Share

Bab 6

Author: Mrs.Jeon
last update Last Updated: 2025-05-15 03:03:19

Pada awalnya, Scarlett mengabaikan ucapan para peramal. Namun, ketika semua ramalan yang ia dengar mulai terdengar serupa, ia tak bisa tidak memikirkannya dengan lebih serius. Apa pun yang akan terjadi antara dirinya dan Tristan, Scarlett merasa sudah saatnya ia segera memulai rencana untuk memiliki anak.

Usai makan malam dan meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia tengah mengurus kasus, Scarlett pun berangkat, meninggalkan rumah besar keluarga Wilson yang megah.

Sesampainya di Bougenville Residence, begitu ia melangkah masuk, Melly segera menghampirinya dengan penuh semangat. “Nona Scarlett, Tuan Tristan telah kembali.”

Tangan Scarlett terhenti di udara saat ia hendak menggantung tasnya. Ia tampak terkejut.

Ternyata Tristan memang tidak bisa benar-benar menjauh. Sepertinya Lucian berhasil memberinya tekanan.

Scarlett terdiam sejenak sebelum Melly, yang tampak tidak mampu menyembunyikan kegembiraannya, berkata, “Tadi saya naik ke atas untuk mengganti seprai. Saya melihat Tuan Tristan membawa pakaian ke kamar mandi. Sepertinya beliau akan bermalam di sini.”

Ketika suaminya pulang, bahkan para pelayan pun menunjukkan kegembiraan, seolah ia adalah seorang ratu yang akhirnya mendapatkan kunjungan dari sang raja. Dalam hati, Scarlett hanya bisa menertawakan dirinya sendiri.

Setelah mengenakan sandal rumahnya, Scarlett tersenyum dan berkata, “Baiklah, aku akan naik dan melihatnya.”

Ia membuka pintu kamar tidur dan mendapati Tristan baru saja keluar dari kamar mandi. Scarlett tertawa kecil, “Akhirnya kamu kembali. Tunggu sebentar, aku mau mandi dulu.”

Tristan menatapnya dengan ekspresi kesal. “Scarlett, apa kamu tidak bisa memikirkan hal lain?”

Scarlett terkekeh pelan. “Apa salahnya mandi setelah pulang ke rumah? Lagi pula, kalau aku tidak merasa tergoda saat melihatmu, justru kamu yang akan kecewa.”

Tristan pun terdiam.

Sekitar empat puluh menit kemudian, Scarlett keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar dan pikiran jernih. Ia melihat Tristan sedang bersandar santai di tempat tidur sambil membaca buku, dengan kacamata berbingkai emas bertengger di hidungnya.

Merasa segar dan penuh semangat, Scarlett mendekatinya. “Kalau kamu tidak siap malam ini, aku bisa ikut ke dokter bersamamu.”

Tristan menatapnya dengan dingin, membuat Scarlett buru-buru mengalihkan pembicaraan. “Tidak mau membahas itu, ya? Baiklah, kita bicarakan hal lain saja, yang lebih serius.”

Tristan meletakkan bukunya dan untuk sekali ini suaranya terdengar lembut, “Apa kamu sudah benar-benar memutuskan soal perceraian?”

Scarlett menjawab cepat, “Apa tidak bisa berpikir positif sedikit saja?” Sambil berkata begitu, ia lebih mendekat.

Tristan menunduk dan melihat Scarlett melingkarkan tangan di lehernya. “Bagaimana dengan menjadi penasihat hukum untuk King International? Bisa tidak kalau kita—”

Ia belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika Tristan memotong tajam, “Jangan pernah coba-coba.”

“Ayolah!” protes Scarlett. “Apa bedanya sih firma lain dengan United Law LLP? Kalau memang ada syarat, kita bicarakan saja.”

Tristan memandangnya dengan sinis, sebuah senyuman tipis muncul di sudut bibirnya. “Mau negosiasi? Dengan aturan tak tertulis seperti itu? Scarlett, bahkan kalau kamu yang membayarku pun, aku tidak akan menerimamu. Apalagi kalau aku yang harus membayar kamu.”

