Getaran ponselnya membuat fokus Daffa terpecah, awalnya dia menolak panggilan tersebut karena berasal dari nomor tak dikenal, ditambah saat ini dia sedang rapat bersama para sponsor. Namun panggilan itu tak hanya sekali, tetapi terus mengganggu Daffa dan membuatnya menghela napas sepanjang. Dia pun berpamitan dan izin mengangkat telepon sebentar, berjalan keluar dari ruang rapat. “Selamat siang, apa ini benar dengan Bapak Daffa, suami dari Ibu Klarisa?” Suara wanita terdengar menyapanya di seberang sana, membuat Daffa mengernyitkan kening bingung. “Ya benar, saya suami dari Klarisa. Ada apa ya?” “Kami dari Rumah Sakit Mutiara Hati ingin mengabarkan bahwa Ibu Klarisa mengalami tabrak lari dan bawa ke rumah sakit kami. Kami berharap Bapak Daffa bisa datang secepatnya untuk mengurus administrasi Ibu Klarisa.” Tubuh Daffa mendadak mematung, telinganya seolah berdengung kencang hingga membuat kepalanya sakit dan oleng seketika. Andai dia tak segera sadar dan berpegang pada tembok, tub
BAB 95Daffa terduduk diam di sebelah ranjang Klarisa, lengkap dengan pakaian sterilnya. Ia seperti kehilangan semangat hidup melihat Klarisa terbujur tak berdaya dengan sejumlah alat yang menempel di badannya.Sudah dua hari Klarisa tak sadarkan diri, dan Daffa memilih menghabiskan waktunya untuk menjaga istrinya. Berharap jika Klarisa sadar, dia adalah orang pertama yang melihatnya.Daffa mengabaikan seluruh pekerjaannya dan melimpahkan tanggung jawab itu pada asisten pribadinya. Handri yang mengetahui hal itu pun turut membantu putranya dan mengambil alih sementara pekerjaan Daffa.“Sayang, ayo sadar. Aku kangen banget dengar suara kamu loh,” ucap Daffa parau.Matanya telah bengkak karena terlalu banyak menangis, penampilannya sangat berantakan.“Cila dari kemarin tanyain kamu mulu loh kapan mamanya bangun, dia juga udah kangen sama kamu,” ucap Daffa lagi.Dia terus mengajak Klarisa bercerita, seolah Klarisa sadar dan bisa mendengarnya. Dokter pun yang menangani Klarisa memberikan
Pagi ini Arsyla sudah dititipkan di rumah Raida, dan disambut dengan bahagia oleh Humairah. Semenjak di Jakarta, Humairah menjadi sangat dekat dengan Arsyla, dia selalu memastikan Arsyla tidak kesepian karena ibunya tidak ada.“Onty, Cila boleh nanya gak?” tanya Arsyla di tengah-tengah aksinya main boneka.Humairah yang sedang menemani pun menatap Arsyla lembut. “Boleh. Mau tanya apa Cila Sayang?”“Mama kok belum bangun-bangun ya, Onty? Mama bakal bangun kan? Mama gak bakal tinggalin Cila kan?”Pertanyaan yang keluar dari mulut polos Arsyla membuat Humairah terdiam, tetapi dengan cepat dia kembali sadar dan mengusap kepala Arsyla. “Mama Cila gak kenapa-kenapa kok. Mama cuma butuh istirahat banyak biar cepat sembuh, jadi Cila jangan khawatir ya. Selama Mama gak ada, Cila main sama Onty dan Uncle aja.”**Mandala menepuk pundak Daffa yang baru saja mengurus administrasi, Klarisa telah melewati masa kritis dan akan dipindahkan ke ruang rawat biasa. Namun, dokter juga belum bisa memastik
BAB 96Mandala mengeluarkan jaket kulitnya dari lemari dan mengenakannya, membuat Humairah yang baru saja masuk menatap Mandala heran.“Mau ke mana malam-malam gini, Mas?” tanya Humairah. Pasalnya jam telah menunjukkan pukul sebelas, dan itu sudah cukup larut.Mandala menoleh, ia menghampiri istrinya dan menciumi kening Humairah. “Ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tidur duluan aja ya,” ucap Mandala.Humairah mengernyitkan kening, jawaban Mandala sama sekali tak menjawab pertanyaannya. “Mas? Kamu gak aneh-aneh kan? Walaupun ini kota besar dan bukan lagi lingkungan pesantren, tolong selalu ingat Gusti Allah, ya?” Ada sirat kekhawatiran di kedua matanya.Ia mengusap rahang suaminya, sedikit tak rela membiarkan Mandala untuk pergi selarut ini. Apalagi Humairah tak tahu tujuan Mandala akan ke mana dan berbuat apa.“Doain aja ya? Aku bukan mau melakukan hal jahat, apalagi hal yang melanggar agama. Aku hanya ingin mengungkap kebenaran, dan aku mohon doa kamu. Bantu aku biar semuanya
