Setelah kematian sang ayah, Cordelia Redford dijual oleh ibu tirinya kepada seorang billionaire paling kaya di New York, Tristan Lysander Devraux. Cordelia dibius dan dilemparkan ke ranjang Tristan. Setelah malam yang kejam itu berlalu, Cordelia yang naif berharap belas kasihan ibu tirinya. Namun, Cordelia justru diusir tanpa uang sepeserpun. Untuk bertahan hidup, Cordelia terpaksa menerima tawaran sebagai seorang pelayan di mansion Devraux. Paling parahnya saat Cordelia bertemu Tristan, pria yang menghancurkan hidupnya, Cordelia merasa telah masuk ke kandang singa! *** Follow me on IG: abigail_kusuma95
View MoreSeorang gadis cantik bernama Cordelia membuka matanya perlahan, tetapi yang dia lihat hanyalah kegelapan karena kondisi matanya tertutup. Kepalanya terasa berat dan berdenyut, seolah-olah dipukul dengan benda keras. Dia mencoba bergerak, dan segera menyadari bahwa tangan dan kakinya terikat kuat. Kepanikan mulai merayapi dirinya saat kesadarannya kembali sepenuhnya. Dia berada di dalam mobil yang sedang bergerak, dengan matanya tertutup kain.
“Apa yang terjadi? Kenapa aku diikat seperti ini?” gumam Cordelia penuh kegelisahan nyata.
Dengan napas tersengal, Cordelia berusaha menenangkan dirinya. Dia mendengarkan dengan seksama, berharap mendapatkan petunjuk tentang keberadaannya. Dari suara mesin mobil dan getaran yang dirasakannya, dia bisa menebak bahwa mobil itu melaju di jalan yang tidak terlalu mulus.
“Apa yang kalian inginkan dariku!?” teriak Cordelia, suaranya gemetar.
Tidak ada jawaban. Hanya deru mesin mobil yang terus terdengar.
“Aku mohon … siapa pun kalian, tolong lepaskan aku!” suaranya semakin serak, bercampur antara rasa takut dan frustrasi.
Tiba-tiba, suara berat dari depan menjawab, “Diamlah! Semakin banyak kau bicara, semakin buruk akibatnya.”
Cordelia mencoba mengenali suara itu, tetapi kepalanya masih terasa pusing. “Siapa kau? Kenapa kau melakukan ini padaku?”
Suara itu tertawa kecil, dingin dan mengancam. “Kau tidak perlu tahu. Yang harus kau lakukan sekarang adalah diam dan menunggu.”
Cordelia semakin takut, dia merasa bahwa dirinya sedang berada dalam bahaya. Namun, selama ini dia tidak memiliki musuh. Hal itu yang membuatnya bingung kenapa dirinya bisa sampai diculik.
Cordelia mencari cara untuk keluar dari mobil, tapi hasil yang didapatkan nihil. Gadis itu tidak bisa lepas dalam kondisi mobil yang tertutup rapat, dan sudah berjalan cukup kencang. Jalanan yang tak bagus membuat tubuh Cordelia seakan terkoyak.
Sampai suatu ketika, akhirnya mobil yang membawaanya berhenti. Cordelia mendengar pintu di sampingnya terbuka. Seseorang menariknya keluar dengan kasar. Tubuhnya yang lemas membuatnya sulit berjalan, dan dia terseret, terseok-seok di atas tanah yang tak rata.
“Lepaskan aku. S-sebenarnya siapa kalian?” tanya Cordelia dengan nada lemah.
“Diam! Kau terlalu cerewet! Jika kau ingin selamat, jangan berontak!” ancam pria itu di dekat telinga Cordelia.
Cordelia tak bisa berkata apa pun di kala mendapatkan ancaman itu. Dua pria yang memegangnya terus menyeretnya, sampai Cordelia merasakan lantai yang berbeda di bawah kakinya, mungkin marmer atau kayu yang halus. Langkah mereka terdengar menggema di ruangan besar. Kemudian, tubuhnya diangkat dan diletakkan dengan kasar di atas sesuatu yang empuk, mungkin ranjang.
Cordelia mencoba meronta, tetapi ikatan di pergelangan tangan dan kakinya terlalu kuat. “Tolong, lepaskan aku. Apa salahku pada kalian?” teriaknya putus asa.
