Share

PERNIKAHAN TANPA NAMA
PERNIKAHAN TANPA NAMA
Author: Izumi chouka

PROLOG

Author: Izumi chouka
last update Last Updated: 2025-04-22 21:53:10

“Tak semua pernikahan dimulai dengan cinta, tapi tak seharusnya dimulai dengan luka.”

Malam itu terlalu sunyi untuk sebuah malam pengantin. Tidak ada canda manis, tidak ada tawa hangat, tidak ada sentuhan penuh cinta seperti yang selalu dibayangkan Rin sejak kecil.

Yang terdengar hanya ada suara dari langkah kaki Reihan yang berat, ketus, dan penuh penolakan.

Rin masih berdiri mematung di tengah kamar dengan gaun pengantin yang mulai terasa sesak. Bunga-bunga segar yang menghiasi kamar seolah mengejek kebisuannya, seakan tahu bahwa malam ini bukanlah malam yang bahagia tapi malam yang menyedihkan.

"Aku bilang keluar," suara Reihan menghantam telinganya untuk kedua kali, dan kali ini lebih dingin dari sebelumnya. Ia berdiri di ambang pintu kamar dengan wajah datar, nyaris tanpa ekspresi. Seolah pernikahan yang baru terjadi beberapa jam lalu hanyalah sebuah formalitas dan bukanlah hal yang sangat berarti.

Rin menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca. Hatinya menolak kenyataan. "Reihan... ini kamar kita. Ini—"

"Ini kamar ku," potong Reihan, tajam. Ia melemparkan map cokelat ke ranjang, kertas-kertas di dalamnya terguncang keluar sedikit, seolah menyuarakan keputusan sepihak yang tak bisa dibantah. "Dan kita bukan pasangan seperti yang kau pikirkan. Jangan pernah menyamakan hubungan kita dengan cinta-cinta murahan di novel atau drama."

Kata-kata itu menusuk lebih dalam dari pisau. Rin menunduk, mencoba menelan sesak di dadanya. Ia membuka map itu perlahan dengan tangan gemetar. Di sana tertulis perjanjian pernikahan mereka. Pasal demi pasal yang mencabut seluruh makna dari kata “suami istri”.

— Mereka akan berpura-pura sebagai pasangan bahagia di depan publik, terutama keluarga besar Reihan.

— Mereka dilarang ikut campur dalam kehidupan pribadi satu sama lain.

— Tidak ada kewajiban tinggal serumah, tidur sekamar, apalagi menyentuh.

— Mereka bebas menjalani hidup masing-masing, seolah-olah tidak terikat.

Rin nyaris tak percaya bahwa itu benar-benar tertulis. Bukan dalam imajinasi buruknya. Tapi nyata, legal, dan kini mengikat hidupnya.

"Kenapa... kau setega ini?" bisiknya. "Kita dulu pernah—"

"Jangan mulai dengan ‘dulu’," tukas Reihan cepat. "Masa lalu itu tidak berarti apa-apa bagiku. Jangan pernah mengungkitnya lagi."

Rin mengangkat wajahnya perlahan. Wajah yang masih dibalut riasan tipis kini mulai ternoda oleh air mata yang jatuh satu-satu. Bukan tangisan keras, tapi justru diam-diam dan menyesakkan.

"Aku hanya ingin menjalani ini dengan baik, walaupun kau tidak mencintaiku..." ucapnya pelan. "Setidaknya, beri aku sedikit penghargaan." dengan suara pelan nyaris tak terdengar

Reihan terdiam sejenak, lalu menghela napas kasar. "Kalau kau memang ingin menjalani ini dengan baik, maka ikuti aturan. Jangan coba-coba berharap lebih, atau berpura-pura jadi istri sempurna. Aku tidak butuh itu. Aku tidak butuh kamu."

Rin mengangguk pelan. Entah karena mencoba kuat, atau karena tubuhnya sudah terlalu lelah untuk melawan. Ia meraih koper kecil yang belum sempat ia buka dan melangkah keluar dari kamar. Gaun panjangnya menyeret lantai, meninggalkan jejak luka yang tak kasat mata.

