LOGINVinka sebenarnya ingin melakukan apa?Janice bahkan sempat berpikir bahwa Vinka akan meminta Jason bertanggung jawab atas Jesslyn, sebuah tuntutan yang konyol. Namun, tidak pernah terpikir olehnya kalau Vinka malah meringankan semuanya sendiri.Janice menatap Jesslyn yang berada di pelukan Vinka, memandangnya lama dengan penuh kecurigaan, sampai tiba-tiba sebuah pemikiran terlintas di kepalanya. Jangan-jangan ....Jason membuka mulut. "Sudah selesai bicara? Kalau begitu, giliranku."Begitu ucapan itu dilontarkan, pintu kamar mandi terbuka dan seorang pria berjalan keluar.Orang yang berdiri di tepi kamar mandi sontak menjerit, "Ah! Ada pria!"Vinka yang menunduk, sudut bibirnya terangkat. Detik berikutnya, dia marah dan berdiri sambil menunjuk ke arah kamar mandi."Pak Jason! Bukankah ini bukti yang kamu minta .... Harvey?" Vinka tertegun menatap pria yang keluar itu.Di tangannya masih memegang gaun wanita yang sudah diperas airnya. "Kalian .... Kenapa ramai-ramai di sini?"Vinka meli
"Pak Jason, apa maksudmu ini? Kalau bukan karena kamu, adikku nggak akan mengalami hal seperti ini!" Vinka menangis sambil mengadu."Hal seperti apa?" Jason balik bertanya."Ya jelas-jelas dia sudah dipermainkan pria! Dia tepat di belakangmu, kamu nggak mungkin nggak tahu. Kenapa kamu nggak menolongnya? Dia memang salah, tapi kamu nggak seharusnya menghukum seorang perempuan dengan merusak kehormatannya."Nada bicara Vinka penuh nada menyalahkan. Terlepas dari identitasnya sebagai karyawan, dia juga anggota Keluarga Karim, bahkan sepupu iparnya Jason.Dia menyalahkan Jason karena tidak menolong adiknya, itu masih bisa dimaklumi.Hari ini, semua orang melihat sendiri bagaimana Jesslyn terus mencari kesempatan untuk menempel pada Jason, bahkan di puncak gunung dia sempat menipu dan membawa lari Vega.Jason memang punya alasan untuk membalas dendam pada Jesslyn. Seketika, semua orang mulai sedikit bersimpati pada kedua bersaudari itu.Namun, Jason tetap tanpa ekspresi. Dia bertanya, "Dari
"Siapa?" Janice mendesak."Aku nggak tahu, aku benar-benar nggak kenal. Tapi Vinka bilang harus pergi ke kamar Jesslyn." Pria itu menunjuk arah salah satu kamar.Jason memberi isyarat kepada Norman untuk membawa pria itu pergi, lalu dia bersama Janice dan Rensia berlari menuju kamar Jesslyn. Namun, mereka tetap terlambat selangkah.Saat ini, Vinka sudah membawa orang dan bergegas ke depan pintu kamar Jesslyn."Adikku ikut Pak Jason pergi. Aku sudah cari ke mana-mana dan nggak ketemu. Apa dia kenapa-napa?"Adegan itu membuat Janice dan Rensia melongo. Mereka benar-benar kebingungan. Sebenarnya Vinka sedang menjebak siapa?Jason maju dengan tenang. "Adikmu pergi dengan siapa?"Semua orang tersentak dan menoleh ke Jason."Bukankah Pak Jason ada di sini? Bu Vinka, apa kamu salah paham?""Aku nggak mungkin salah! Aku benar-benar lihat adikku mengikuti Pak Jason. Bukankah ada orang lain juga yang melihat?" Vinka mengedipkan mata dengan ekspresi tertekan.Memang ada beberapa yang melihat, tet
Janice terkejut, hampir berteriak. Sampai seseorang memeluknya dari belakang."Ini aku."Janice segera berbalik. "Jason? Kenapa kamu ada di sini?"Jason melepaskannya, menepuk debu di pakaiannya. "Kalau bukan di sini, aku harus di mana?"Janice menyahut dengan serius, "Aku dan Rensia sudah menelusuri ulang semuanya. Kami curiga Vinka sedang memanfaatkan Jesslyn dan kamu. Mungkin Jesslyn sama sekali nggak tahu.""Jesslyn memang nggak tahu. Tapi yang dia manfaatkan bukan aku dan Jesslyn." Jason mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah video kepada Janice.Dalam video itu, Vinka menahan Jesslyn yang sudah mabuk, lalu menyerahkannya kepada seorang pria asing. Pria itu buncit dan terlihat sangat menjijikkan."Cepat pergi," desak Vinka."Baik ... baik ...." Pria itu menyentuh Jesslyn dengan mesum.Namun, Jesslyn malah cekikikan. "Pak Jason ... hehe ... geli ...."Vinka menoleh sekilas, lalu pergi tanpa melihat lagi.Janice dan lainnya pun terkejut. "Apa-apaan ini?"Jason menurunkan p
Vega sepertinya masih belum sepenuhnya mengatasi efek obat itu. Setelah makan sedikit, dia kembali tidur.Janice menatap wajah tidur Vega, tak tahan untuk tidak mencium dia sekali.Saat itu, bel pintu berbunyi. Janice membuka pintu dan mendapati Rensia membawa makanan."Kenapa kamu nggak ikut makan bersama?""Bosan. Kalau Yosep ada di sini, aku masih bisa lihat kebodohannya. Tapi kali ini ibunya sakit dan dia nggak datang. Keseruanku hilang deh." Sambil berbicara, Rensia menyerahkan nampan itu ke tangan Janice.Janice mengucapkan terima kasih, lalu membawa makanan itu ke meja. Keduanya makan sambil mengobrol.Tiba-tiba, Rensia bertanya, "Kamu juga merasa kalau dua bersaudari itu aneh nggak?""Mm. Mereka kelihatannya akur banget, tapi ...." Janice tetap tak bisa menjelaskan perasaan samar itu.Rensia melanjutkan, "Tadi waktu Norman menyampaikan kalau urusan ini dianggap selesai, ekspresi dua saudari itu aneh banget. Adiknya malah girang dan terus bilang terima kasih. Kakaknya nggak keli
Janice memikirkan kembali dengan teliti semua kejadian di gunung. Memang ada banyak hal yang mencurigakan.Tak lama kemudian, terdengar suara Vega dari dalam kamar. Janice dan Jason langsung berlari masuk.Vega mengusap matanya, meregangkan badannya dengan malas. Hati Janice akhirnya tenang, tetapi suaranya masih agak tegas."Jesslyn pakai cokelat untuk menipumu. Kamu sengaja ikut dia, 'kan?""Mm." Vega mengangguk."Kamu tahu nggak, itu sangat berbahaya! Kamu masih kecil, bukan tandingan orang dewasa!" Janice menatap Vega dengan marah.Vega terdiam sejenak, agak bingung, lalu menatap Jason.Wajah Jason sedikit muram. Dengan tegas, dia berkata, "Vega, kamu nggak seharusnya begitu. Mama dan Papa benar-benar khawatir.""Maafkan aku." Mata Vega mulai berkaca-kaca.Melihat itu, hati Janice pun melunak. Dia duduk, memeluk Vega. Dia tidak berani membayangkan jika kehilangan Vega lagi, apa yang akan terjadi padanya.Vega bersandar pada Janice, berkata, "Mama, aku nggak akan begitu lagi."Janic







