Share

Dosa yang sama

Penulis: Athalaz
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-02 07:18:00

Maya memukul tangan yang membekapnya, dia di seret ke toilet.

Setelah mereka masuk ke dalam toilet wanita, barulah bekapan di mulutnya di lepas.

Maya berbalik, saat melihat siapa orang tersebut. Dia mendengus kesal.

“Heh, apa sih mau kamu?” tanyanya pada orang tersebut.

“Nggak salah! Harusnya aku yang nanya, ngapain kamu di sini? Ngikutin kami!” tuduh gadis yang tak lain adalah Mira.

Tadi dia dan ibunya ke kantin untuk sarapan, sesampainya di kantin mereka berinisiatif menawarkan kepada Danu untuk dibelikan makanan. Tapi, saat di hubungi hapenya tak aktif.

Maka Mira menyusul kakaknya itu, saat melihat Maya mendekat. Dia langsung berlari kemudian membekap dan menyeret wanita itu ke toilet.

“Jangan asal ngomong, aku mau ke apotik,” ucap Maya santai.

“Apotik atau apotek? Namanya pelakor nggak akan mau bicara yang sebenarnya,” ejek Mira.

Maya memutar bola matanya. “Terus! Ngapain kamu bawa aku ke sini?” tanya Maya ketus.

“Aku bawa kamu ke sini, karena tempat ini pantas buat kotoran seperti kamu,” hina Mira lagi.

Entah mengapa jika melihat muka Maya, dia tak tahan untuk mengeluarkan kata-kata kasar.

“Hehehehe, boleh saja kamu menganggap aku kotoran. Tapi, kakak kamu suka aku, berarti dia suka kotoran,” balas Maya sambil tersenyum sinis.

Wajah Mira memerah. “Dasar pelakor!! “

“Jaga mulutmu, atau ku sumpal dengan sendalku,” ancam Maya.

“Coba kalau berani!” tantang Mira.

“Ka—“

Belum selesai Maya berucap, pintu toilet terbuka, masuklah dua orang yang tak mereka kenal.

Melihat hal itu, memberi kesempatan untuk Maya pergi dari situ.

“Awas, kamu!” ancam Maya sebelum berlalu pergi.

Dia tetap meneruskan langkahnya ke apotik, saat melewati ruang ICU, matanya awas mencari Danu. Sayang, orang yang di cari sudah tak ada.

Langkah Maya yang tadinya semangat, berubah gontai. Setengah malas dia memasuki apotik, memberikan resep yang di berikan, setelah menunggu sebentar, obat yang dia tunggu telah siap.

Kembali dia keluar menyusuri koridor rumah sakit, niatnya segera pulang kerumah.

“Aduh,” pekik Maya.

Dirinya di tabrak seseorang. “Kalau jalan liat-liat dong,”

Maya tertegun setelah mengatakan itu, hatinya tiba-tiba menghangat, ternyata yang menabraknya barusan adalah Danu.

Danu bergeming, baru saja dia berjanji untuk melupakan Maya demi Airin. Ternyata, Tuhan kembali mempertemukan mereka di sini.

“Sayang, kamu kenapa?” Maya mengelus lembut pundak Danu.

Danu tak menjawab, hatinya masih bimbang.

Bukan dia sudah tak mencintai Maya, tapi tidak etis rasanya bertemu selingkuhan di saat istrinya berjuang melawan maut.

“Aku nggak apa-apa,” jawab Danu, tangannya sengaja menepis tamgan Maya yang masih mengusap bahunya.

“Tapi.... “

“Kamu, pulang dulu. Nanti aku hubungi,” perintah Danu.

Setelah mengatakan itu, Danu melangkah pergi.

Tak terima di tinggalkan, Maya mengikuti langkah Danu.  Belum beberapa langkah, terdengar teriakan.

“Heh, pelakor! Ngapain kamu ikuti anak saya?”

Ternyata bu Marni yang berteriak,orang-orang yang sedang berada di tempat tersebut serentak menatap ke arah Maya dan Danu.

“Bapak-bapak, Ibu-ibu, wanita ini pelakor, dia yang mengganggu hubungan rumah tangga anak saya dan istrinya. Sekarang menantu saya di rawat di sini, ehh... dia nyusulin anak saya,” terang bu Marni.

Tak mau mendapat masalah, Maya menghentakkan kaki kemudian meninggalkan Danu dan ibunya.

“Bu, ngapain sih, teriak kayak gitu. Bikin malu!” protes Danu, setelah Maya pergi.

