Share

9. Tentang Haikal

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-22 11:58:14

Di sebuah mansion mewah berkonsep klasik-kontemporer, para pelayan cantik yang mengenakan seragam khusus menyambut kedatangan majikan mereka. Seorang butler langsung menyambut Elia Mariyam dan membawakan barang bawaannya sedangkan pelayan yang lain langsung meraih jaket wol yang dikenakan olehnya dan langsung menaruhnya dengan menggantungnya pada gantungan besi etnik.

Pelayan yang lain juga segera menyambut kedatangan tuan majikannya yang tak lain Haikal sang putra semata wayang yang berjalan di belakang sang ibu. Beberapa pelayan muda seringkali berlomba agar bisa bertemu, bercengkerama dan melayani tuan muda mereka yang terlihat sangat tampan berwajah khas timur tengah. Namun Haikal tidak suka diperlakuan semacam itu.

Apalagi rambut Haikal yang gondrong sedikit ikal tampak menampakkan sisi maskulin seorang lelaki macho, membuat para gadis menjerit melihatnya. Padahal Haikal tak pernah berniat menggoda para hawa dengan penampilannya yang paripurna, terkesan cowok badboy dengan setelan kasual, celana jeans robek-robek yang dipadupadankan dengan sepatu sneaker. Namun dia memiliki pesona bagaikan magnet yang bisa menarik lawan jenis ke dalam pangkuannya andai dia mau.

“Tuan, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang butler senior menghampiri tuannya. Pasalnya tuannya baru pulang dari rumah sakit karena mengalami kecelakaan.

“Tidak, terima kasih,” jawab Haikal irit bicara. “Oh ya Pak Ri, panggil saya Mas saja! Kita tinggal di Indo bukan di Wentworth Woodhouse,” ucap Haikal lalu bersiul. Dia berjalan menuju kamarnya dengan memilih menaiki anak tangga yang dibalut karpet merah mewah dari pada menaiki lift.

Para pelayan terkekeh mendengar tuan muda mereka berbicara yang santai tidak seperti tuan muda pada umumnya yang gila hormat.

“Mas Haikal … aw … aw …” kata pelayan muda yang begitu terobsesi dengan majikannya.

“Aku padamu, Mas,” kata pelayan yang lain.

“Diamlah! Jangan kurang ajar nanti terdengar Nyonya besar,” ucap Hairi butler senior di mansion tersebut dan langsung membubarkan para pelayan.

Tanpa bantuan pelayan, Haikal langsung menyeret koper berisi pakaiannya dan membawa ke kamarnya di lantai dua. Dia tidak sudi menerima bantuan pelayan yang padahal sedari tadi mengikuti langkah kakinya agar bisa melayaninya. Namun pelayan cukup mafhum dengan sikap majikannya bahwa dia memang terbiasa mandiri dan melakukan hal sendiri sewaktu tinggal di apartemen. Semenjak duduk di bangku kuliah dia lebih memilih tinggal di apartemen seorang diri.

“Apakah Tuan membutuhkan sesuatu?” tanya pelayan lelaki dengan sedikit gugup tatkala mereka tiba di lantai dua kamarnya. Tanpa sepatah kata dia mengikuti majikannya seumpama bayangan.

Haikal menoleh setelah membuka pintu kamarnya. “Sudah aku bilang, aku tidak butuh bantuan. Kamu tuli? Menyingkirlah dari hadapanku!” ucap Haikal bernada dingin. “Satu lagi, panggil aku Mas atau apalah asal jangan dipanggil Tuan!”

“Baik Tuan … eh … Mas Haikal,” sahut pelayan itu dengan mengangguk takut.

Haikal langsung mendorong kopernya ke sembarang arah hingga terjungkal. Lalu dia membanting pintu raksasa kamarnya hingga menciptakan gema suara yang menakutkan. Pelayan lelaki yang baru saja melangkah dekat lift langsung terdiam karena gendang telinganya terusik dengan bunyi pintu yang dibanting.

‘Tuan muda aneh,’ gumamnya menggelengkan kepala.

