Share

Ghost Princess

Bella berjalan menyusuri hingar bingar kota sambil sesekali mengusap air matanya yang terus mengalir. Tumitnya memerah akibat sepatu hak tinggi yang tidak biasa ia pakai. Hari yang seharusnya menjadi istimewa berakhir berantakan. Ia masih tidak menyangka Ardio akan minta putus di hari perayaan mereka.

Ini terlalu mendadak bagi Bella, Ardio yang ia kenal tidak seperti ini. Masih jelas di memorinya, bagaimana Ardio selalu tersenyum, bagaimana Ardio selalu mentraktirnya makan saat Bella sedang badmood, bagaimana Ardio selalu menjemputnya pulang dengan lambaian tangan. Menurut Bella, apa yang terjadi sangatlah cepat, seperti mimpi.

Ia akui, Ardio adalah pria dambaan banyak wanita. Kulitnya yang sawo matang membuatnya terlihat manis. Badan tegap dan proporsional membuatnya terlihat seperti model. Ia sering menata rambutnya ke belakang membuatnya terlihat rapi dan profesional. Bella selalu terpesona ketika Ardio datang menjemputnya dengan baju kerja dengan lengan baju yang dilipat tiga per empat, memamerkan bentuk badannya yang semakin terlihat dewasa. Tapi yang paling penting, senyum itu. Senyum Ardio yang manis dan terlihat tulus lah yang selalu berhasil membuat Bella kembali ke pelukan Ardio.

'Apa? Nggak pantas?' pikirnya.

Perlakuan Ardio yang menganggap Bella sebagai wanita yang tidak pantas sebagai pendamping sangat menyakitkan. Walaupun Bella hanyalah wanita dengan latar belakang biasa saja, tapi lima tahun sudah berlalu dan ia selalu setia menemaninya. 

"You jerk!" teriak Bella yang membuat kaget orang-orang di sekitarnya.

Bella berkali-kali berpikir, mungkin Ar cuma bercanda? Mungkin Ar dipaksa keluarganya? Mungkin Ar sedang banyak pikiran? Tapi, apapun alasannya, Bella merasa ini sudah keterlaluan. Harga dirinya sudah jatuh.

Pikirannya yang kalut membuat Bella tidak lagi memperhatikan sekitar. Ia merasa sudah salah menilai Ardio, ia juga merasa sudah menyia-nyiakan lima tahun dengan pria yang tidak tau berterima kasih. Perasaannya campur aduk melihat kondisinya sekarang, hanya karyawan 'pesuruh' dan 'tidak pantas' untuk mendampingi seorang pria.

Namun, pikiran Bella sontak terkagetkan mendengar suara klakson dan sinar lampu yang semakin mendekat. Seketika itu juga ia sadar, ternyata Bella sudah berada di tengah jalanan kota yang padat. Ia terbelalak melihat lampu sinyal pejalan kaki menunjukkan warna merah.

Bella yang bingung dan kaget, hanya bisa diam saat sinar lampu dari truk itu semakin menyilaukan. Tiba-tiba waktu terasa berjalan dengan lambat, semua kenangan manis dan pahit hidupnya tiba-tiba datang. Segala kemarahan dan penyesalan dalam hidupnya membuat hatinya semakin sakit.

Terakhir yang ia dengar, seorang pria memanggilnya sambil menarik tangannya, "BELLAAAA!!!"

Sesudah itu, semua berubah menjadi gelap.

*******

Bella terbangun hingga terduduk. Jantungnya berdetak sangat kencang, keringat bercucuran, tangannya pun gemetar. Ia segera memeriksa muka, tangan, dan tubuhnya. Ia menarik nafas lega. 

'Ah, syukurlah aku masih hidup' pikirnya.

Mimpinya terasa bergitu nyata. Bella tertawa sedikit mengingat ia bermimpi Ardio memutuskannya.

Ia melihat sekitar, dan mulai merasa asing dengan ruangan itu. Ruangan mewah dengan style Victorian Classic, membuatnya merasa canggung. Ia meraba dahinya yang sedikit sakit, sepertinya dahinya terluka. 

'Apa aku habis jatuh?'

Ia memegang rambutnya yang panjang dan terkejut melihat rambutnya berubah warna keemasan. Bella semakin curiga setelah menyadari tubuhnya berubah dari biasanya.

'Apa aku sekurus ini? Bajuku sedikit aneh?'

Dengan tergesa-gesa Bella beranjak bangun dari tempat tidurnya berusaha menuju cermin yang terpasang di pojok ruangan. Ia berjalan dengan lunglai. Badannya begitu lemas, kepalanya pun terasa sakit. 

Bella tidak bisa membendung rasa kagetnya saat ia melihat seorang wanita berambut panjang keemasan dengan bola mata hijau emerald. Wanita cantik itu terlihat pucat, tubuhnya kurus, dan rambutnya pun berantakan. Dahinya terluka dan ditutupi perban. Walaupun begitu, ia dapat dengan mudah menyadari betapa cantiknya wanita itu. Kulitnya yang putih sedikit pucat, dan bibirnya yang merah membuatnya seperti seorang bidadari.

Butuh waktu beberapa detik sebelum Bella menyadari bahwa wanita cantik itu adalah dirinya. Rasa panik merayapi tubuhnya, tiba-tiba berbagai macam memori datang kepadanya. Kepalanya begitu sakit seperti ditusuk ribuan jarum. Ia pun jatuh berlutut sambil memegangi kepalanya.

"AAAAAAAARGGGHHH!!!" teriak Bella.

Bella ingat, wanita itu adalah Bella Eleanor Gracia, ia adalah putri pertama dari Duke Gracia. Putri yang tidak pernah dianggap dan lebih memilih diam di dalam kamar. Putri yang selalu dianggap sebagai aib, karena tidak mampu memenuhi ekspektasi keluarganya sebagai salah satu keluarga terkuat di Kerajaan Ersella. Berbagai memori datang dan membuat sakit yang tidak tertahankan.

Dua orang pelayan datang dengan santai ke dalam ruangan itu.

"Apa dia sudah mulai gila?" bisik salah satu pelayan.

"Hihihi... jelas saja, kalau aku jadi dia, juga pasti akan gila," ucap pelayan yang lain sambil tertawa.

Kedua pelayan itu hanya menatap Bella yang terjatuh didepan kaca dengan tatapan dingin. Menurut mereka, kelakuan Bella sangatlah merepotkan. Lagipula, Bella tidak lebih dihormati dari pelayan di Duke Gracia.

"Dasar putri hantu, bisanya hanya buat repot.." ucap seorang pelayan sambil menarik tangan Bella yang masih bersimpuh di lantai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status