Share

Bab 8 Melabrak

“Apa buktinya? Kalau cuma rekaman CCTV itu bisa di rekayasa tau.” Sekar berdiri dengan angkuh di depan Mutia. Wanita itu mengeluarkan bukti visum dan ponsel. Rekaman di sekolah kemarin kembali berputar. Sampai Dini yang tahu kehadrian Mutia berlari ketakutan.

“Rekaman ini pasti palsu kan. Aku nggak percaya kalau anakku akan berbuat kasar seperti itu.” Kekeh Sekar membela Dini. Walaupun dalam hatinya Sekar merutuki sang putri karena membuatnya kembali berurusan dengan Mutia.

“Rekaman ini asli. Kamu mau bukti lain juga selain rekaman dan hasil visum ini?”

“Bukti apa? Aku yakin kau tidak akan bisa membuktikannya.” Tantang Sekar yakin. Mutia hanya tersenyum lalu menghubungi seseorang. Suara ponsel yang berdering terdengar nyaring di rumah itu.

“Halo Mama Tiwi.”

“Halo Ibunya Tiara. Saya sudah siap untuk mengajak Tiwi pergi ke rumah anda.”

“Oh begitu. Saya tunggu nanti ya Mamanya Tiwi. Tapi, sebelumnya saya mau nanya dulu nih mumpung ada Ibunya Dini. Tiwi itu bantuin Dini buat nyerang Tiara kan?”

“Iya mbak. Sekali lagi saya minta maaf. Saya pastikan Tiwi tidak akan berbuat itu lagi karena saya tidak akan membiarkannya bermain bersama Dini.” Mata Sekar membelalak. Ia ingin merebut hp Mutia, tapi di cekal oleh tangan Mutia.

“Saya sudah maafkan mbak. Asal tidak ada pembenaran karena mereka masih anak-anak. Kalau begitu saya tutup dulu telponnya. Assalamualaikum.”

“Waalaikummsalam.” Sekar mengepalkan kedua tangannya.

“Apa mau kamu hah? Nggak cukup kamu merebut mobil kami.”

“Apa?” Mutia menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga.

“Kalian bayar DP dan cicil bulanan itu dari hasil kirimanku. Belum lagi renovasi rumah ini, emas yang kamu beli, terus barang-barang sekolah yang di pakai Dini. Itu semua dari uang kirimanku.”

“Enak aja kalau ngomong. Aku dan Mas Saka juga kerja ya. Jadi, kami bisa beli barang-barang kebutuhan kami sendiri.” Sungut Sekar tidak mau kalah.

“Baguslah kalau begitu. Tapi, aku akan tetap menghitung jumlah uang yang sudah kalian pakai dari hasil kirimanku. Itu semua sudah di kurangi dengan biaya DP dan bayar cicilan mobil.”

“Mutia.” Kedua wanita itu menolehkan kepala pada Saka yang baru saja pulang. 

“Kamu mau balik ke rumah ini lagi sayang.” Mutia menepis tangan Saka yang hendak memegangnya.

“Jangan mimpi mas. Aku kesini mau menuntut kalian untuk meminta maaf pada Tiara di ruang kepala sekolah besok. Anak tiri kamu itu sudah menjambak rambut Tiara di sekolah untuk merebut tas yang baru saja aku belikan.”

“Kita lupakan saja masalah itu sayang. Namanya juga anak-anak.” Mutia mendengus kesal. Ia sudah tahu sifat Saka berubah pada putri mereka. Tapi, rasanya tetap saja sakit hati melihat Saka yang sudah tidak peduli lagi pada Tiara.

“Lupakan kamu bilang. Tidak akan.” Pandangan Mutia kembali tertuju pada Sekar.

“Aku beri waktu kamu sampai besok. Jam tujuh pagi kita semua akan berkumpul di ruang Kepala Sekolah. Jika kamu tidak datang maka rekaman penganiayaan yang di lakukan suami kamu pada Tiara akan tersebar di sosial media.”

“MUTIA.” Seru Saka jengkel.

