"Ayah ... tidak!" Suara seorang pemuda memecah keheningan.
Terdapat empat pemuda dalam kamar itu, tetapi hanya satu orang saja yang terduduk dari pembaringannya. Napasnya memburu dengan bulir keringat membasahi kening. Pemuda itu memegang dadanya, seolah memastikan jantungnya masih berdetak atau tidak. Ia mengembuskan napas dan berkata dengan frustrasi, "Mimpi itu lagi!"
Pemuda itu membanting tubuhnya ke kasur, lalu berusaha keras untuk menutup kembali matanya. Belum sampai sepuluh detik, kelopaknya kembali terbuka, mempertontonkan mata jernihnya yang beriris coklat tua.
Pemuda itu menatap langit-langit kamar yang dihiasi beberapa jaring laba-laba. Ia menggeser pandangan ke teman sekamarnya yang tampak pulas. Ia mendecakkan lidah dan menggerutu, "Hah, mereka semua tidur seperti orang mati. Tapi aku tidak bisa tidur karena melihat orang mati. Mimpi sialan itu!"
Dengan wajah malas pemuda itu pun beranjak dari tempat tidur. Ia melangkah keluar kamar sambil menguap panjang. Bagaimana mungkin ia yang merasa sangat mengantuk tidak bisa tidur?
***
Meski telah ditumbuhi rerumputan dan semak-semak belukar, tempat itu tetap saja 'mati'. Tidak ada yang menyangka kalau dulunya ada banyak rumah berdiri di atas hamparan tanah itu.
Satu hal yang paling mencuri perhatian adalah keberadaan sebatang pohon gingko yang rindang. Selain itu, terdapat sebongkah batu hitam di bawahnya. Sesosok lelaki bermata coklat tua, tampak bersujud tiga kali di hadapan batu itu. Mata tajamnya terpejam beberapa saat sebelum akhirnya terbuka dengan perlahan.
"Siapa yang mengira kalau di sini terkubur potongan kepala?" gumam pemuda itu dengan senyum kecut. "Sepuluh tahun berlalu, tapi dendam ini masih sama. Tidak ... dendam ini semakin besar!" imbuhnya meralat. Kedua tangannya mencengkeram tanah, hingga membuat rumput tercabut kasar dengan akar-akar yang terputus.
Pemuda itu menatap lekat batu hitam yang ditumbuhi lumut di beberapa bagiannya. Jika diamati dengan saksama, terdapat ukiran karakter 'Xiu Jian' di sana. Tepat sekali, lelaki yang kini mengelus ukiran itu tidak lain adalah Xiu Zhangjian.
Waktu telah mengubah segalanya, terkecuali dendam lelaki itu atas kematian ayahnya yang tragis. "Ayah, kadang-kadang aku merasa tidak sanggup lagi menahan diri. Aku ingin membalas dendam! Tidak peduli walau harus menebusnya dengan nyawa."
Xiu Zhangjian merogoh saku di bajunya. Setangkai bunga persik yang ia petik sebelum meninggalkan tempat tinggalnya, menyembul dari sana. Ia meletakkan bunga itu di dekat batu hitam. Dengan lembut ia mengusap nisan sang ayah. Hela napas kabur dari mulutnya.
"Ayah, aku sudah berlatih keras demi membalaskan dendam. Namun, Kak Li Min tidak pernah sekali pun menyinggung hal itu. Dia selalu mengatakan ... belum waktunya. Padahal Ayah, semakin lama kekuatan para pembunuh itu semakin besar. Lalu sampai kapan aku harus diam?" keluh Xiu Zhangjian.
Kicauan burung di atas pohon Gingko terdengar lebih nyaring seiring terkatupnya bibir Xiu Zhangjian. Pemuda itu bergeming dengan tenggorokan seperti tercekat.
Beberapa saat kemudian, ia tersenyum tak berdaya. "Maafkan aku, Ayah. Tidak seharusnya aku mengeluh padamu," ucapnya sambil menatap nisan Xiu Jian nyaris tanpa berkedip. "Baiklah, kita sudahi dulu pertemuan ini. Aku harus kembali," imbuhnya dengan nada riang.
Xiu Zhangjian pun memberikan penghormatan untuk Xiu Jian, lantas beranjak meninggalkan Boushan. "Semoga saja aku tidak terlambat," batinnya sembari berlari cepat menuju desa Huaxi, tempat markas Sekte Harimau Putih berada.