Scarlett memang memesona, tipe wanita yang mudah membayangi pikiran siapa pun, tetapi Tristan sudah bisa membaca siasatnya sejak ia masuk ke kamar itu.

Dengan sikap yang tetap dingin, Tristan tak bereaksi ketika Scarlett mulai bermain-main dengan cuping telinganya. “Kalau begitu, bagaimana kalau aku yang bayar jasanya, dan kamu berikan aku seorang anak?”

Tristan mendongak, “Agar anak laki-lakimu bisa mewarisi hartaku? Teruskan saja mimpimu.”

Dua tahun menjalani pernikahan, Tristan sadar bahwa Scarlett hanya tertarik punya anak ketika melihatnya, dan itu membuatnya merasa seperti sekadar alat untuk mencapai tujuan.

Scarlett tertawa kecil, “Siapa bilang pasti anak laki-laki? Bagaimana kalau ternyata anak perempuan? Atau begini saja, aku buat perjanjian tertulis bahwa anakku tidak akan mewarisi hartamu.”

Pernyataan itu justru membuat Tristan semakin enggan.

Aroma keintiman mulai memenuhi ruangan, suasana menjadi tegang dan sarat hasrat. Gaun tidur Scarlett melorot dari bahu, memperlihatkan kulit lembut dan lekuk tubuh Scarlett. Ia terus mendekat ke arah Tristan.

Ponsel Tristan yang tergeletak di meja samping tempat tidur tiba-tiba bergetar. Suara itu membuyarkan lamunan Tristan. Ia segera melepaskan Scarlett dan meraih ponselnya. Mendengar suara Andrew di seberang sana, Tristan berkata, “Kau jemput mereka dulu. Aku menyusul.”

Setelah menutup telepon, Tristan bersiap pergi. Namun, Scarlett meraih lengannya dan menahan, “Tristan, sekarang sudah lewat tengah malam!”

Tristan menepis tangannya dengan tenang dan berkata, “Kamu pikir aku ingin melakukannya denganmu?”

Begitu Tristan pergi, Scarlett merasa sangat kesal. Ia langsung menelepon Zoe dan mereka pergi ke bar bersama.

Mendengar bahwa kesempatan Scarlett kembali gagal, Zoe bertanya dengan nada curiga, “Tristan tidak terpancing? Apa dia benar-benar impoten?”

Scarlett menjawab sambil merenung, “Kemungkinan besar dia hanya ingin membuatku jengkel.”

Zoe mendengus, “Padahal, jika kalian cerai dia bahkan tidak harus bertanggung jawab atas anak itu. Sebenarnya, dia itu mikir apa sih?”

“Kalau aku punya istri seperti kamu, aku tidak akan membiarkanmu turun dari ranjang.” Ucapan Zoe yang bernada menggoda membuatnya terdengar seperti ‘salah satu dari seorang laki-laki casanova’. Yang aneh, gaya tomboy-nya malah membuatnya cukup populer di kalangan perempuan di bar itu.

Saat mereka terus berbagi cerita pribadi, Zoe tiba-tiba berhenti menggulir layar ponselnya. Ekspresinya berubah serius, lalu ia menyerahkan ponsel itu kepada Scarlett. “Scarlett, Tristanmu benar-benar sudah kelewatan.”

Begitu menerima ponsel itu, suasana hati Scarlett langsung buruk.

Tampaknya Scarlett bisa memulai usaha dengan menyewakan suaminya. Tristan bebas berkeluyuran, tetapi bersikap dingin saat bersamanya? Ini benar-benar bentuk ketidakhormatan yang tidak bisa dimaafkan.

Clunk! Dengan gerakan santai namun penuh makna, Scarlett meletakkan gelas kosongnya terbalik di atas meja. Saat ia mendorong kursinya untuk berdiri, sekelompok perempuan yang cekikikan tiba-tiba menghadangnya.