“Kamu itu, istri sakit, bukannya berdoa malah ketemu selingkuhan!” ucap bu Marni.

Danu diam saja, dia malas meladeni ibunya yang salah paham.

Tanpa mereka ketahui, ternyata dari tadi Andika, kakak Airin melihat Danu dan Maya.

Susah payah Intan menenangkan Andika. “Jangan terpancing, kamu fokus dulu sama kesembuhan Airin, urusan mereka gampang.”

*****

Danu bersyukur, Airin masih bisa tertolong. Walaupun masih dalam kondisi kritis, tapi setidaknya masih ada harapan.

Selama seminggu di rawat di rumah sakit, Danu selalu berada di sampingnya. Tak sedetik pun dia beranjak, bahkan untuk makanan dia selalu di antarkan.

Melihat hal tersebut, bu Marni dan Mira sangat bahagia, bahkan Mira rela mencuri hape Danu, supaya dia tak bisa menelpon Maya.

Karena fokus dengan Airin, Danu tak lagi memikirkan Maya, pelan-pelan nama wanita itu telah hilang dari ingatannya.

Jika Danu bisa dengan mudah melupakan Maya, lain lagi dengan Maya.

Sudah beberapa hari ini dia gelisah, tak bisa tidur karena memikirkan Danu.

“Tidak boleh seperti ini, aku harus menemui Danu, menanyakan kejelasan hubungan kami,” fikir Maya.

“Tapi, bagaimana caranya supaya aku bisa bertemu dengannya? Aku ke kantornya dia tak ada, ke rumahnya juga tak ada orang. Mau tak mau, aku harus ke rumah sakit.”

Sore itu, Maya dengan mantap melangkahkan kakinya ke rumah sakit, beruntung saat memasuki parkiran di lihatnya Danu turun dari mobil.

Maya mengamati kekasihnya, menunggu beberapa saat. Setelah yakin kalau dia sendirian, barulah Maya mengikuti Danu.

Di Koridor yang lenggang, Maya menarik tangan Danu untuk ikut dengannya.

Sesaat Danu kaget, tapi saat menyadari kalau itu Maya. Dia tak jadi berontak.

Rasa rindu tiba-tiba muncul di hatinya, ada perasaan yang menuntut untuk di keluarkan.

Maya menariknya meninggalkan rumah sakit, dalam perjalanan. Danu tak lepas menatap Maya, mengapa di matanya Maya begitu cantik.

Untuk sesaat Airin hilang dari ingatannya, hanya Maya yang bertahta di kelopak mata Danu.

Pelan mobil yang mereka naiki memasuki kawasan hotel bintang lima, Maya sudah menyiapkan semua.

Dia ingin membuktikan, apakah benar Danu tak menginginkannya lagi.

Sampai di depan hotel, mereka memasuki loby, Maya mendekati resepsionis. Menanyakan kamar yang telah dia booking, setelah mendapatkan kunci kamar.

Ditariknya, tangan Danu dengan lembut. Tak ada penolakan, dia bagai kerbau yang di cucuk lobang hidungnya.

Menurut kemanapun dia di tarik, mereka menaiki tangga menuju lantai lima, kemudian menyusuri koridor hotel yang berwarna putih gading.

Sampai ke kamar 505, Maya membuka pintu, menuntun Danu masuk ke dalam kamar.

Lagi, Danu tak mampu menahan dirinya. Godaan dari Maya terlalu menantang untuk dia  lewatkan.

Ranjang Hotel kembali jadi saksi pertemuan dua insan. Kembali, malaikat mencatat dosa mereka.

Saat Danu dan Maya melepaskan kerinduan mereka, hape Danu terus saja berdering, nama Mira berkali-kali memanggil.

Entah apa yang terjadi dengan Airin.

*****

(Yang sayang Airin, do'ain yagh, semoga dia tak kenapa-kenapa, untuk Maya. Doakan juga supaya sadar, jangan doa yang jelek yah)

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Bolehkah?

