Ayah mengantar sampai Terminal. Sendu menatap putrinya sebentar lagi akan jauh darinya. Tapi kini dia telah dewasa, biarkan memilih jalan hidup.
Bus datang tepat di hadapan mereka. Sebelum naik Ivana berpamitan dulu sama Ayahnya.
"Ayah, Ivana Pamit ya," ucap Ivana sambil mencium punggung tangan lelaki paruh baya di depanya.
"Hati- hati Ya ... ingat pesan Ayah,"
Ivana menganguk lemah, sedih harus berpisah dengan keluarganya. Tapi ini juga demi masnya juga untuk mereka. Ia masuk ke dalam Bus dan duduk di barisan tengah pinggir jendela. Ayah melambaikan tangan, Ivana tersenyum tipis sambil melambaikan tangan untuk Ayahnya.
Bus berjalan membelah jalan menuju Kota Jogyakarta. Jarak dari kampung Ivana lumayan jauh memakan waktu lima jam.
Akhirnya Bus sampai di Depan kampus. Ia sejenak kagum dengan Keindahan kampus ini. Lantai tiga menjulang tinggi dengan Aksen modern menambah kesan mewah gedung ini. Ivana melangkah masuk kelas. Dua penjaga duduk menyambut Ivana dengan senyuman. Di depanya Pendaftaran.
"Mbak, mau daftar Diklat?" Sapa petugas pendaftaran ramah.
"Iya Mas," ucap Ivana ramah. Petugas itu lalu memberi formulir pendaftaran. Ivana masuk kedalam kelas. Sudah banyak calon siswa duduk sedang mengisi pendaftaran. Ivana celingukan mencari bangku kosong.
"Mbak, mau ngisi formulir?" Tanya cewek cantik berambut sebahu.
"Sini aja Mbak, aku udah selesai ko," ucap orang itu sambil menunjuk kursinya.
"Makasih ya," ucap Ivana ramah.
Orang itu pun menganguk. Ivana mengisi formulir pendaftaran. Setelah selesai ia serahkan pada petugas. Hari ini cuma mengisi formulir saja. Besok ujian tes masuk Diklat.
Orang yang tadi telah menolong Ivana, sedang memainkan hpnya. Mungkin sedang Wa nan dengan orang rumah, atau kekasihnya.
"Mbak, makasih tadi ...."
"Santai aja Mbak," orang itu tersenyum. Ivana coba memperkenalkan diri.
"Namaku Ivana dari Kendal," ucap Ivana sambil mengulurkan tanganya. Cewek itu menyambut uluran tangan Ivana.
"Aku Norma dari Salatiga," ucap Norma tersenyum ramah.
"Mbak, mau tanya di sekitaran sini ada kos- kos an yang murah?"
"Mbak nyari kos- kos an?"
"Iya,"
"Mending kos bareng aku aja Mbak, aku juga kos sendirian ko,"
"Ayo Mbak aku antar ke kosan, juga sekalian kenalan sama Ibu kosnya. Ibu kos baik ko. Kadang kami suka ngobrol bareng,"
Ivana tertegun dengan Norma, dia sangat cantik. Tinggi, kulitnya putih bersih mata lebar hidung mancung bibir seksi. Sekilas mirip Artis Nabila Syakieb.
'Pasti Norma selalu di kejar- kejar cowok, Aku yang cewek aja suka liatnya' batin Ivana.
Merasa minder jalan sama Norma, dirinya berkulit sawo matang. Tapi untungnya Ivana suka merawat tubuhnya dengan baik. Jadi terlihat bersih dan nggak dekil.
Akhirnya mereka sampai di Kosan Norma.
Kosan Modern dengan kamar mandi dalam. Kamar yang luas tersedia kulkas dan dapur. Ivana merasa sreg hingga memutuskan kos bareng Norma.
Esok Hari.
Ivana dan Norma bersiap ke kampus. Jarak kampus dan kosan cukup dekat. Jalan kaki sudah sampai. Sampai di kampus masih sepi, Ivana putuskan untuk belajar dulu. Jam delapan seluruh calon siswa di suruh masuk ke ruangan kelas. Mereka di beri lembar soal. Semua peserta tampak konsentrasi mengerjakan lembar soal di depanya. Tak ada yang berani saling nyontek. Ini sudah peraturan, kalau menyontek akan di coret dari calon siswa.
