"Bukan begitu, Kek. Mana mungkin aku berpikir seperti itu? Aku benar-benar senang melihat Kakek sudah kembali sehat," jawab Tommy berusaha tersenyum dan bersikap normal. Namun semua itu justru membuat suasana semakin canggung dan kaku."Ah, Kakek tahu sejak dulu kamu selalu memberontak dan melawan Kakek. Salah satu buktinya adalah kamu tetap menikahi wanita itu." Kakek Nugraha menunjuk wajah Silvy.Silvy menundukkan kepalanya semakin dalam. Wajahnya terasa panas karena ia sadar bahwa tatapan semua orang di ruangan itu tertuju padanya."Jangan seperti itu, Kek! Silvy sudah sah menjadi istriku. Tommy harap Kakek dan seluruh keluarga bisa menerima Silvy sepenuhnya," bisik Tommy."Silakan saja berusaha, karena Kakek tetap pada pendirian Kakek. Kakek bisa merasakan Intan lebih baik dan tulus padamu." Kakek Nugraha memberi isyarat pada perawatnya untuk mengantarnya ke ruang tengah untuk menemui tamu yang lain.Tak lama kemudian, seorang pria bertubuh tinggi dan tampan masuk bersama kedua o
'Dasar Carlo, masih saja dia suka cari muka di depan kakek! Awas saja nanti! Akan kucari cara supaya kakek benci dan marah sama Carlo,' batin Tommy saat keluar dari ruang kerja Kakek Nugraha.Silvy yang sudah menunggu bisa membaca ekspresi wajah Tommy yang kusut dan lesu, bahwa telah terjadi sesuatu yang membuat suaminya itu kecewa."Ayo kita pulang!" ajak Tommy.Tommy dan Silvy berpamitan pada kakek dan semua anggota keluarga. Di dalam mobil, Tommy tidak bisa lagi menyembunyikan kekesalannya. Wajahnya semakin cemberut, Tommy juga menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia juga membunyikan klakson berulang kali karena merasa tidak sabar dengan kendaraan di depannya."Sabar, Mas! Kalau kamu emosi seperti itu, kita bisa kecelakaan. Memangnya tadi apa yang kakek bicarakan?" Silvy memegang tangan suaminya.Tommy mendengus kesal. "Seperti dugaan kita sebelumnya, kakek tetap gak suka sama kamu. Kakek menentang pernikahan kita. Kakek malah memuji Carlo dan akan mempromosikan dia. Aku benc
Pagi itu Silvy kembali duduk menunggu giliran di depan ruangan dokter kandungan. Ia membawa sebuah amplop panjang berisi hasil pemeriksaan atas kondisi kesuburannya. Silvy sama sekali tidak mengerti hasil yang tertera di dalamnya. Tak sabar rasanya ia menunggu penjelasan dari dokter.Ia melihat sekelilingnya dengan gelisah. Setiap detik dan menit terasa sangat lama berjalan. Silvy melihat setiap pasien yang dipanggil masuk ke ruangan dan keluar dengan berbagai ekspresi wajah yang berbeda.Ada yang tersenyum dan menangis haru sambil mengusap perut yang sudah mulai membesar. Ada pula yang berwajah muram, mungkin karena hasil pemeriksaan dokter yang kurang baik. Silvy hanya berharap saat ia keluar dari ruangan dokter itu, ia akan menerima kabar baik mengenai kondisi tubuhnya. Ia dan suaminya membutuhkan anak ini untuk tetap bertahan dalam keluarga Tommy.Setelah menunggu selama hampir satu jam, akhirnya nama Silvy dipanggil oleh perawat. Silvy masuk ke dalam ruangan dengan senyum penuh
Tok.. Tok.. Tok..Intan menengok ke arah pintu ruangannya dan melihat Rudy masuk dengan membawa buket bunga yang besar."Itu untukku? Dari siapa, Rud?" tanya Intan.Rudy duduk di kursi yang ada di depan Intan. Ia membuka amplop kecil yang ada di rangkaian bunga indah itu."Untuk Nona Caroline Mahendra, dari Alex, PT. Sejahtera Bersama. Apa Mbak ingat yang mana orangnya?" "Alex? Aku lupa, apa kita bertemu dalam pertemuan kemarin?" kata Intan seraya mengerutkan keningnya."Sejak acara pertemuan perusahaan itu, sudah lima kali ada kiriman paket dan buket bunga untuk Caroline. Lama kelamaan ruangan ini akan penuh dengan kiriman dari penggemarmu, Mbak."Intan alias Caroline tersenyum mendengar ucapan adiknya. Ia juga menerima beberapa pesan pribadi di ponselnya dari beberapa pengusaha muda yang ingin mengajaknya berkenalan. Ada yang ingin mengajak bertemu, menawarkan kerja sama, bahkan ada yang berani berterus terang menyatakan rasa kagum dan sukanya pada sosok Caroline."Berarti penyamar