“Nah, lihat siapa yang datang,” ujar salah satu dari mereka dengan senyum sinis.

“Malam ini kelihatan agak kusut, ya?” kata yang lain, pura-pura prihatin tapi nadanya sarat sindiran. “Lagi menenggelamkan duka dalam alkohol?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Peluklah aku Seperti Dulu   Bab 61

    Melihat dari urutan waktunya, seharusnya mereka saling bertemu.Scarlett melihat termos sup di meja kerja Tristan dengan sekilas."Sepertinya aku datang di waktu yang tepat," ujarnya santai.Sambil berkata demikian, ia meletakkan setumpuk dokumen yang dibawanya ke atas meja dan meraih termos sup itu.Tristan tidak bisa membiarkan Scarlett membuka termos itu. Ia segera mengambil ponselnya dan berkata,"Aku akan meminta Andrew untuk membawanya keluar."Scarlett menimpali, "Jangan sia-siakan usaha yang sudah dia lakukan."Sambil berbicara, ia mengambil termos tersebut dan berkata,"Siapa tahu dari memakan ini aku bisa belajar membuatnya."Tristan memperhatikannya, penasaran dengan apa yang akan dilakukan Scarlett. Saat termos dibuka, Scarlett mencicipi perlahan sup yang sudah dimasak Nicole, lalu menatap Tristan sambil bertanya,"Mau coba?"Tristan tersenyum menyeringai."Aku hanya tertarik pada 'jus' legendarismu itu."Scarlett tertawa terbahak hingga hampir menyemburkan sup yang baru s

  • Peluklah aku Seperti Dulu   Bab 60

    Setelah selesai pergulatan panas, Tristan menyandarkan kepala pada tangannya dan berbaring miring, menatap Scarlett dengan penuh kekaguman. Bagi Tristan, rona kemerahan di wajah Scarlett tampak sangat mempesona.Menyadari tatapan itu, Scarlett membuka matanya dan membalas pandangan Tristan dengan ekspresi sinis. “Belum pernah melihat perempuan cantik sebelumnya?”“Aku belum pernah melihat yang secantik kamu,” jawab Tristan sambil mengusap lembut punggung dan lehernya.“Anak kita nanti lebih baik mewarisi penampilanku,” ujar Scarlett.“Selama itu anakku, aku tidak keberatan,” sahut Tristan, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Scarlett.Dalam keadaan setengah tertidur, Scarlett tiba-tiba teringat sesuatu. “Kita perlu berbicara dengan ibumu. Jangan terburu-buru membahas soal anak.” Hanya sehari setelah malam pertama mereka, Audrey sudah memborong berbagai perlengkapan bayi. Scarlett merasa beban itu terlalu berat.Tristan menarik Scarlett ke dalam pelukannya. “Baik, aku akan bicara

  • Peluklah aku Seperti Dulu   Bab 59

    Perkataan Cedric hampir saja membuat Audrey naik pitam hingga ingin membalikkan meja makan.'Dasar laki-laki tak tahu diri,' gerutunya dalam hati. Betapa beraninya dia berkata seperti itu di hadapannya! Tidak diragukan lagi, ia pasti tengah merencanakan sesuatu untuk merebut hati Scarlett di belakang keluarga King. Ia benar-benar berniat mengambil Scarlett.Meskipun amarah berkecamuk di dalam dirinya, Audrey berhasil menahan diri dan berkata dengan senyum palsu, “Baiklah, saya akan bantu mencarikan untukmu!”Ia sudah berniat untuk mencarikan seorang perempuan yang bisa membuat Cedric kewalahan.Scarlett, yang duduk di samping, mengusap pelipisnya sambil menyaksikan ketegangan yang tersembunyi antara Audrey dan Cedric. Ketika makan malam yang terasa cukup canggung itu akhirnya usai sekitar pukul 20.30, Scarlett menghela napas lega. Setidaknya sandiwara hari ini telah selesai.Di kursi belakang mobil, Audrey menatap tajam lampu belakang kendaraan di depan mereka dan berkata dengan nada