“Ck! Kau berisik sekali. Sudah aku bilang diam kenapa kau masih juga berisik!” bentak pria berpostur tubuh besar.
Cordelia mulai menangis sesenggukan. Rasa takut mulai menggrogotinya. Dia tak bisa memahami apa yang terjadi atau siapa yang menginginkannya dalam kondisi seperti ini. Tubuhnya lemas dan pikirannya kacau. Di tempat yang gelap dan tak dikenal ini, Cordelia hanya bisa berharap ada seseorang yang akan menyelamatkannya.
Saat Cordelia merasakan ketakutan yang menyesakan, tiba-tiba saja dia mendengar dua pria berbicara di dekatnya. Salah satu dari mereka, seperti sedang menghubungi seseorang—yang entah siapa.
“Target sudah berada di tempat dan siap dieksekusi,” katanya dengan suara dingin.
Pria lainnya menambahkan, “Kami meninggalkannya di kamar sesuai instruksi Anda.”
Setelah itu, mereka meninggalkan Cordelia di ranjang besar itu, terikat dan tak berdaya. Tepat di kala dua pria itu pergi, beberapa kali Cordelia berusaha berontak, tapi berujung sia-sia. Ikatan di tangannya sangat kuat, tak mungkin dia bisa lepas.
***
Satu jam sudah Cordelia berusaha berontak. Gadis cantik itu sampai kelelahan akibat mencari celah untuk melarikan diri. Kondisi mata yang masih tertutup dan tangan terikat, membuatnya benar-benar tidak berdaya. Otaknya berusaha berpikir kenapa bisa dirinya diculik.
Tangis Cordelia sudah berhenti akibat rasa lelah yang membentang. Dia mulai pasrah dengan keadaan dirinya. Entah apa yang terjadi setelah ini. Begitu banyak terkaan di pikirannya, yang membuat dirinya menjadi sangat sakit kepala.
Suara pintu terbuka …
Cordelia terkejut mendengar suara pintu terbuka. “Tolong, siapa pun di sana lepaskan aku!” serunya dengan nada penuh permohonan.
Seorang pria tampan berdiri di depan pintu kamar hotel mewah yang telah dipesannya. Pria dengan tinggi 192 sentimeter itu melangkah masuk, pemandangan yang disuguhkan membuatnya tersenyum puas. Di atas tempat tidur, seorang gadis terbaring dengan tubuh terikat. Gadis itu mengenakan gaun selutut bermotif bunga-bunga berwarna krim, yang kontras dengan kulitnya yang pucat.
“Tolong aku. Aku mohon lepaskan aku,” pinta Cordelia dengan penuh permohonan, merasakan ada yang mendekatinya.
Pria tampan itu tak merespon ucapan Cordelia. Dia hanya menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. “Sempurna. Kau sangat cantik.”
Tubuh Cordelia bergetar ketakutan mendapatkan pujian dari seorang pria asing. “K-kau siapa? T-tolong lepaskan aku.”
Pria tampan itu menundukkan kepalanya, menarik kasar rahang Cordelia sambil berbisik serak, “Aku adalah pria yang membelimu. Kau adalah barang mahalku.”
Tubuh Cordelia membeku akibat keterkejutannya. Debar jantungnya berpacu kencang seakan ingin berhenti berdetak. Aroma parfume pria yang mencengkeram rahangnya, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan. Dari aroma parfume meyakinkan bahwa pria yang ada di dekatnya bukan pria sembarangan.
“D-dijual? A-apa maksudmu?” tanya Cordelia dengan nada bergetar.
Pria tampan itu mulai menelusuri wajah mulus Cordelia. “Aku yakin perkataanku cukup jelas, dan aku tidak perlu mengulangi perkataanku lagi.”
Cordelia menelan salivanya susah payah. “A-aku tidak mengenalmu. T-tolong lepaskan aku.”
“Bagaimana bisa aku melepaskanmu, huh? Malam ini aku sangat menginginkanmu,” bisik pria tampan itu serak.
Tubuh Cordelia semakin bergetar ketakutan. Sentuhan pria tampan itu membuat bulu kuduknya meremang. Dia adalah gadis kuno yang belum pernah sama sekali disentuh oleh pria mana pun. Mendapatkan sentuhan ini membuat dirinya merasakan sesuatu hal aneh dalam dirinya.