“Risa sekarang sedang koma,” ucap Mandala, ia menundukkan kepalanya. “Sebenarnya kalau boleh jujur, aku menyesal sudah memberikan izin pada Daffa untuk kembali dengan adikku.”“Setelah bersama Daffa, bukan kebahagiaan yang adikku dapatkan, tapi Risa malah selalu ditimpa kemalangan,” tambahnya.Gea mengangkat kursinya dan mencoba duduk lebih dekat dengan Mandala, ia mengusap-usap tangan Mandala dengan malu-malu. Seolah sedang menguatkan pria itu.“Kak aku tahu banget perasaan kamu. Selama ini aku lihat di rumah pun Kak Risa gak pernah bahagia, Kak Risa selalu sibuk dengan banyak hal. Aku kadang kasian liat Kak Risa harus urus suami, urus anak, urus rumah, kerja pula,” ucap Gea mengompori.“Aku juga sebenarnya menyesal telah menikah dengan istriku sekarang.”Ucapan Mandala kali ini berhasil mengejutkan Gea, membuat gerakannya yang sedang mengelus terhenti seketika. Ia menatap Mandala penuh harap.“M-maksud Kakak? Bukannya istri Kak Mandala adalah perempuan baik-baik?” tanya Gea gugup.M
BAB 97Mandala bersembunyi di balik semak-semak yang lumayan lebat, meminimalkan geraknya agar tak ada yang menyadari keberadaannya. Ia mengintip dari balik celah yang ada di semak tersebut.Tak jauh dari tempatnya Mandala bisa melihat Sovia tengah berdiri menunggu, tak lama kemudian seorang pria berusia matang datang menghampiri Sovia dengan terburu-buru.“Lama banget sih! Saya kan bilang jangan sampai terlambat,” omel Sovia ketus.Pria itu hanya meminta maaf, ia menyerahkan sebuah dokumen pada Sovia. Kemudian Sovia merogoh tasnya dan mengeluarkan seikat uang seratus ribu.“Lakukan secepatnya! Saya sudah menunggu sangat lama dan saya mau hasil secepatnya,” pinta Sovia.Setelah menyelesaikan transaksi mereka, Sovia langsung kembali ke taksi yang membawanya dan pergi dari sana.Mandala yang melihat kejadian itu mengernyit halus, ia kemudian mengejar pria yang bertransaksi bersama Sovia tadi. Mandala langsung mencekal tangannya dan mengunci pergerakannya, membuat pria itu terkejut karen
“Iya, iya. Saya bakal lunasin semuanya kalau Klarisa sudah mati,” ucap Sovia. “Dia masih koma sekarang! Masih ada kemungkinan bisa hidup kembali kan?”Tangan Mandala terkepal, benar saja sesuai dugaannya! Semua ini adalah ulah Sovia. Penyebab adiknya mengalami kecelakaan adalah karena Sovia!“Aku akan membayarnya paling lama Minggu depan, jangan mengusik putriku!” bentak Sovia yang tampak marah dan juga tertekan di saat bersamaan.Setelah hari di mana Mandala menyaksikan video tersebut, Mandala semakin rutin mengikuti aktivitas Sovia setiap harinya. Beberapa hari ini Mandala mendapati Sovia sedang sibuk dan gencar menjual tas-tas dan perhiasan mahalnya.Mandala bisa menebak bahwa semua itu pasti dilakukan untuk membayar orang yang ditelepon Sovia malam itu. Apalagi mengingat uang belanjanya yang dibatasi oleh Handri dan dia tak bisa lagi bebas menggunakan uang perusahaan seperti dulu.Mandala bertekad untuk mengumpulkan bukti-bukti dan mengungkapkan kelicikan Sovia pada semua orang. D
BAB 98Dalam sekali perintah, rekan-rekan pembunuh bayaran tersebut langsung bergerak untuk menyerang Mandala. Mereka mengeroyoki Mandala dan berusaha menjatuhkannya.Sementara Sovia langsung memanfaatkan kesempatan itu, Mandala tengah lengah. Sovia langsung berlari keluar dari rumah itu dan meninggalkan Mandala.Mandala yang menyadari bahwa Sovia telah kabur pun menggeram kesal, dia meninju orang di depannya dengan kencang. Seolah sedang melampiaskan kekesalannya pada orang tersebut.“Sial! Kalau gue gak cepat-cepat susul, yang ada dia bakal kabur lebih jauh,” gumam Mandala.Kepalanya terus berputar, memikirkan strategi bagaimana agar dia bisa dengan cepat keluar dari sini. Walaupun mungkin mustahil mengingat dirinya yang kalah jumlah.“Lawanmu di sini!” ucap salah satu dari mereka hendak menusukkan belati di pinggang Mandala. Tetapi dengan cepat Mandala menghindar, walaupun pada akhirnya dia harus merelakan pinggangnya terluka.Beberapa menit digunakan hanya untuk menghindari serang