Dengan kemampuan bela dirinya, Xiu Zhangjian mampu tiba lebih cepat di Huaxi. Namun, saat berada di depan tempat tinggalnya, langkah pemuda itu terhenti.
"Ha! Ha!" Sayup-sayup terdengar suara teriakan yang diikuti bunyi hentakan dari markas Sekte Harimau Putih. Rupa-rupanya aktivitas berlatih pagi telah dimulai.
Xiu Zhangjian pun mengendap-endap di luar tembok pembatas markas. "Jika sampai Kak Li Min tahu aku terlambat, dia pasti akan menghukumku sampai sekarat!" benaknya dengan pandangan siaga.
Kewaspadaan Xiu Zhangjian meningkat ketika masuk ke dalam markas. Matanya menggerayangi sekeliling dengan hati-hati. Setelah merasa tidak ada yang memergoki, ia pun berjalan cepat menuju lapangan berlatih.
Xiu Zhangjian menghentikan langkahnya di bawah pohon pinus, tak jauh dari tempat berlatih. "Mengapa mereka berlatih sendiri? Di mana Tetua Ho? Aneh. Tapi bagus! Sepertinya langit sedang berpihak padaku," benaknya kegirangan. Namun, ketika ia berpikir bisa menyelinap langsung dalam latihan, sebuah tepukan mendadak mendarat di pundaknya.
Pemuda itu benar-benar yakin sengatan kejut dari tangan orang yang menyentuhnya, sempat membuat jantungnya berhenti. Ia pun merapatkan kelopak matanya beberapa saat. Terlintas bayangan beberapa lelaki dalam pikirannya. Bulu kuduknya bergidik ngeri ketika wajah Li Min yang dingin terbesit di sana.
"Zhangjian, dari mana saja kamu?" Suara lembut yang terdengar sedikit panik itu membuat Xiu Zhangjian langsung membuka matanya.
"Xinyue? Apa yang kau lakukan di sini?" sergap Xiu Zhangjian setelah balik kanan. Ia membiarkan pertanyaan gadis di depannya menguap tanpa jawab. Gadis itu merupakan putri tunggal Feng Yin. Mereka telah lama berteman bahkan sebelum Aliansi Gongliao menghancurkan Sekte Naga Suci.
"Kau ini!" geram Xinyue yang langsung mencengkeram dan menarik lengan Xiu Zhangjian.
"Xinyue ... kau mau membawaku ke mana?" protes Xiu Zhangjian merasa terancam. Dalam hati ia berkata, "Apa gadis ini berpikir untuk menyerahkanku pada Kak Li Min seperti seorang pencuri?"
"Ruang pertemuan," jawab Xinyue singkat tanpa menghentikan langkah kakinya.
"A-apa? Untuk apa?" seru Xiu Zhangjian setengah berteriak, semakin yakin pada prasangkanya.
"Aku tidak tahu. Yang jelas, Ketua Li dan para tetua menunggumu di sana."
Untuk apa mereka menunggu pemuda itu? Selama ini murid yang terlambat langsung dihukum di lapangan berlatih. Lalu mengapa pemuda itu sampai harus 'disidang'? Xiu Zhangjian tidak mengira jika kejadiannya akan seperti ini. Pantas saja ia tidak melihat para petinggi Sekte Harimau Putih ketika mengendap masuk ke dalam markas.
"Xinyue, apa ini karena aku terlambat?" tanya Xiu Zhangjian akhirnya ketika mereka telah sampai di depan pintu ruang pertemuan.
Xinyue menggeleng. Ada resah dalam sorot matanya. "Kamu bisa menanyakan langsung pada mereka. Ingat, kendalikan sikap dan mulutmu! Jangan bicara sembarangan!"
Xinyue melepaskan genggamannya. Ia meninggalkan Xiu Zhangjian sendiri. Entah mengapa jantungnya menjadi begitu cepat berdetak kala memikirkan apa yang akan terjadi pada sahabatnya.
"Tidak mungkin mereka berkumpul di sini hanya karena aku terlambat. Pasti sesuatu telah terjadi. Tapi mengapa hanya aku yang diminta datang?" batin Xiu Zhangjian menduga-duga. Sedari tadi tangannya sudah menempel di pintu, tetapi pemuda itu tidak kunjung mendorongnya.
Sampai akhirnya sebuah suara yang sangat familier berteriak dari dalam ruangan."Masuklah! Sampai kapan kau membuat kami menunggu?"