Namun, Cordelia tidak akan membiarkan siapa pun sembarangan menyentuh dirinya. “A-aku berjanji akan membayarmu jika kau melepaskanku. A-aku mohon lepaskan aku.”
Pria tampan itu tertawa mendengar ucapan Cordelia akan membayarnya. Tawaran Cordelia sangat lucu di indra pendengarnya. “Kau benar-benar gadis naif. Aku bahkan membelimu dengan harga mahal. Aku tidak membutuhkan uangmu.”
Napas Cordelia memberat. Jantungnya merasa berdetak lebih cepatt. “L-lalu apa yang kau inginkan?”
“Kau ingin tahu apa yang aku inginkan?” bisik pria tampan itu lagi, dengan tatapan berkabut nafsu pada Cordelia.
Cordelia mengangguk lemah. “K-katakan padaku, apa yang kau inginkan?”
Pria tampan itu mendekatkan bibirnya ke telinga Cordelia, lalu berbisik serak, “Tubuhmu … aku menginginkan tubuhmu.”
***
Kehadiran Theo dan Candena bagaikan kebahagiaan yang tak terkira di keluarga Tristan dan Cordelia. Rosalia, Bernard, dan Alstair selalu sering mengajak Theo dan Candena bermain. Tidak jarang Rosalia, Bernard, dan Alstair mengajak si kembar untuk menginap. Pun bahkan Tony yang tinggal di London kerap mengunjungi kembar. Biasanya setiap kali Tony datang pasti si kembar akan bersama dengan Tony untuk waktu yang cukup lama. Well, Tristan dan Cordelia sudah terbiasa di kala anak-anak mereka diculik oleh keluarga mereka sendiri. Tidak hanya keluarga saja, tapi Rowen dan Alan juga sangat dekat dengan si kembar. Ah, Jovian juga masuk hitungan. Bisa dikatakan si kembar sangat ramah pada orang-orang di sekeliling Tristan dan Cordelia. Menikah sering menjadi hal yang ditakutkan oleh banyak orang. Namun, Cordelia berhasil mematahkan semua itu. Ketakutan dalam pernikahan adalah ketika orang tersebut tak menemukan sosok yang sesungguhnya. Sementara Cordelia telah berhasil menemukan sosok yang men
Sore itu, Cordelia menyambut Tristan dan si kembar yang pulang lebih cepat dari biasanya. Begitu melihat suami dan anak-anaknya melangkah masuk, Cordelia tersenyum lebar, sudah memprediksi bahwa hari mereka di kantor tidak akan bertahan lama.“Jadi, bagaimana rasanya mengasuh dua anak di kantor?” Cordelia bertanya sambil menyembunyikan tawa.Tristan hanya menggeleng kecil, wajahnya sedikit letih tapi penuh kasih. Pria tampan itu menarik Cordelia ke dalam pelukannya dan berbisik serak, “Aku butuh asupan energi merawat dua anak kita yang sangat aktif.” Cordelia tertawa mendengar keluhan kecil itu dan melingkarkan tangannya di punggung Tristan. “Nah, Daddy bilang senang karena ada Theo dan Cadena, jadi kalian boleh ikut ke kantor Daddy kapan pun kalian mau!” katanya seraya melirik si kembar dengan penuh cinta.Theo dan Cadena bersorak girang mendengar pernyataan itu, tangan kecil mereka langsung terangkat tinggi-tinggi sambil melompat-lompat di sebelah Cordelia. Sementara Tristan menata
Tiga tahun kemudian … Pagi itu, aroma sarapan yang menggoda memenuhi ruang makan, berpadu dengan suara riuh tawa dan celoteh Theo dan Cadena yang sedang menggambar di lantai bersama pengasuh mereka. Dulu, ruangan ini selalu terjaga kaku dan elegan, tapi kini berubah penuh warna ceria dengan gambar-gambar tempel dan mainan anak-anak di setiap sudut. Di tengah suasana yang hangat ini, Jovian masuk dan segera disambut teriakan penuh semangat.“Paman Jovian, ayo Main kuda-kudaan lagi!” teriak Theo sambil berlari menghampirinya, diikuti Cadena yang tak kalah antusias.Jovian yang sudah hafal dengan ritual pagi ini, hanya bisa tersenyum kecil, menghela napas sejenak sebelum merendahkan tubuhnya. “Baiklah, tapi jangan pukul Paman Jovian seperti kemarin, ya?” ujarnya sambil bercanda, berusaha menahan geli.Theo memekik kegirangan, “Iya! Iya! Ayo, Paman Jovian, jalan cepat!” Cadena, yang lebih manis, memeluk Jovian dengan erat dan ikut berteriak, “Ayo, Paman Jovian, cepat! Kami di punggung k