  • Peluklah aku Seperti Dulu   Bab 58

    Tatapan mereka saling bertemu, lalu Tristan menggoda, “Masih belum puas?”Scarlett menjulurkan kakinya dan dengan santai menggesek tulang kering Tristan menggunakan kuku kakinya yang sudah dipoles, sebagai tanda bahwa ia tidak menyukai komentar Tristan. Tristan tertawa kecil dan menarik Scarlett ke dalam pelukannya.Dengan nada lelah, Scarlett berkata, “Kamu harus tahu, kalau semuanya tidak berjalan baik, anak-anak nanti tetap menjadi tanggung jawabku.” Setelah tujuan utama mereka tercapai, pikiran Scarlett mulai mengarah ke masa depan.Tristan hanya tertawa menanggapi, “Jangan harap.” Berpisah? Itu hanya akan terjadi jika dia mati—Scarlett tidak akan bisa melepaskannya semudah itu. Ia pun memeluk Scarlett dengan lebih erat.Terlalu letih untuk berdebat, Scarlett memilih memejamkan matanya. Tristan memandangi wajahnya sambil tersenyum lalu melirik ke arah jam. Sudah pukul 4 pagi.Keesokan paginya, saat sinar matahari mulai masuk ke dalam kamar, Scarlett merasa sangat kelelahan dan eng

  • Peluklah aku Seperti Dulu   Bab 57

    Pertanyaan dari ibunya, membuat emosi Tristan memuncak. “Suka padanya? Astaga, Bu, tenanglah sedikit. Tidak perlu memperkeruh keadaan.”“Baiklah, ibu mengerti,” jawab Audrey dengan senyum tipis. “Mulai sekarang, ibu tidak akan mengganggunya lagi.”Namun rasa penasaran Audrey belum terpuaskan. Ia bertanya lagi, “Lalu bagaimana dengan Scarlett? Apakah kamu benar-benar mencintainya, atau kamu menikahinya hanya karena tekanan dari ayahmu dan ibu?”Di seberang telepon, Tristan tertawa kecil menanggapi drama ibunya. “Bu, kapan aku pernah melakukan sesuatu yang tidak ingin aku lakukan?”Audrey masih belum puas, suaranya terdengar penuh harap sekaligus curiga, “Jadi kamu memang mencintai Scarlett?”Dengan Scarlett yang sedang berada tak jauh darinya, Audrey sebenarnya tengah mencari kepastian—berusaha menenangkan hatinya sendiri sekaligus memberikan keyakinan pada Scarlett.Tristan menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya, frustrasi. “Bu, aku masih banyak urusan. Nanti kita bicara lag

  • Peluklah aku Seperti Dulu   Bab 56

    Scarlett tampak sedikit terkejut. Tristan melangkah mendekat, mengangkat tangannya untuk mengacak rambut Scarlett, lalu memeluknya dengan lembut. “Kamu telah melakukan pekerjaan yang luar biasa,” ucapnya dengan nada lembut.Scarlett, yang telah membela kliennya dengan penuh semangat dan dedikasi, membuat Tristan terkesima. Di ruang sidang, ia tampak sangat berbeda, serius, dan penuh wibawa—sangat kontras dengan sosok Scarlett yang biasanya ceria dan penuh canda.Tristan pun tak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya dalam hati—apakah benar Scarlett pernah menjadi penyebab kebakaran beberapa tahun silam? Mengingat betapa besar rasa hormat yang ditunjukkannya terhadap hukum.Dengan senyum tipis, Scarlett merespons perhatian Tristan, “Terima kasih.”Ini merupakan kasus pertama yang pernah disaksikan Tristan secara langsung sejak Scarlett memulai kariernya sebagai pengacara.Ketika Logan dan rekan-rekannya melihat kedatangan Tristan, mereka sempat merasa penasaran, namun memilih untuk tet

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status