Share

Bab 4

Pelakor Itu Tanteku

"Fa, kamu tidak masak untuk makan siang?" tanya tante masuk ke kamarku.

"Tidak, Tan. Tadi Mas Pram telepon nanti pulang kerja sekalian membawa makanan."

"Oh," jawab tante singkat dan ikut merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Aku masih sibuk membaca ulang pesan lama dari Mas Pram. Sesuatu yang biasa, tapi membuatku semakin cinta dengan suamiku.

"Bau aroma, Pram," celetuk tante yang membuatku begitu kaget.

Aku melihat Tante Lili memeluk bantal yang di pakai Mas Pram dengan memejamkan matanya.

Kenapa dengan Tante? Apa yang sedang dia pikirkan?

"Tan," panggilku sambil menepuk tangannya.

"E - Eh, ada apa, Fa?" jawab dia begitu gugup.

"Harusnya Sifa yang tanya. Tante kenapa meluk bantalnya Mas Pram? Tadi aku dengar Tante juga menyebut nama Mas Pram," tanyaku menatap Tante Lili serius.

"Ngawur saja kamu, Fa. Mana mungkin aku menyebut nama suami kamu. Aku peluk bantal karena emang terbiasa, entah bantal siapapun."

Terlihat jelas kalau Tante Lili sedang ngeles, tadi jelas banget kok apa yang dia ucapkan.

Apa Tante sedang memikirkan hal yang aneh-aneh? Tapi masa iya, dia memikirkan hal seperti itu dengan suamiku. Ah ... mikir apa aku ini. Tidak mungkin lah Tante seperti itu. Tapi, ucapan tadi? Apa aku salah dengar?

"Mama ...," terdengar panggilan Fadil yang mengalihkan pikiranku.

Aku langsung bergegas keluar menuju kamar Fadil. Aku lihat Fadil belum mau bangun dari kasurnya, meskipun dia sudah bangun dari tidurnya.

"Fadil sudah bangun, Nak? Ayo ke kamar Mama!" ajakku. Tapi sepertinya Fadil masih ingin tiduran di kasurnya. Akhirnya aku pun menunggu Fadil di kamarnya.

Tidak berapa lama, aku mendengar suara mobil Mas Pram.

Tumben sudah pulang jam segini?

Aku berusaha mengajak Fadil untuk keluar, tetapi dia belum mau. Aku putuskan untuk tetap berada di kamarnya karena kalau aku tinggal pasti menangis.

Nanti Mas Pram pasti akan mencariku ke sini, kalau di kamar tidak ada.

Aku menemani Fadil dan mengelus punggungnya yang masih terlihat ngantuk.

"Fadil masih mau bobok?" tanyaku.

Fadil tidak menjawab dan matanya sudah terpejam. Aku menyanyikan lagu nina bobok kesukaannya. Dia pun terlihat sudah pules lagi tidurnya.

Saat ingin menyelimuti Fadil, tiba-tiba aku ingat kalau Tante Lili ada di kamarku. Dengan cepat aku langsung beranjak dari kasur. Alhasil Fadil yang sudah tertidur pulas terbangun. Aku segera menggendongnya dan bergegas menuju kamarku.

Pintu kamar tertutup? Terus Mas Pram ke mana? Tante Lili? Pikiranku sudah yang tidak-tidak.

"Mas, Mas Pram," teriakku sembari menggedor pintu kamar yang terkunci.

Kenapa harus di kunci?

"Mas, buka pintunya!"

"Se - sebentar, Fa, tadi ada kecoa masuk. Ini baru di cari sama Pram. Pintu tidak sengaja Tante kunci," jawab Tante Lili sangat tidak masuk akal.

Berarti, Mas Pram sama Tante Lili di dalam hanya berdua? Bertiga sama kecoa?

Tidak berapa lama, pintu kamar dibuka. Aku melihat wajah Mas Pram dan Tante Lili yang terlihat begitu tegang.

Aku menatap mereka dengan tatapan curiga. Aku lihat Mas Pram dari ujung kepala sampai ujung kaki, begitu juga dengan Tante Lili.

Tidak ada yang mencurigakan. Mas Pram masih rapi dengan hem yang dia pakai tadi pagi. Rambut Tante Lili terlihat kurang rapi, mungkin karena habis tiduran, pikirku.

"Tadi aku mencarimu, Sayang. Ternyata ada Tante Lili di kamar. Saat aku mau keluar, tiba-tiba ada kecoa di dekat meja rias kamu," jelas Mas Pram.

"I - Iya, Fa. Kamu sendiri tahu 'kan kalau Tante paling takut dengan kecoa dan tikus. Tante reflek menutup dan mengunci pintu, Fa."

Mereka berdua berlomba menjelaskan padaku apa yang terjadi. Padahal aku belum bertanya sepatah katapun pada mereka.

"Aku di kamar Fadil, Mas. Aku pikir kamu akan mencariku ke sana."

"Aku permisi dulu, ya," ucap tante menyela pembicaraan dan langsung keluar dari kamar.

Mas Pram mengambil Fadil dari gendonganku. Dia mengajakku ke ruang makan. Di sana banyak sekali bungkusan berisi makanan.

"Banyak sekali, Mas, beli makanannya?"

"Ngga apa-apa, Sayang. Semua makanan ini menu kesukaanmu."

Aku langsung membuka semua makanan tersebut dan menempatkan di piring.

"Ya sudah, mendingan Mas Pram ganti baju dulu! Setelah itu kita makan bersama! Aku akan panggil Tante Lili."

Aku berjalan menuju kamar Tante Lili. Pintu kamarnya tidak tertutup rapat. Aku melihat dia senyum-senyum sendiri. Seperti mengatakan sesuatu, tapi kurang jelas.

"Tan. Ayo kita makan siang bersama! Mas Pram beli makanan banyak sekali," ajakku dengan membuka pintu kamarnya lebih lebar.

"Baik, Fa."

Tante Lili langsung keluar dan menuju ruang makan bersamaku.

Di meja makan, Mas Pram dan Fadil sudah menunggu. Mas Pram memakai kaos hitam kesukaanku.

Dia memang suami yang selalu membuatku jatuh cinta setiap saat. Padahal awal bertemu, aku sangat sebel dengan dia, tapi Mas Pram tidak pernah putus asa mendekatiku. Sampai akhirnya kami bersatu dalam ikatan pernikahan.

Kami semua sudah duduk di meja makan. Menu makanan yang dibeli Mas Pram sangat komplit.

"Kamu mau makan pake apa, Mas?" tanyaku menawarkan.

Aku mengambilkan cumi saus tiram kesukaannya.

"Aku juga mau dong, Fa," ucap tante, dia menyodorkan piringnya.

Aku pun mengambilkan untuk Tante Lili juga.

Seperti biasa, aku makan sambil menyuapi Fadil. Saat menoleh ke arah Mas Pram, aku melihat dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Entah apa.

"Mas, kamu kenapa?" tanyaku memastikan.

"Tidak apa-apa, Sayang," jawabnya lembut dan mengulas senyum.

"Tumben kamu pulang jam segini, Pram?" sela tante.

"Kangen sama istriku dan juga Fadil," jawab Mas Pram ketus.

Aku melihat sikap mereka berdua seperti ada yang aneh. Mereka begitu kaku akhir-akhir ini. Mas Pram juga cuek dengan Tante Lili. Sedangkan Tante Lili sering kupergoki menatap Mas Pram diam-diam.

Sebenarnya ada apa dengan mereka?

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status