Saat mendengar suara itu, fokus semua orang pun teralihkan, termasuk Janice. Ini memang sesuatu yang bisa dilakukan oleh Malia. Tidak peduli dalam situasi apa pun, Malia akan menunjukkan kelemahannya untuk mendapatkan simpati orang lain.Dulu di sekolah, para siswa masih sangat polos, apalagi mereka tahu kondisi keluarga Malia yang buruk. Makanya, mereka selalu bersimpati padanya.Namun, di sini setiap pasang mata penuh dengan kecerdikan. Siapa yang tidak tahu isi pikirannya? Amanda lantas mengerutkan keningnya dan berkata, "Nggak usah dibersihkan, keluar.""Baik, Bu." Mata Malia memerah. Bibirnya digigit dengan kuat. Dia tampak seperti hewan kecil yang butuh perlindungan.Howard segera memapah Malia dan tersenyum. "Nggak ada yang perlu dicemaskan, cuma masalah sepele kok."Malia mengangkat wajahnya. Dengan mata berkaca-kaca, dia berucap, "Terima kasih, Pak." Setelah itu, dia melangkah keluar sambil menoleh sesekali.Janice kembali fokus dan melihat ke arah batu safir di atas meja. Saa
"Kenapa kamu tiba-tiba menjatuhkan cangkir teh hari itu?" Amanda mulai kehilangan kesabaran."Bu, aku benaran nggak sengaja. Aku cuma tertarik pada batu safir itu, jadi fokusku teralihkan. Lalu, tanganku gemetar dan aku menjatuhkan cangkir teh," jelas Malia sambil terisak-isak.Begitu Malia selesai berbicara, Janice langsung merasakan tatapan tajam yang penuh niat jahat. Itu adalah tatapan Vania.Vania maju dan bertanya dengan curiga, "Bu, apa ada masalah dengan batu safir itu?"Amanda tidak menjawab, yang berarti perkataan Vania benar. Vania mengusulkan dengan sok bijak, "Gimana kalau kita periksa rekaman CCTV saja? Malia yang begitu penakut nggak mungkin berani macam-macam dengan barang semahal itu."Malia menangis. "Benar, aku setuju. Bu, aku minta keadilan."Saat berikutnya, Bella berkata, "Bu, sebelumnya aku sudah menyimpan rekaman CCTV dari ruang rapat."Setelah mendengar ini, wajah Amanda berubah serius. Dia mendongak dan menatap Bella. "Sepertinya kamu semangat sekali ya.""Aku
Kata-kata Janice menyadarkan Amanda. Mereka saling bertukar pandang dan langsung memahami apa yang terjadi. Namun, Amanda memiliki kekhawatirannya sendiri."Yang kamu bilang masuk akal. Tapi, kita nggak bisa apa-apa tanpa bukti. Batu seharga puluhan miliar hilang di tempat kita. Kalau sampai orang lain tahu, siapa yang masih berani mencari kita?""Kalaupun aku ingin melindungimu, mungkin ada orang yang nggak akan setuju. Lagi pula, di surat penerimaan sudah ada tanda tanganmu. Itu artinya, kamu sudah memeriksa kualitas batu safir itu. Kamu paham maksudku, 'kan?"Amanda menatap Janice dengan serius. Janice mengangguk. Amanda sedang memberi peringatan. Jika pada akhirnya tidak ada bukti, kemungkinan besar dia akan dijadikan kambing hitam dan menanggung semua konsekuensinya.Janice menarik napas dalam-dalam. "Aku paham."Saat berikutnya, ponselnya berbunyi. Setelah melihat nomor yang muncul, ekspresinya menunjukkan kegembiraan. Dia menunjukkan ponselnya kepada Amanda. "Sepertinya tebakank
"Janice, aku sangat baik padamu selama ini. Kenapa kamu nggak berterima kasih padaku sebagai orang yang lebih tua darimu? Aku sudah menginvestasikan puluhan miliar untukmu."Howard tiba-tiba berdiri dan menerjang ke arah Janice, lalu meraih jasnya. Untuk menghindari cengkeraman Howard, Janice lantas melepaskan jasnya.Howard melempar jas itu ke lantai dan mulai mengejar. Karena tidak bisa menghindar, Janice akhirnya dipeluk Howard dengan erat. Dalam pergumulan itu, lengan baju Janice robek.Ketika menatap kulit putih dan mulus itu, Howard tak kuasa menarik napas dalam-dalam. "Janice, tubuhmu wangi sekali. Biarkan aku menciummu.""Lepaskan aku! Aku bukan datang untuk ini!" Janice berjuang sekuat tenaga. Saat berikutnya, dia dia menendang selangkangan Howard dengan lututnya.Jelas sekali, Howard tidak sekuat Jason. Howard tidak sempat bereaksi. Wajahnya memerah karena kesakitan. Kemudian, dia mendorong Janice dengan kuat."Dasar jalang sialan!" maki Howard.Janice terbentur meja dan jatu
