Share

Part (2)

Reval yang sedari tadi mengintip dari balik pintu kamarnya berlari menghampiri kedua orang tuanya.

Ia berusaha melepaskan tangan Ayahnya yang melingkar menahan pembuluh darah Ibunya.

“Lepaskan, Ibu tidak bersalah!" suara kecilnya dengan tangisan.

Eleird melepaskan cengkramannya, “Ingat ini baik-baik!” tegasnya.

Kemudian masuk ke kamar menutup pintu dengan keras.

“Ibuuuu ....” lirih Reval memeluk Ibunya.

Dendam di hati Livia telah membara, ia bersumpah akan membalas semua ini.

Ia memeluk anaknya dengan erat dan matanya mulai memerah, mengeluarkan air mata.

Keesokan paginya, Belle turun bersama Ayahnya dengan tas di pundaknya.

Bersiap pergi ke sekolah.

Ia berjalan di belakang Ayahnya menuju ruang tengah.

Livia menatap tajam pada Belle yang berada di balik Eleird, dan kemudian berpaling menyiapkan makanan untuk putranya.

Eleird masih belum lupa kejadian semalam, ia langsung menggandeng Belle untuk segera berangkat.

Namun, ia tak langsung menuju sekolah Belle, mereka menyempatkan sarapan pagi di Cafe D'Artio yang tak jauh dari rumah mereka.

Pemilik cafe mengenal Eleird dan mereka cukup akrab.

Suasana pagi cafe yang masih sepi pelanggan itu menjadi hangat.

Belle memperhatikan bagaimana pemilik cafe memarahi karyawannya yang datang terlambat.

Pemilik cafe itu sangat posesif dan mudah marah, ia memperhatikan setiap hal dengan teliti dan tidak ada yang terlewat.

“Nak, mungkin benar waktu itu seharusnya Ayah tidak menikah lagi.” ucap Eleird, “jika ini terjad, datang ke sini dan makan pakai kartu ini.”

Belle mengambil kartu yang diberikan Eleird, “Ayah kenapa bekerja jauh sekali?”

“Suatu saat, Belle bisa tahu segalanya.” tutur Eleird.

Setelah selesai sarapan mereka beranjak pergi, Eleird mengantarkan Belle hingga depan gerbang sekolahnya.

Sebelum pergi Eleird juga memberikan putrinya sejumlah uang untuk membeli kebutuhannya.

Belle menatap mobil Ayahnya yang kian menjauh.

Ia berbalik dan berjalan masuk ke sekolahnya.

Di koridor kelas ia bertemu dengan Dahlia, sahabatnya sejak smp.

Dahlia memiliki aura positif yang langsung membuat Belle merasa bahagia.

Sekejap, Belle melupakan semuanya.

Saat akan berjalan masuk ke dalam kelas.

Seorang gadis dengan baju berantakan dan permen di mulutnya, sengaja menabrakkan lengannya ke arah Belle.

Belle hanya diam memandangi Khaira yang terlebih dahulu masuk ke dalam kelas.

Khaira juga temannya sejak masih smp.

Dulu mereka sangat akrab dan sikap Khaira tidak seperti ini. Sejak masuk sma dia berubah menjadi liar dan seorang pembully.

Guru-guru tidak bisa memberi peringatan, atau untuk sekedar menegur.

Ayah Khaira adalah pemegang saham sekolah sebanyak 45% dan bahkan kepala sekolah juga temannya.

Belle duduk di bangku bersama Dahlia. Mereka bersiap untuk memulai pelajaran meskipun bel masuk belum berbunyi.

“Hey,” panggil Khaira, “kemarin aku pergi ke makam, tiba-tiba saja aku teringat dengan Ibu kalian.”

Belle dan Dahlia hanya diam. teriakan itu tertujukan kepada mereka.

“Kasian sekali, sahabat yang bernasib sama. Sama-sama tidak punya Ibu.” lanjut Angel.

Belle menatap mejanya sendu. Perkataan itu sangat menusuk mentalnya, bahkan Dahlia sudah menangis.

Belle menggenggam dengan erat tangan Dahlia. Mencoba menenangkannya meskipun ia sendiri sedang tak karuan.

“Ya, memang sangat cocok.” lontar Khaira.

Keduanya tertawa, menertawakan kehidupan Belle-Dahlia.

Dahlia menundukkan kepalanya, masih memikirkan apa yang Khaira dan Angel katakan.

Itu sangat menyakiti hatinya.

Terlebih lagi ia masih tak bisa menerima bahwa Ibunya sudah tiada.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status