Haikal memegangi perutnya yang masih terasa sakit dan perih. Dia merebahkan tubuhnya untuk beristirahat. Rupanya dia masih sakit tetapi tak pernah memperlihatkan rasa sakitnya ataupun mengeluh. Baginya sakit fisik tak seberapa jika dibandingkan sakit psikis yang dideritanya sebab dia terpaksa harus berpisah dengan ayah kandung dan adik kesayangannya.

Beberapa kali kekasihnya meneleponnya tetapi dia malas mengangkatnya. Alasannya dia tengah kesal karena terpaksa harus mengikuti keinginan Elia untuk tinggal di mansion miliknya bersama ayah sambungnya. Pun, kesal pada Zaara yang menolak pemberiannya. Dia berpikir Zaara seperti para gadis umumnya tetapi di luar dugaan dia gadis yang berbeda.

“Aku nyaris lupa siapa namamu?” gumam Haikal sembari memejamkan matanya dan berusaha mengingat senyum gadis itu yang terasa hangat.

Sejurus kemudian Haikal membuka matanya perlahan. Dia bangun lalu duduk dengan menyandar pada kepala ranjang. Dia merutuki dirinya sendiri atas kenakalan isi kepalanya mengingat gadis lain padahal dia sudah bertunangan.

Karena merasa bersalah, Haikal menengok ponselnya lalu menelepon balik kekasihnya itu. Mungkin kekasihnya marah sebab sudah lebih dari dua puluh kali dia menelepon tetapi tidak diangkat. Sedetik kemudian Haikal yang mengidap temperamen akut langsung melempar ponselnya ke dinding sehingga menyebabkan ponselnya pecah menjadi beberapa bagian. Entah ponsel ke berapa yang dia banting saat dia meledak-ledak meluapkan emosinya. Safira benar-benar marah karena kekasihnya sudah mengabaikan panggilannya.

Jam makan siang sudah tiba. Seorang house keeper sudah memanggilnya lewat interkom di depan kamarnya, membuat Haikal terpaksa bangun dan menyeret ke dua tungkai kakinya malas menuju ruang makan megah yang berada di lantai satu.

Tampak Elia Mariam dan Edi Mahardika sang ayah sambung duduk di ruang makan. Mereka tengah berbincang hangat dan mesra sebagaimana pasangan suami istri yang awet meski usia pernikahan telah berlangsung lama.

Haikal bahagia melihat sang ibu tetapi sedih di saat yang sama sebab Elia tersenyum bukan karena Harun ayah kandungnya melainkan lelaki lain yang mungkin mampu memperlakukan ibunya dengan sangat istimewa.

Haikal duduk berseberangan dengan mereka. Dia tak berkata sepatah katapun dan hanya langsung menarik piring porselen yang sudah diisi dengan toast. Dia meraih garpu dan pisau untuk memotong roti miliknya. Dia langsung melahapnya dalam waktu yang super singkat.

Baik Elia dan Edi cukup mafhum pada sikap Haikal yang terlihat dingin. Atau bisa dikatakan lebih baik sekarang karena Haikal bersedia duduk satu meja dengan ayah sambungnya.

“Jadi kamu bersedia ke kantor menggantikan Daddy?” cetus Edi Mahardika seketika menghentikan kunyahan roti yang masih tersisa di dalam mulut Haikal. Buru-buru dia menelannya kasar dan meneguk lemon yang dicampur madu.

Batin Elia berdebar-debar. Semoga saja anaknya tersebut tidak berulah lagi agar kehidupan rumah tangganya tenang. Edi sudah menekan egonya beberapa tahun terakhir dalam menghadapi Haikal yang sudah bukan anak remaja lagi. Di usianya yang menginjak tiga puluh tahun Haikal masih bersikap labil dan tidak dewasa sama sekali.

Haikal terlihat menarik nafas dalam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Camelia
haikal ohhh haikal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   122. Pengantin pengganti (tamat)

    Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   121. Meminta restu

    Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   120. Lamaran Haidar

    “Di mana Safira?” pekik Haikal ketika kakinya menginjak lantai sebuah apartemen. Kini Safira berada di apartemen miliknya karena lokasinya dekat dengan lokasi shooting di mana dia bekerja. Saat ini Safira Nasution memperoleh tawaran dari salah satu perusahaan advertising untuk menjadi model iklan kosmetik kecantikan.Kean yang merupakan pengawal pribadi Safira langsung menghadang jalan Haikal. Kebetulan Kean saat itu berada di luar pintu apartemen.Kean ditugasi Safira untuk berjaga di depan pintu masuk karena sang nona muda tak ingin diganggu. Dia ingin istirahat sejenak karena letih begadang beberapa hari setelah melakukan shooting.“Nona Safir tak bisa diganggu! Beliau sedang istirahat.”Kean menjawab dengan nada tegas, berharap Haikal akan segera pergi dari sana dan tak mencari gara-gara lagi dengannya. Seingat Kean, Haikal terakhir kali menghajarnya bertubi-tubi.“Aku harus bertemu dengannya sekarang! Minggir kau!” titah Haikal dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Haikal mem

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   119. Gamang

    “Kau habis dari mana?” tanya Elia berkacak pinggang saat menyambut kedatangan Haikal malam itu. Sepulang mengantar Zaara ke klinik Haikal memutuskan pulang ke kediaman sang ibu karena ada hal yang harus dibicarakan dengannya. Haikal akan mengabari tentang batalnya pernikahan di antara dirinya dan Safira sehingga ibunya tidak akan mempermasalahkannya lagi. Namun tentu Haikal tidak akan langsung mengabari malam itu karena dirinya sudah cukup letih. Dia baru akan mengabari sang ibu keesokan harinya.Siapa sangka, Elia terbangun saat mendengar suara deru mesin mobil Haikal. Melihat kedatangan putranya tersebut, Elia keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama tidur berbentuk kimono, menghampiri Haikal yang baru saja masuk dengan wajah letih dan pakaian yang berantakan.“Belum tidur Mom?”Haikal hanya menimpali sang ibu dengan begitu santai. Dia berjalan melewatinya menuju kamarnya. “Aku mau istirahat Mom! Besok kita bicara. Aku letih.” Haikal memijit pelipisnya.“Tunggu, kita bicara sek

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   118. Selamat

    Tenggorokan Zaara terasa terbakar setelah dipaksa minum minuman cairan berwarna merah oleh pria tua bangka berperut buncit. Entah minuman apa yang diberikan olehnya. Tubuhnya terasa panas dan dia ingin sekali melepas pakaiannya saking merasa kepanasan. Namun dia berusaha menahan diri untuk tetap menjaga kewarasannya. Zaara sama sekali tak memahami reaksi tubuhnya. Dia sampai mengepalkan jemari tangannya pada lantai agar efek tersebut hilang.Pria itu hanya tersenyum miring melihat Zaara terlihat gelisah dan kepanasan. Saat Zaara akan melompat dari balkon, pria itu segera menyeret Zaara masuk ke dalam kamar tersebut setelah memaksanya minum.“Argh, apa ini? Kenapa dengan tubuhku. Panas sekali. Aku tak tahan. Aku harus mengguyur tubuhku dengan air dingin.”Zaara bergumam tak karuan. Namun karena pria tua masih berdiri di hadapannya, Zaara menahan diri untuk tidak melewatinya. Pria itu berdiri tepat di depan Zaara yang duduk bersimpuh dengan kondisi memprihatinkan.Pria tua mengambil pon

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   117. Aksi heroik

    Karena menghindari pengendara yang ugal-ugalan Haikal justru membanting stir dan dia nyaris menabrak seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutih tengah berjalan kaki di sisi jalan. Saat itu dia sedang dalam perjalanan menuju istal kuda milik keluarganya. Untuk menghilangkan rasa penat karena begitu banyak beban yang menghimpit pikirannya dia berencana akan berkuda.Pria tua itu baru saja keluar dari pintu parkiran area rumah sakit. Akhirnya dia jatuh bersimpuh karena kaget. Lututnya terbentur jalan beraspal. Pasti terasa sakit sekali apalagi usianya sudah tak lagi muda.Haikal pun segera menepikan kendaraan beroda empatnya ke tepi jalan dan segera turun untuk menghampiri pria itu. Dia harus memastikan jika pria tua itu baik-baik saja. Jika terjadi apa-apa dengannya maka dia akan bertanggung jawab untuk mengobatinya. Seperti itulah yang seharusnya Haikal lakukan.“Pak, maafkan saya. Bapak tidak apa-apa?” tanya Haikal dengan ke dua tangan berusaha merengkuhnya, membantu bapak tadi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status