Mereka semua selesai mengerjakan beberapa soal dalam satu hari. Saatnya pengumuman tiba. Ivana dan Norma deg- degan menunggu hasil pengumuman. Petugas menempelkan nama siswa yang di terima. Saat Ivana dan Norma di terima mereka teriak histeris. Ivana tak sanggup membendung rasa harunya hingga mengeluarkan air mata. Sedangkan yang tidak di terima di suruh mengulang ujian periode kedua. Mereka berdua bersyukur telah di terima.
Ivana menghubungi orang tuanya di kampung.
"Haloo Nak," sapa Suara Ibu.
"Haloo Ibu, Alhamdulilah Ivana di terima Diklat," ucap Ivana senang.
"Alhamdulilah Nak, belajar yang rajin biar nilai kamu bagus,"
"Iya, Ayah sama Ines mana Bu?"
"Ayah sedang ke sawah, terus Ines belum pulang sekolah,"
"Ya udah salam buat Ayah dan Ines ya Bu,"
"Iya Nak,"
Ivana mengakhiri panggilan teleponya. Ivana juga mempunyai Adik satu- satunya namanya Ines. Kelas 2 Sma.
Raut wajah bahagia para siswa memasuki ruangan kelas. Hari pertama masuk Diklat di Jalani Ivana dengan semangat. Ia juga mendapatkan teman baru selain Norma.
Ivana sangat bersemangat menjalani Diklat. Kadang ada praktek memasak juga. Ivana yang sudah terbiasa memasak sangat menyukai praktek ini. Tak terasa hampir enam bulan berjalan Ivana dan Norma menjalani Diklat ini. Besok adalah ujian kelulusan Diklat pramugari. Norma menerawang saat baru pertama kali menginjakan kaki di Kota Jogya.
"Van, ternyata besok kita ujian ya, nggak terasa kita akan lulus," ucap Norma sendu.
"Iya, yuk kita belajar aja, nggak usah mikir yang nggak- nggak.
"Van, nanti kalau udah kerja jadi Pramugari jangan lupakan aku ya,"
"Iya, tenang aja. Kamu juga ya,"
Norma menganguk, mereka berpelukan bak teletabies. Sebentar lagi akan terpisah oleh kesibukan masing- masing.
Bersambung..
Ivana terpana mendengar ucapan David.'What jadi istri! Ia ingin tertawa tapi di tahan. Tak ingin merendahkan laki-laki di hadapanya ini. Ia di ajarkan Ayahnya untuk menghargai laki-laki. Ivana terdiam sesaat, memikirkan cara menolak tak menyinggung perasaan David. Ia hanya ingin fokus bekerja di Penerbangan. Ada tanggungan yang harus di bayar, tak ingin buru- buru menjalin sebuah hubungan dengan seorang laki-lakiIvana menatap lekat David sambil menata kata- kata yang pas untuk di ucapkan."Makasih David, sudah sudi mencintai ku. Tapi maaf aku tak bisa menjadi istrimu, aku masih ingin bekerja.Deg.Sakit mendadak menjangkiti hati David. Di cerna segala kata- kata gadis manis di hadapanya. Tanganya mengepal Menahan nyeri yang bersarang di dada.Apa sesakit ini di tolak wanita yang di cintai? Batin DavidTapi David bersikap biasa saja dan berusaha tegar. Sebisa mungkin berpikiran positif. Ia ingin mendapat hat
Ivana menyesap kopi di hadapan ya. Pikiranya kalut memikirkan ucapan David. Ia tak habis sosok David. Apa dia orang gila? Huuhft tanya Ivana dalam hati. Ia tak ingin memikirkan itu. Lebih baik menyalakan shower, lalu berdiri di bawahnya. Air membasahi seluruh tubuhnya. Sedikit memberikan kesegaran di tubuhnya.Setengah jam kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di tubuhnya."Nih, ada telepon dari nomer tak di kenal, kayaknya David deh!" kata Lisa sembari menyerahkan ponsel ke pada Ivana. Ivana mengambil ponsel dari tangan Lisa. Tapi segera mematikan panggilan telepon itu."Kenapa di matikan Van?""Dah lah, aku males sama dia! Orang nggak jelas! Gangguin aja!""Terserah kamu deh! " ucap Lisa akhirnya mengalah. Tak ingin debat dengan temannya ini.Ivana menyisir rambutnya yang basah, kemudian memesan makanan online. Lisa sedari tadi sibuk chatingan sambil senyum-senyum. "Duh bikin iri aja deh