    "Kok, Mama ada disini?" tanya Bunga.Dia berjalan pincang ke arah tante Rani, wanita paruh baya itu hanya tertunduk lemas, dia malas menanggapi pertanyaan putrinya.Dari tadi dia merutuki diri, kenapa mau datang ke kantor polisi, selama ini dia memang menghindari tempat itu, semua urusan yang berkaitan dengan kantor polisi, dia selalu wakilkan kepada anak buahnya.Tak mendapatkan respon, Bunga kembali bertanya. "Ma, kok Mama disini?""Sudah, diam! Mama pusing, ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak bikin ulah, tidak mungkin mama kesini, tidak mungkin mama bertemu Jo, dan tidak mungkin mama masuk penjara!" teriak tante Rani.Dia bahkan mulai menarik rambut Bunga dan mencekik wanita itu."To— lo— ng, to— long!" teriak Bunga, dia berusaha menahan tante Rani yang mencekiknya, kakinya yang masih sangat sakit, membuat gerakannya terbatas

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Semuanya Terbongkar

    "Silahkan!" ucap petugas.Mona mengambil hapenya di atas meja, lalu menelpon nomor pak Andreas, sayangnya nomor tersebut sudah tak aktif, Mona mencobanya berulang-ulang, tapi tetap saja tak bisa dihubungi.Wajah Mona yang tadinya tidak terlalu takut, kini menjadi pucat, merasa usahanya sia-sia, dia kembali menyimpan hapenya.Melihat hal tersebut, petugas memulai interogasi, Mona menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan oleh petugas, setelah dua jam interogasi, Mona di nyatakan tidak ada sangkut pautnya dengan pembakaran rumah Adam, hanya dia di ganjar dengan pasal tentang penyalahgunaan narkotika. Sehingga dia tetap di tahan dan berkasnya akan segera di limpahkan setelah lengkap.Hamid juga di interogasi, dia awalnya tidak mau menjawab jika tak di dampingi pengacara, setelah menelpon pengacara dan si pengacara datang, barulah dia mau di interogasi. Sama halnya dengan Mona, Hamid di interogasi sela

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Bunga Tertembak

    "Jadi begini kelakuan kamu di belakang aku?" tanya Bunga, sebuah balok kayu dia pegang. Napasnya memburu karena emosi, wajahnya yang hitam manis berubah menjadi merah.Mata Bunga nyalang, menatap kedua manusia yang sedang berbagi peluh. Setengah meringis, Hamid bangkit lalu berdiri menghadap Bunga."Kamu apa-apaan?" tanya Hamid, dia balik marah kepada Bunga."Kamu yang apa-apaan? Kamu suami aku, kenapa berdua dengan wanita seperti ini!" Bunga maju dan menarik Mona hingga terjatuh dari Sofa."Aduh," teriak wanita itu.Tangannya memegang, tangan Bunga yang sedang menarik rambut Mona. Tak merasa puas, karena di halangi oleh Hamid. Bunga melompat dan menekan Mona yang terbaring dengan menggunakan lutut.Tangan Bunga menarik rambut Mona, lalu membenturkan kepala wanita itu ke lantai, susah payah Hamid menarik Bunga. Namun, wanita itu tak mau mengalah, dia ba

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Ke rumah Mona

    Pak Andreas dan Adam menempati apartemen milik Irfan, karena besok subuh pak Andreas akan menyusul anak dan istrinya ke Luar Negeri, maka malam itu juga dia meminta Adam untuk menemaninya ke suatu tempat.Setelah membeli tiket dan mengecek dokumen yang dibutuhkan untuk perjalanan, pak Andreas mulai menunjukkan tempat yang ingin dia datangi.Dia sudah berjanji untuk mengabulkan permintaan Adam, dia harus melakukannya malam ini, karena dia tidak bisa memastikan kapan dia akan pulang ke Indonesia.Adam mengendarai mobilnya, mengantar pak Andreas ke tempat Mona, entah apa yang ingin dilakukan lelaki itu pada sugar baby nya."Sebelum ke rumah Mona, singgah sebentar di Indoapril depan kompleks nya," pinta pak Andreas.Adam hanya mengangguk, seperti di awal, dia hanya meminta pak Andreas menghancurkan Hamid, bagaimana caranya? Ya, terserah!

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   POV Hamid

    Aku memandangi tubuh polos tante Rani yang kini sedang berbaring di sofa yang berwarna merah, lampu ruang kerja yang temaram membuat tubuh tante Rani terlihat indah.Berkali-kali aku harus menelan saliva, agar Junior tak meminta keluar sebelum waktunya.Sejak kecil, tante Rani merupakan salah satu orang yang menjadi fantasi ku, hanya saja sepupuku Adam tak pernah membiarkanku berduaan dengan wanita itu, dia selalu saja mengekor jika tante Rani mengajakku berbelanja atau membeli permen.Body tante Rani yang seksi dengan dua gundukan besar di dadanya membuat aku semakin penasaran.Beranjak dewasa, fantasiku tentang wanita seksi semakin menjadi, apalagi tiap malam kami di suguhi pemandangan yang sangat menggoda. Puluhan wanita akan duduk di ruang tamu menunggu pengunjung, setelah lelaki hidung belang membooking. Maka mereka akan masuk ke sebuah kamar dan tak lama terdengar la

