanya?” Mata Farhan membeliak, terkejut sampai hatinya berdenyut ngilu. Secepat mungkin mengubah ekspresi wajah menjadi datar. "Jangan ngaco kamu! Mana mungkin foto itu Ibu!” sentak Farhan mencoba untuk tidak gugup. "Dia Bu Vanya, kan? Ibu tiri kamu?” Meskipun suaranya terdengar tenang, tapi hatinya bergemuruh. Kaki dan seluruh tubuhnya gemetar karena marah. "Kamu jangan bicara sembara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status