David tak kehilangan akal untuk mendapatkan gadis pujaaanya. Ia terbang menuju pontianak. Dalam hati ia terus berdoa berharap cintanya akan di terima. Sakit hati yang pernah di rasakan dulu membuatnya semakin yakin untuk memperjuangkan cintanya. rasa ini di hatinya. Kini David di Bandara. Sesampainya di Bandara David langsung chek in dan menuju kabin pesawat karena sebentar lagi tiba waktunya take off. Perjalanan udara menuju pontianak menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya hingga sang burung besi berhasil landibg di salah satu Bandara kota Pontianak. Pesawat terbang mulus ke Pontianak.'Bismillah' ucap David dalam hati sebelum melangkahkan kakinya keluar dari Pesawat. Saat itu suasana sangat ramai penumpang lain yang satu pesawat denganya berhamburan keluar dari pesawat menuju tempat tujuan masing-masing. David melihat Pesawat Ivana terpakir sempurna di Bandara. Harapan membuncah di dada lelaki tampan ini. Bertemu Ivana terb
Reta memperkenalkan diri. "Saya Reta pak. Kekasih David." Deg. "Kalau dia mau melamar putri Bapak tolong di tolak ya pak," Ayah Ivana melongo mendengar ucapan wanita di depanya ini. Padahal ia baru saja menyukai David. Tak tau kenapa begitu melihat David langsung suka. "Eeh ... iya nak, tenang saja. Jaga David ya jangan sampai hilang dari gengamanmu!" ucap Ayah Ivana agak emosi. Ayah Ivana mencoba menghubungi Ivana. Tapi tak bisa sinyalnya nggak ada 'Hmm ... mungkin di pesawat,' batin Ayah Ivana. Dia hanya mengirim chat. 'Ivana, apa kamu mengenal David?' 'Dia tadi kesini melamarmu? Apa dia kekasihmu?' Send ke Ivana. Suatu saat pasti di baca. Ivana baru aja turun dari pesawat. Ia bersama Lisa dan dua temen lainya. Ina dan Sofi. Lelah kentara di wajah mereka. Tangan satunya menenteng tas koper. Bayangan Bed Hotel menghantui Waj
Reta memarkirkan mobilnya di depan Rumah David. Ia ingin mengawasi siapa gerangan penganti dirinya. Setelah sejam dua jam berlalu akhirnya ada tanda- tanda David keluar dari rumahnya. Sebuah sedan mercedez milik David keluar. Segera Reta mengikutinya. 'Aku pastikan menemukan siapa Penganti kekasihku,' batin Reta. David melajukan mobilnya ke Rumah orang tua Ivana di kampung. Ia di beri tau informan semua tentang Ivana. David sangat senang. Saat berhasil menemukan semua tentang Ivana. Hatinya berbunga. Sepanjang perjalanan ia bersiul. Ingin segera menemukan rumahnya. Ketika masuk perkampungan Ivana. Ia bertanya tanya tentang Rumah Ivana. Ia berhasil menemukan rumah Ivana setelah bersabar tanya- tanya dengan orang kampung di situ. David tertegun. Rumah modern bercat krem berdiri di depanya. David menyiapkan batinya. "Assalamualaikum ...." "Walaikum salam ...." Laki- laki paruh baya keluar.
David meletakan koper di kamarnya. Ia merebahkan diri sambil menelungkup memeluk bantal. Bayangan Ivana melintas di pikiranya. Ia senyum sendiri tatkala Memori Ivana melintas. "Napa senyum- senyum? Di bilang bawa kesini Mama ingin kenalan calon istrimu ko!" Mamanya sudah ada di kamar David. "Ngagetin aja deh Ma," David bangkit duduk di atas bed. "Mama ... tolong sini duduk," "Ada apa Putra sulung Mama?" "Mama ...." David menatap lurus Ibunya. "Ada apa sih, hmmm!" "Mau minta kawin? Makanya kan udah Ibu bilang. Bawa kesini biar Mama bisa kenalan siapa namanya tadi ...." Mama nyerocos tanpa bisa di cegah. Bagai Kereta jalan atas rel. "Ivana ...." "Iya, Ivana." David menunduk sebentar kemudian ambil nafas di buang pelan. "Kenapa sih, ko teka- teki gini. Mama nanti migrain lho?