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Tante Rani dan Hamid

    DuarrrTerdengar bunyi tabrakan yang sangat besar, pak Andreas dan Adam terbanting, untung saja mobil tak terbalik. Hanya body belakang mobil penyok dan berasap.Tanpa aba-aba, mereka berdua kompak segera keluar dari mobil.Pak Andreas tersungkur ke tanah, tak lupa dia sujud syukur, Adam membaringkan diri di tanah, dia tak mengira bisa melakukan hal seperti tadi.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Adam segera menelpon seorang temannya untuk menjemput mereka. Dia melarang pak Andreas menelpon sopir ataupun orang-orang yang bekerja dengannya, takut di antara mereka adalah mata-mata."Sepertinya aku harus menyeleksi mereka lagi," gumam pak Andreas.Adam hanya melirik sesaat, dia tau bagaimana rasanya di khianati orang yang paling dipercaya."Jadi sampai kapan aku harus bersembunyi?" tanya pak Andreas."Anda tidak haru

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Menyelamatkan Pak Andreas

    "Pergi kamu!" usir pak Andreas, matanya nyalang menatap tak suka pada Adam.Tangannya hendak menjangkau telpon, Adam segera menahannya."Hentikan pikiran Anda untuk memanggil security, itu tak akan cukup kalau aku berniat membunuh Anda." Adam berkata sombong.Pak Andreas mengurungkan niatnya, dia duduk kembali di tempatnya dengan wajah kuyu."Mau kamu apa sebenarnya?" tanya pak Andreas."Aku sudah bilang dari awal, Anda saja tidak percaya. Sekarang, ku tanya sekali lagi. Maukah Anda menghancurkan lelaki di dalam foto, maka aku akan melindungi Anda." ucap Adam."Baiklah, aku akan membantumu," ucap pak Andreas, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia baru tau kalau didepannya adalah si Penyair Perang, pembunuh bayaran yang terkenal dikalangan mafia."Asal Anda tau, awalnya saya yang diminta untuk membunuh Anda, hari ini adalah jadwal kematian And

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Membujuk Alika

    "Apa ini?" tanya AIPTU Wawan."Ini pelaku pembakaran, tadi dia ada disini, aku berhasil melumpuhkannya," jelas Adam."Kalau begitu, kita segera ke kantor, untuk membuat laporan supaya bisa di proses secepatnya," ujar AIPTU Wawan."Boleh, Pak. Tapi, apakah saya bisa minta tolong untuk pelakunya tak dirilis dulu, takutnya dalangnya kabur sebelum bukti cukup untuk menangkapnya," ujar Adam."Bisa saja, nanti kita bicarakan di kantor saja." Mereka akhirnya bersama-sama ke kantor polisi, mereka memakai mobil Adam, sedangkan AIPTU Wawan mengikuti mereka dari belakang.TKP masih dalam proses pemadaman, pihak kepolisian belum berani melakukan investigasi, takut tempatnya masih berbahaya. Polisi belum mengeluarkan statement apapun terkait sebab kebakaran tersebut.Sampai di kantor polisi, Adam di arahkan untuk membuat laporan, sementara lelaki yang berada di bagasi seg

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Pelaku Pembakaran

    "Kebakaran, kebakaran, Tuan, kebakaran.""Aduh," teriak Adam, ketika doa membuka mata dan ingin segera bangun, dia malah terjatuh.Ternyata, apa yang tadi dia lakukan hanya mimpi, Adam semakin meringis."Tuan, kebakaran!" teriak mbak Nur yang sudah berada di depan Adam, dia membantu Adam bangkit.Peluh sudah membanjiri wajah mbak Nur, rasa panik tergambar jelas, Adam memaksakan diri untuk bangkit, rasa nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya berusaha dia tahan."Mbak jangan panik, cepat panggil Alika, aku akan periksa pintu dan jendela," perintah Adam."Baik, Tuan." Mbak Nur gegas berlari ke kamar Alika, dia menggedor pintu majikannya dengan sangat cepat, tak lama, muncul wajah jutek Alika."Mbak kenapa?" tanyanya."Kebakaran, Nyonya." ucap mbak Nur."Apaaaa, kebakaran?" Mata Ali

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status