Cordelia duduk di kursi ruang tamu, jarum rajutannya bergerak perlahan, membentuk sepasang sepatu bayi mungil. Senyum hangat tersungging di bibirnya, membayangkan bayi kembarnya yang sebentar lagi akan lahir. “Sayang,” panggil Tristan tiba-tiba. Cordelia terlonjak terkejut dan refleks menarik kakinya, hingga tak sengaja membuat tubuhnya tergelincir ke belakang. Dia jatuh duduk di lantai, dan seketika itu juga, perasaan aneh menghantam dirinya. Air ketubannya pecah, mengalir ke lantai di bawahnya.“Ah,” rintih Cordelia. Tristan langsung panik, kedua matanya membesar melihat cairan di lantai. “Cordelia! Kau kenapa? Ada apa ini?” Tangannya gemetar saat dia membantu Cordelia berdiri.Cordelia yang masih berusaha menahan rasa sakit, berusaha tersenyum. “A-aku tidak ap-apa. Sekarang lebih baik kita segera ke rumah sakit.” Tanpa pikir panjang, Tristan langsung menggendong Cordelia ke mobil dan melaju secepat mungkin ke rumah sakit. Tepat sesampainya di sana, beberapa dokter dan perawat l
Cordelia tersenyum hangat saat mobil berhenti di depan hotel. Namun, senyuman itu seketika berubah gugup ketika dia menyadari semua orang sudah menunggu mereka di dalam, terlihat dari beberapa wajah akrab yang melirik keluar jendela. Mereka memang terlambat—lebih terlambat dari yang dikira.Saat Cordelia dan Tristan melangkah masuk, tatapan mata dari orang-orang terdekat langsung menyapa mereka. Bernard tersenyum bijaksana, sedangkan Tony dan Alstair menyeringai penuh arti. Alstair yang sejak sibuk mengelola Pharton Inc. nyaris tak pernah muncul, langsung mengejek mereka.“Aku rasa kalian sedang berusaha keras memberiku keponakan, ya? Setiap pertemuan pagi, pasti kalian yang paling akhir,” sindir Alstair dengan nada menggoda. Cordelia memerah, merasa malu dengan sindiran itu, sedangkan Tristan tak mengindakan ucapan adiknya itu. Hal yang dilakukan Tristan adalah menggenggam erat tangan Cordelia seolah tidak peduli dengan olokan itu.Semua orang tertawa lepas mendengar ledekan yang te
Pagi yang tenang menyelimuti kamar Cordelia dan Tristan. Matahari baru saja muncul, menyorotkan cahaya lembut ke wajah mereka. Cordelia terbangun melihat Tristan yang masih tertidur di sampingnya. Dia tersenyum, hatinya terasa penuh. Beberapa bulan pernikahan berjalan dengan begitu indah. Tristan benar-benar menepati janji padanya. Suaminya itu pergi ke psikiater dan perlahan sindrom tidur berjalannya mulai terkendali. Cordelia memperhatikan wajah suaminya yang damai, menyadari betapa beruntungnya dia memiliki seseorang yang berusaha untuk terus menjadi lebih baik. Tristan adalah sosok yang mencintainya dengan luar biasa. Pun dia selalu merasa beruntung, karena diperilakukan dengan begitu istimewa oleh suaminya itu. “Kau benar-benar tampan,” bisik Cordelia lembut seraya membelai pipi Tristan. “Dan kau benar-benar cantik.” Tristan yang tadi memejamkan mata, tiba-tiba membuka mata, dan menarik tubuh Cordelia masuk ke dalam pelukannya. Cordelia terkejut mendapatkan pelukan dari Trist
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments