เข้าสู่ระบบJanice menganggukkan kepala, lalu menatap Jason.Jason pun berkata, "Aku ingin kamu menyesatkan Senia, biar dia merasa kita masih bernegosiasi."Vinka tidak begitu mengerti, tetapi Jason bisa berkata seperti itu pasti karena ada maksud lain dan itu juga bukan urusan yang pantas ditanyakannya. "Aku mengerti.""Kamu tahu nama dokter yang selalu ada di sisi Senia?" tanya Jason."Sepertinya ... Anshon," jawab Vinka sambil mengingat-ingat kembali."Ya. Pergilah. Pikirkan baik-baik apa yang akan kamu katakan, jangan sampai dia menyadarinya. Bilang saja kita sedang menangani masalah ini secara pribadi," pesan Jason."Baik, Pak Jason," balas Vinka.Kakak beradik Keluarga Panduwinata itu kembali berterima kasih dan meminta maaf sampai tiga kali lagi, lalu akhirnya pergi.Janice menatap pintu yang tertutup itu dengan perasaan cemas.Rensia berdiri. "Baiklah, ini sudah larut. Semuanya sebaiknya istirahat lebih awal karena pertunjukan ini masih akan berlanjut. Besok masih ada aktivitas lain, kita
"Benar, repot sekali," kata Jason.Mendengar itu, Janice menatap Jason dengan tatapan setengah mengerti. "Apa ini untuk mengalihkan perhatian kalian? Jadi, nggak peduli apa rencana Vinka dan Jesslyn ini berhasil atau nggak, itu nggak penting bagi Senia karena targetnya bukan ini."Rensia menganggukkan kepala. "Kalau begitu, ini bisa menjelaskan kenapa Yosep dan Senia tiba-tiba begitu rendah hati. Ternyata mereka sedang diam-diam merencanakan sesuatu, tapi belakangan juga nggak dengar ada orang apa di sekitar mereka."Janice juga sudah lama tidak mengikuti kabar tentang Yosep.Jason berkata dengan nada muram, "Tadi Vinka sempat menyebut sesuatu, ada seorang dokter di sekitar Senia. Kalau dia nggak sakit, kenapa harus ada dokter di sisinya?"Janice bertanya, "Maksudmu, ada yang mencurigakan dengan dokter itu?""Belum pasti, tapi kita bisa kita apa yang sedang mereka lakukan belakangan ini," kata Jason.Rensia berkata dengan khawatir, "Ibu dan anak ini mewaspadai kita seperti mewaspadai s
Vinka meremas jemarinya, terlihat ragu dan bingung.Jason berkata dengan nada dingin, "Bukan suamimu, dia nggak berani. Kalau kamu nggak mau bilang, kamu sendiri yang menanggung semua konsekuensinya. Kamu seharusnya mengerti maksudku."Mendengar itu, Vinka mengepalkan tangannya dengan kuat. Kukunya sampai patah karena menekan terlalu kuat dan darah langsung mengalir. Sepuluh jari langsung terhubung ke hati, tetapi dia sama sekali tidak merasakan sakit dan hanya merasa sangat ketakutan."Itu ... Senia. Dia bilang kamu akan membawa Janice serta seorang anak berlibur ke sini dan menyuruhku memakai cara seperti ini agar kamu berutang budi padaku. Dengan begitu, aku bisa lepas dari pria itu," kata Vinka."Dia? Bukannya dia sedang sakit sampai butuh Yosep untuk selalu di sisinya?" tanya Rensia dengan ragu.Vinka mengangkat kepala dengan ekspresi bingung. "Dia sakit? Tapi, semalam aku baru bertemu dengannya. Dia nggak terlihat seperti orang sakit, tapi memang ada seorang dokter di sisinya.""
Suara Vinka bergema di seluruh ruangan.Jesslyn terpaku menatap kakaknya yang tampak begitu asing. Kata "Kak" yang baru saja hendak keluar dari mulutnya langsung hilang.Dia tidak mengerti, kakak yang selalu memanjakannya, mengapa tiba-tiba berubah?Tatapan Vinka padanya sedingin es. "Selain bisa manggil Ayah, Ibu, dan Kakak, kamu bisa apa lagi?""Aku ...." Jesslyn menggigit bibir, tidak tahu harus bereaksi bagaimana.Harvey maju dan mencoba menghentikan. "Bu Vinka, jangan begitu."Melihat pria itu, hati Vinka justru semakin sakit."Kamu panggil dia 'Jesslyn', panggil aku 'Bu Vinka'. Dulu kamu nggak memanggilku begitu.""Aku .... Sekarang posisimu berbeda. Memang seharusnya aku lebih hati-hati," Pria itu menjelaskan."Begitu ya? Bukan karena kamu sudah kenal Jesslyn? Kamu lupa siapa yang mengenalkan kalian?" Vinka tersenyum pahit."Itu nggak ada hubungannya dengan Jesslyn." Pria itu buru-buru menyangkal."Jesslyn? Cewek yang kamu lihat di depanmu sekarang inilah Jesslyn yang sebenarnya
Vinka sebenarnya ingin melakukan apa?Janice bahkan sempat berpikir bahwa Vinka akan meminta Jason bertanggung jawab atas Jesslyn, sebuah tuntutan yang konyol. Namun, tidak pernah terpikir olehnya kalau Vinka malah meringankan semuanya sendiri.Janice menatap Jesslyn yang berada di pelukan Vinka, memandangnya lama dengan penuh kecurigaan, sampai tiba-tiba sebuah pemikiran terlintas di kepalanya. Jangan-jangan ....Jason membuka mulut. "Sudah selesai bicara? Kalau begitu, giliranku."Begitu ucapan itu dilontarkan, pintu kamar mandi terbuka dan seorang pria berjalan keluar.Orang yang berdiri di tepi kamar mandi sontak menjerit, "Ah! Ada pria!"Vinka yang menunduk, sudut bibirnya terangkat. Detik berikutnya, dia marah dan berdiri sambil menunjuk ke arah kamar mandi."Pak Jason! Bukankah ini bukti yang kamu minta .... Harvey?" Vinka tertegun menatap pria yang keluar itu.Di tangannya masih memegang gaun wanita yang sudah diperas airnya. "Kalian .... Kenapa ramai-ramai di sini?"Vinka meli
"Pak Jason, apa maksudmu ini? Kalau bukan karena kamu, adikku nggak akan mengalami hal seperti ini!" Vinka menangis sambil mengadu."Hal seperti apa?" Jason balik bertanya."Ya jelas-jelas dia sudah dipermainkan pria! Dia tepat di belakangmu, kamu nggak mungkin nggak tahu. Kenapa kamu nggak menolongnya? Dia memang salah, tapi kamu nggak seharusnya menghukum seorang perempuan dengan merusak kehormatannya."Nada bicara Vinka penuh nada menyalahkan. Terlepas dari identitasnya sebagai karyawan, dia juga anggota Keluarga Karim, bahkan sepupu iparnya Jason.Dia menyalahkan Jason karena tidak menolong adiknya, itu masih bisa dimaklumi.Hari ini, semua orang melihat sendiri bagaimana Jesslyn terus mencari kesempatan untuk menempel pada Jason, bahkan di puncak gunung dia sempat menipu dan membawa lari Vega.Jason memang punya alasan untuk membalas dendam pada Jesslyn. Seketika, semua orang mulai sedikit bersimpati pada kedua bersaudari itu.Namun, Jason tetap tanpa ekspresi. Dia bertanya, "Dari