Setelah merasakan aroma familier itu, Janice mulai meronta-ronta. Namun, lengan yang melingkar di pinggangnya semakin erat, memaksanya untuk menempel dengan dada pria itu. Punggung Janice sampai terasa panas.Janice bisa merasakan dengan jelas naik turunnya dada pria itu karena bernapas. Setiap embusan napasnya membuatnya merasa takut tanpa sebab.Saat berikutnya, terdengar suara berat pria itu. "Siapa yang menyuruhmu datang sendirian? Kamu kira kamu bisa keluar dari sini dengan selamat?"Janice menarik lengan yang merangkul pinggangnya dan melawan. "Paman, sejak kapan kamu kepo sekali? Lepaskan aku!"Di belakang, napas Jason memburu. Namun, dia tidak melawan. Janice pun dilepaskan. Janice hendak kabur, tetapi terlambat selangkah.Jason menariknya dan melemparkannya ke sofa. Sebelum Janice sempat bereaksi, Jason sudah menahannya dengan kuat.Di balik setelan jas yang formal, otot-otot Jason terasa tegang dan keras. Setiap otot itu menindih tubuhnya, membuatnya kesulitan bernapas. Apala
Ketika berbicara, Howard menatap Janice yang duduk di samping. Kata-katanya penuh dengan ancaman.Jason meletakkan mangkuk sup di depan Janice, lalu mengelap tangannya dengan handuk panas sebelum menatap Howard kembali."Kamu benar. Orang yang lapar bisa melakukan apa saja. Tapi kalau salah makan, itu bisa berakibat fatal."Wajah Howard berubah menjadi pucat. Dia sadar bahwa Jason tidak akan menyerahkan Janice kepadanya. Dia belum ingin berkonfrontasi langsung dengan Jason sehingga terpaksa mengalah."Terima kasih atas peringatannya. Kalau begitu, aku nggak akan mengganggu makan kalian. Aku pergi dulu." Setelah berkata begitu, Howard pun keluar dari ruang privat.Janice menghela napas lega. Sambil memegang sendok di tangannya dengan erat, dia diam-diam melirik Jason di sampingnya. "Paman, kenapa kamu ada di sini?""Aku kebetulan lewat dan mampir untuk makan," jawab Jason dengan ekspresi datar.Janice menatap meja dan melihat ada dua set peralatan makan. Dia pun mengira Jason sedang men
Janice mengetuk pintu dan masuk ke ruangan Amanda. Kebetulan, Bella juga ada di sini. Janice memandang Bella, lalu tidak berkata apa-apa.Amanda berkata kepada Bella, "Kamu keluar dulu."Bella terkejut sejenak, lalu berpamitan dengan sopan dan keluar. Setelah pintu ditutup, Janice berniat untuk menjelaskan situasinya.Namun, Amanda sontak membanting dokumen ke meja dengan keras. "Janice! Kamu harus bertanggung jawab atas masalah ini! Studio nggak akan menanggung sedikit pun untukmu!"Janice dikejutkan oleh suara keras itu dan termangu sejenak. Setelah beberapa saat, dia sadar kembali dan langsung menjelaskan, "Aku pasti akan menyelesaikannya dengan baik.""Kuharap begitu," timpal Amanda dengan suara lantang.Di luar, Bella mendekatkan telinganya ke pintu untuk menguping. Kemudian, dia tersenyum dan pergi. Amanda sekalipun tidak ingin membantu Janice. Tampaknya Janice sudah buntu kali ini.....Di pesta Grup Hariwan.Dengan dikawal, Janice membawa brankas dan mengikuti Amanda memasuki r
Janice menatap sejenak, lalu mengiakan. Keduanya tiba di area istirahat di lobi, lalu memesan dua gelas jus.Janice mengaduk jusnya dengan sedotan, sementara Malia terus membujuknya, "Janice, terima saja nasibmu. Kita nggak bakal bisa menang melawan orang-orang kaya seperti mereka. Kalau kamu kabur, dengan kekuasaan Keluarga Hariwan, mereka pasti akan mengejarmu sampai ke ujung dunia.""Harga batu safir itu puluhan miliar. Sekalipun kamu dijual, belum tentu dapat uang segitu. Kalau kamu bisa menebusnya sendiri, ini adalah cara terbaik."Di kehidupan lampau, Malia juga seperti ini. Dia berpura-pura peduli pada Janice dan memanipulasinya selangkah demi selangkah untuk membuat Janice merasa semakin rendah diri. Namun, sekarang ....Janice berhenti mengaduk jusnya, lalu mendongak menatap Malia. "Malia, kamu merasa menyerah dan mengorbankan diri itu nggak masalah ya?""Tentu saja, kita harus sadar diri. Masa kamu merasa dirimu lebih berharga daripada batu safir itu? Pak Howard sangat kaya.