Kamar tamu itu dingin, sunyi, dan jauh dari segala hal yang ia impikan. Tapi di situlah ia akan memulai malam pertamanya sebagai istri—sendiri, tanpa pelukan, tanpa ucapan manis. Hanya dengan perasaan patah yang belum sepenuhnya ia mengerti.

Dan malam itu, di bawah cahaya lampu kamar tamu yang redup, Rin Takayama tahu. Pernikahan ini tidak akan menyelamatkannya. Justru akan perlahan membunuh hatinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PERNIKAHAN TANPA NAMA   Bab 21

    Lorong ICU itu seakan menelan seluruh cahaya. Bau obat-obatan menusuk hidung, bercampur dengan hawa dingin yang membuat siapa pun merasa ngeri. Detik jam dinding terdengar begitu lambat, seakan menyiksa siapa pun yang menunggu di sana.Begitu langkah Reihan terdengar, suasana yang semula hening langsung pecah. Nenek Atika, wanita tua yang sejak tadi hanya bisa berdoa sambil menggenggam tas kecil di pangkuannya, mendadak berdiri. Matanya sembab, wajahnya pucat, tapi amarahnya berkobar.“Dasar bajingan!” serunya, tangan keriputnya menampar keras wajah Reihan. Plak! Suaranya bergema, memecah lorong sunyi itu. “Untuk apa kamu datang ke sini, hah? Setelah semua yang kamu lakukan pada Rin, kamu masih punya muka untuk berdiri di sini?”“Ma, tolong jangan terlalu emosi.” Nyonya Dhea buru-buru meraih lengan mertuanya. Suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca. “Kesehatan Mama bisa drop kalau Mama terus-terusan marah.”Tuan Randi ikut bangkit. Sorot matanya tajam menembus putranya sendiri. “Reiha

  • PERNIKAHAN TANPA NAMA   Bab 20

    Darren baru saja keluar dari ruang inap pasien, menatap daftar rekam medis di tangannya. Malam itu, ia memang mengambil jadwal jaga. Meskipun bukan jam visit resmi, Darren selalu menyempatkan memeriksa pasien satu per satu itulah yang membuatnya dikenal sebagai dokter muda penuh perhatian.Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Layar menampilkan pesan singkat dari suster jaga IGD. Jantungnya seketika berdegup lebih cepat, dadanya terasa sesak. Wajahnya menegang, seolah udara di sekelilingnya tiba-tiba menipis.Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju Instalasi Gawat Darurat. Sepatu ketsnya bergemuruh di lantai dingin, gema setiap langkah menambah ketegangan di dadanya.Begitu tiba, seorang perawat menyambutnya dengan wajah lega. “Syukurlah, ada Dokter Darren…”“Mana dokter jaga?” potong Darren, nada suaranya tegas dan tergesa, mata menyapu ruangan mencari siapa pun yang seharusnya bertanggung jawab.Perawat itu menunduk, bibir gemetar. “Maaf, Dok, mereka nggak ngasih info mau kemana dan dihubun

  • PERNIKAHAN TANPA NAMA   Bab 19

    Dengan senyum lebar yang belum pernah Fadel lihat sebelumnya, Reihan melangkah keluar dari sebuah gedung tinggi. Fadel hanya bisa menatap punggung sahabatnya dengan alis berkerut, tak habis pikir apa yang sebenarnya terjadi. Tak lama, sebuah sedan hitam berhenti di hadapan mereka. Supir langsung turun, membukakan pintu. Reihan masuk lebih dulu, diikuti Fadel yang masih sibuk menata rasa penasarannya. Di dalam mobil, suasana sempat hening. Fadel akhirnya tak tahan. “Re, bukankah lu agak berlebihan pakai jasa Richard? Dia itu pengacara top, kasus lu kan cuma perceraian,” tanya Fadel heran, menatap sahabatnya yang terlihat santai. Reihan menoleh, hanya membalas dengan senyum tipis. “Lagi pula, yang gugat kan Rin. Harusnya ini bisa cepat kelar, kalian berdua sama-sama mau pisah. Buat apa lu repot-repot?” lanjut Fadel, suaranya terdengar setengah protes. Reihan menatap keluar jendela, seolah menikmati lalu lintas siang itu, sebelum akhirnya menjawab dengan nada pelan tapi penuh