Intan menarik kembali tangannya, ia mengambil gelas di hadapannya dan meminumnya dengan santai. Ia sudah hafal dengan rayuan dan mulut manis pria seperti itu.Dulu Tommy juga mendekati dan merayunya dengan buaian kata-kata yang membuatnya melambung tinggi. Namun itu tak bertahan lama, hanya sesaat Intan merasa bahagia dan dihargai."Caroline, bisakah aku mendengar jawaban darimu saat ini?" tanya Alex.Intan bertanya balik, "Maaf, Alex, ini terlalu mendadak bagiku. Kita baru satu kali bertemu, tapi Anda sudah menyatakan cinta? Apa mungkin Anda biasa bersikap begitu pada semua wanita?" Ekspresi wajah Alex berubah seketika, ia terlihat sedikit tersinggung dengan tuduhan Intan bahwa dirinya adalah pria yang mudah menggoda wanita dengan rayuan manis. "Caroline, aku bukan pria seperti itu. Aku benar-benar tulus dan jatuh cinta padamu. Aku mengerti, ini sangat mengejutkan bagimu. Mungkin wajar kalau Nona juga menolak saat ini, karena kita memang belum saling mengenal dekat. Tapi kita bisa
Acara pertemuan antara perusahaan Intan dan Tommy akan berlangsung di sebuah kafe. Intan sudah berdandan dan memakai pakaian terbaiknya.Intan dan Rudy tiba di kafe itu dan menuju ke ruangan yang sudah mereka pesan sebelumnya. Sesuai dengan rencana, Intan dan Rudy akan bertemu dengan Tommy dan Carlo.Intan duduk di kursinya sambil meremas jemarinya. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa tegang dan gelisah karena sebentar lagi akan berjumpa dengan mantan suaminya. "Tenang, Mbak. Penyamaran Mbak sangat bagus dan rapi. Gak ada orang yang akan mengenali Mbak dengan penampilan seperti ini," bisik Rudy."Iya, hati-hati, jangan sampai kamu salah menyebut namaku!" ujar Intan."Tentu saja, Caroline." Rudy tersenyum. "Apa Mbak pernah bertemu dengan Carlo sebelumnya?" "Belum. Saat Mbak dan Mas Tommy menikah dulu, Carlo sedang menempuh pendidikan di luar negeri. Dia juga sibuk mengurus bisnis orang tuanya, sehingga gak sempat kembali. Sepertinya dia memang pekerja keras dan lebih bertanggung jawab
Setelah pertemuan bisnis itu, Tommy dan Caroline sering berkomunikasi lewat ponsel. Hampir setiap waktu mereka saling berkirim pesan untuk hal yang serius ataupun hanya sekadar saling menyapa dan bergurau. Intan memang sengaja membuat hubungan antara dirinya yang berperan sebagai Caroline dengan Tommy. Intan merasa Tommy mulai nyaman berkomunikasi dengannya.Tommy selalu memuji kecantikan Caroline dan merasa cocok dengannya. Sering Intan hanya tertawa miris dalam hatinya karena ternyata sang suami memang lebih menilai fisik dan penampilan seseorang.'Dulu kamu selalu jijik dan melihatku, tapi sekarang hanya dengan perubahan penampilan luar kamu jadi sangat memujaku,' batin Intan sambil menggenggam ponselnya. Tak lama kemudian terdengar panggilan telepon masuk. Intan menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawabnya. Ia harus menggunakan nada bicara Caroline yang sedikit angkuh dan dingin."Halo..""Halo, Nona Caroline," sapa Tommy."Ada apa? Oh ya, panggil aku dengan nama saja, gak perl
Tommy terdiam sejenak, perkataan Caroline mengingatkan dirinya pada perkataan Silvy beberapa tahu silam, saat mereka menjalin hubungan di belakang Intan. Saat itu Silvy juga terus mendesak Tommy untuk segera menceraikan Intan dan menikahinya.Namun Tommy tidak langsung menyanggupi keinginan Silvy, karena tadinya ia akan menggunakan Intan sebagai senjata untuk bertahan dan menunggu sampai keinginannya menjadi penerus dan pewaris semua milik kakeknya terwujud.Ternyata Intan yang enggan bertahan di sisi Tomny. Setelah perselingkuhan Tommy dan Silvy terbongkar, Intan memilih pergi meninggalkan semuanya. Tommy bersyukur, setidaknya ia tidak harus melihat wanita jelek itu setiap hari ada di rumahnya. Ia juga bisa menikahi Silvy, wanita yang cantik dan memikat hatinya.Tapi kini, kecantikan Silvy seolah tidak bisa dibandingkan dengan pesona dan kecantikan Caroline. Tommy seakan tidak bisa mengalihkan pandangan matanya dari sosok Caroline yang cantik dan menarik. Jantung Tommy berdebar kenca