“Kalau begitu Mas Saka saja yang pergi ke sekolah besok.” Mutia justru menyunggingkan senyum sinis.

“Kau bisa pergi sendiri. Karena aku tidak yakin Mas Saka akan tetap di rumah besok.”

“Apa maksud kamu hah?”

Tanpa menjawab pertanyaan Sekar, Mutia melenggang keluar rumah. Ia mengabaikan Bu Jarmi yang duduk di teras. Tujuannya saat ini adalah menjemput Tiara di sekolahnya.

***

“Mari silahkan masuk Mbak Laras dan Tiwi.” Kedua orang yang di sebut masuk ke dalam rumah Bu Surti yang sederhana. Tiara sendiri bersembunyi di belakang punggung Ibunya karena masih takut dengan Tiwi.

“Maaf kita jadi ngerepotin Mbak Mutia.” Kata Laras sungkan. Sama seperti Tiara, Tiwi sendiri bersembunyi di belakang tubuh Ibunya.

“Nggak masalah mbak. Kebetulan kita juga belum makan siang kok. Saya sengaja karena menunggu Tiara pulang. Kalau Utinya Tiara sudah makan tadi karena harus minum obat. Silahkan duduk. Saya ambilkan makanannya dulu.” Laras memperhatikan sekeliling rumah yang penuh dengan barang yang menumpuk. Di sudut ruangan, ada koper berisi semua peralatan make up yang terbuka.

“Mbak Mutia mau buka usaha jahit dan jasa make up ya?” Mutia menganggukan kepalanya sambil tertawa. 

“Lebih tepatnya jasa make up dan sewa gaun pengantin mbak. Saya mau buka jasa rias untuk pengantin dan anak-anak yang wisuda di sertai gaun yang akan di pakai. Ayo kita makan dulu.”

Setelah mereka selesai makan siang, Laras menepuk paha putrinya. Tiwi mendongakan kepala dengan takut. Laras terus memberi isyarat pada putrinya untuk minta maaf.

“Ak, aku minta maaf Tiara. Karena sudah bantu Dini untuk jahatin kamu berkali-kali.” Mutia berusaha menahan rasa marah yang kembal hadir dalam dadanya. Bagaimanapun juga Mutia harus bersikap dewasa karena ia juga yang menawarkan jalan damai. Meskipun hanya di sambut baik oleh Laras. Kepribadian anak kecil tergantung dari didikan keluarga dan lingkungan tempat ia bermain. Jika di lihat sekilas, Laras adalah wanita yang baik. Maka kesalahan Tiwi mungkin karena terpengaruh oleh pergaulan di lingkungan sekolah.

Mutia menepuk punggung Tiara agar menjawab permintaan maaf dari Tiwi. Wajah Tiara terlihat datar. Sehingga Mutia tidak tahu apa yang sedang di pikirkan oleh putrinya itu. “Aku udah maafin kamu Wi. Tapi, untuk melupakan itu tidak mudah. Aku harap ke depannya kita tidak akan saling mengganggu lagi. Itu sudah lebih dari cukup untukku.”

Mutia tersenyum bangga karena Tiara menjawab seperti apa yang sudah ia ajarkan kemarin. Wajah Laras dan Tiwi terlihat lega mendengar jawaban Tiara. “Tante juga minta maaf ya Tiara. Karena terlalu sibuk bekerja Tante jadi tidak bisa mendidik Tiwi dengan baik. Tante janji Tiwi tidak akan menganggu kamu lagi.”

“Iya Tante.” Tiara menganggukan kepalanya.

Drrtt… drrttt… drttt….

Mutia mematikan telpon dari Bu Jarmi. Ia bisa menebak alasan Ibu mertuanya itu menelpon. Tidak lama kemudian, Bu Jarmi sudah mengirim pesan.

‘Apa yang sudah kamu lakukan menantu sialan? Cepat batalkan tuntutan kamu agar Saka tidak di penjara.’

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Baguslah kalau saka dibawa polisi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status