  • PERNIKAHAN TANPA NAMA   BAB 18

    Sabtu yang biasa menjadi hari istirahat bagi Reihan, kali ini terganggu oleh rengekan Karina yang terus memaksanya untuk menemaninya ke pesta kuliner yang tengah diselenggarakan di pusat kota. Karina tampak bahagia di tengah keramaian, matanya berbinar saat mencicipi makanan dan memotret suasana. Tapi tidak dengan Reihan yang justru merasa asing, seperti orang yang tersesat di tengah kerumunan.Hingga pandangannya tertuju pada sosok yang sangat familiar.Rin.Spontan, langkah Reihan bergerak tanpa sadar. Ia hendak menghampiri, namun langkahnya terhenti saat melihat pemandangan yang membuat darahnya mendidih. Rin tertawa , terlihat begitu bahagia bersama seorang laki-laki. Dan pemandangan itu semakin menusuk ketika pria itu membelai rambut Rin dengan lembut.Tanpa pikir panjang, Reihan melangkah cepat dan langsung menarik lengan Rin dengan kasar.Rin terkejut dan meringis kesakitan. "Reihan! Sakit!" serunya."Oh, jadi ini alasan kamu pergi dari rumah? Supaya bisa bebas pacaran sama lak

  • PERNIKAHAN TANPA NAMA   BAB 17

    Seminggu sudah berlalu sejak Rin meninggalkan rumah. Namun, ketegangan antara Reihan dan sang nenek, Ny. Atika, belum juga mereda. Suasana makan malam keluarga malam itu pun tak jauh berbeda, datar, canggung, dan penuh dengan percikan emosi yang tersembunyi.Ny. Atika meletakkan sendok dengan pelan, namun tajamnya sorot mata dan nada sarkastisnya lebih menusuk daripada dentingan peraknya di piring. "Sudah seminggu istrimu pergi, dan kamu masih bisa makan dengan wajah setenang itu, Reihan? Jangan-jangan kamu memang bersyukur dia pergi.”Reihan tak menunjukkan perubahan ekspresi. Ia tetap duduk tenang, menyuap makanannya seolah tak ada yang salah. “Dia pergi atas keinginannya sendiri, Nek. Bukan karena aku usir. Kalau masalah perceraian yang nenek maksud, tenang saja, aku akan mengurusnya secepat mungkin.”Ucapan itu sontak menyulut bara. Ny. Atika membentak sambil memukul meja dengan telapak tangannya. “Tidak! Kamu tidak bisa menceraikannya! Kalau kamu tetap memaksa, itu sama saja k

  • PERNIKAHAN TANPA NAMA   BAB 16

    Reihan tengah memeriksa tumpukan dokumen di atas mejanya. Garis kelelahan tampak jelas di wajahnya, namun ia tetap memaksa diri untuk fokus. Ketika suasana mulai sedikit tenang, pintu ruangannya tiba-tiba terbuka. Fadel masuk begitu saja tanpa mengetuk, seolah ruangan itu adalah miliknya sendiri.Reihan langsung mendongak dan menatap sahabatnya itu dengan tatapan tidak senang. “Setidaknya, ketuk pintu dulu sebelum masuk,” tegurnya. “Kita memang sahabat, tapi sekarang masih jam kerja.”Fadel hanya terkekeh sambil menjatuhkan diri di sofa dengan santai. “Lucu ya. Yang ngomong soal sopan santun kerja ini adalah orang yang semalam ganggu waktu istirahat orang lain gara-gara mabuk berat dan nggak bisa pulang sendiri.”Reihan mendesah, lalu menutup dokumen yang tengah ia baca. “Kalau lo datang ke sini cuma buat ngeledek soal semalam, maaf, gue sedang sibuk. Tapi kalau lo mau bahas urusan bisnis, kita bisa atur jadwal ulang.”Alih-alih tersinggung, Fadel justru tersenyum lebar dengan sorot m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status