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se
[ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Jason menatap tulisan itu cukup lama sebelum akhirnya kembali tersadar. Tenggorokannya kering, suaranya serak saat berkata, "Tega sekali ...."Seolah-olah sudah bisa menebak isi surat itu, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jason lantas meletakkan kedua surat itu berdampingan, mengambil dua gelang kapibara dari dalam lemari.Plak. Suara kecil terdengar saat gelang itu melingkar erat di pergelangan tangannya. Dia mengepalkan tangannya, menatap lekat-lekat dua kalimat yang menghantam hatinya.[ Kita jadian yuk. ][ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Seakan-akan baru saja mendapatkan sesuatu di detik sebelumnya, lalu langsung kehilangan di detik berikutnya.Wajah Jason perlahan memucat, matanya memerah. Dia menunduk sedikit untuk menyembunyikan kesedihannya."Janice, kembalilah."....Tiga tahun kemudian, di Moonsea Bay. Kurir bernama Hady sedang mengangkat paket-paket ke dalam mobil."Bu Janice, sepertinya tahun ini toko online-mu la
Kebetulan tangannya menyentuh kunci itu. Kira-kira, kunci yang satu lagi untuk apa?Jason mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat lemari yang terkunci. Dia pun berdiri dan melangkah ke kamar utama, ruangan yang paling tidak ingin dia buka. Meskipun sudah berlalu begitu lama, aroma Janice masih memenuhi setiap sudut ruangan.Pandangannya akhirnya tertuju pada satu-satunya lemari di sudut ruangan yang tidak ditutupi kain penutup debu, seolah-olah sedang menuntunnya.Jason membawa kunci itu mendekat dan membukanya dengan mudah. Yang terpampang di depan adalah semua hal yang berkaitan dengan dirinya dan Janice. Janice tidak membawa apa pun.Bahkan, gelang kapibara yang mereka menangkan bersama di pasar malam bertahun-tahun lalu pun masih ada di sana.Dua gelang itu tersimpan di dalam lemari, masing-masing menekan dua pucuk surat. Satu surat beramplop merah muda sudah tampak memudar warnanya, jelas sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.Yang satu lagi hanya amplop
Jason sangat paham arti sebenarnya dari desakan Anwar soal anak. Selain untuk mengikatnya, itu juga cara agar Keluarga Karim dan Keluarga Luthan terikat erat satu sama lain.Jason tidak akan membiarkan Anwar mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena itulah, dia sudah mempersiapkan segalanya sejak awal.Saat ini, seluruh ruang makan menjadi hening. Bahkan saat sendok di tangan Rachel jatuh ke lantai, tidak ada yang bereaksi.Semua orang tahu Ivy tidak bisa punya anak, sementara Zachary lebih memilih terus diserang daripada menceraikannya. Jadi, satu-satunya harapan garis keturunan Keluarga Karim ada pada Jason.Kini, Jason telah melakukan vasektomi. Itu artinya, dia benar-benar memutus harapan Anwar.Dada Anwar naik turun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara, "Jangan bercanda seperti itu. Aku cuma seorang ayah yang ingin melihat cucuku lahir dengan mataku sendiri.""Kamu sudah punya cucu. Namanya Yoshua. Lupa secepat itu?" timpal Jason dengan datar."Yang sudah berl
"Kenapa aku merasa Jason sekarang lebih pendiam dari sebelumnya?""Katanya tahun pertama pernikahan itu manis seperti madu, tapi lihat deh dia, apa kelihatan kayak pengantin baru?""Shh!"Seseorang menegur pelan.Dua orang yang sedang berbicara itu langsung diam saat melihat Rachel berjalan pelan di belakang Jason.Rachel mendengarnya, menggigit bibir sambil mempertahankan senyum di wajahnya.Saat makan siang, semua orang duduk sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. Zachary dan Ivy memandangi ruangan, baru melihat nama mereka di pojok ruangan.Kebetulan saat itu Elaine masuk, menatap posisi duduk di barisan depan, lalu melihat ke arah mereka berdua dan mengejek dengan tawa sinis.Zachary menatap Ivy dengan pasrah. "Kalau kamu nggak enak badan, aku bisa minta orang antar kamu pulang dulu."Ivy tersenyum. "Nggak apa-apa. Dulu kita makan jajanan di pinggir jalan juga santai saja, 'kan? Di sini juga tenang. Kamu itu bagian dari Keluarga Karim, nggak usah bikin keadaan tambah can