Begitu keluar dari ruang rahasia, Xiu Zhangjian disambut oleh Feng Xinyue yang terlihat menunggunya. Yuan Shi dan Wang Tian Lin segera pamit dan pergi dari tempat itu. Xiu Zhangjian mendekati Feng Xinyue dengan wajah dipenuhi senyuman. Entah mengapa, kakinya terasa berat menyebabkan dia tidak bisa bergerak dengan cepat. Sementara Feng Xinyue, wajahnya sudah merona saat melihat senyuman di wajah suaminya. Feng Xinyue tidak tahu apakah ini sungguh terjadi atau matanya yang salah, Xiu Zhangjian terlihat lebih tampan dari biasanya. Mengangkat wajah Feng Xinyue dengan ujung jarinya, Xiu Zhangjian mendekatkan wajahnya ke wajah wanita yang sekarang sudah menjadi istrinya. Cup! Keduanya hanya bisa memejamkan mata karena merasa hal ini terasa lain. Apakah setelah menikah semuanya menjadi lebih nikmat? Xiu Zhangjian membuka matanya dan melepas ciumannya. Tubuh Xiu Zhangjian membungkuk sementara kedua tangannya meraih kaki dan punggung wanitanya. !! Pasangan yang baru saja meresmikan pe
Malam tahun baru dilewati dengan meriah. Setelah sesi makan pangsit dilalui, banyak orang yang menunggu malam pergantian tahun dengan bermain kembang api, bermain catur dan lainnya. Ketika tengah malam hampir tiba, satu rombongan pria berkuda memasuki wilayah Aliansi Naga Suci yang membuat beberapa anggota Aliansi yang berjaga menjadi waspada. Namun, begitu melihat plakat kekaisaran yang rombongan tersebut bawa, mereka langsung dipersilakan masuk. Dalam tradisi kekaisaran Quzhou, Kaisar akan mengirimkan kudapan kepada para pejabatnya yang tahun itu bekerja dengan giat dan menyelesaikan tugas penting. Dalam hal ini, makanan yang dikirimkan bukanlah hal yang paling utama, tetapi gengsi saat menerimanya yang begitu tinggi. Orang-orang yang menerima hadiah tahun baru dari kaisar adalah orang yang begitu berjasa dan bekerja keras sepanjang tahun. Tidak heran, pada pemerintahan sebelumnya, ada banyak pejabat yabg suka menjilat Huang Fu demi hadiah tahun baru ini.Xiu Zhangjian setelah m
Setelah berjalan beberapa saat, Xiu Zhangjian akhirnya mendapat sebuah penginapan. Seorang pelayan menyambut kedatangan mereka dengan ramah. "Selamat malam, Tuan dan Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" "Aku memesan satu kamar biasa dan satu kamar terbaik." Pelayan tersebut mengangguk dan memberikan dua plakat kecil. "Penjaga akan mengantar kalian." Feng Xinyue mengangguk dan meraih dua plakat tersebut. "Terima kasih." Xiu Zhangjian tersenyum tipis ketika menyadari kekasihnya sedang merasa cemburu. "Xinyue, jangan berpikiran sempit." "Aku tidak berpikiran sempit, aku hanya mengantisipasi gadis itu patah hati." Xiu Zhangjian mengangguk dengan senyuman. "Baiklah ... tetapi kau harus ingat satu hal, jangankan pelayan, seorang kaisar saja tidak berhasil merebut hatiku." "Huh ... sombong." Seorang penjaga mengantar Xiu Zhangjian dan Feng Xinyue ke kamar terbaik sebelum mengantar kusir kereta ke kamar yang Feng Xinyue pesankan untuknya. "Satu minggu lagi perayaan tahun baru, kira-
Jantung Kaisar Xiang berdebar kencang. Ini adalah belati Naga dan Phoenix yang pernah menjadi miliknya selama belasan tahun. Dia masih begitu ingat jika belati ini dia berikan kepada Xiu Zhangjian dan Li Min beberapa waktu lalu ketika mereka akan mengambil Pedang Naga Suci di istana Tian Shang. Yuan Shi yang melihat keterkejutan di wajah Kaisar Xiang langsung bisa menebak isi dari pikiran sang kaisar. "Yang Mulia ... Belati Naga dan Phoenix merupakan warisan keluarga kekaisaran. Jika Yang Mulia menginginkannya, saya dengan senang hati akan menyerahkannya pada Yang Mulia." Alih-alih mengangguk, Kaisar Xiang menggeleng dengan senyuman. "Beberapa waktu lalu aku sudah memberikan belati ini pada seseorang. Tetapi, sepertinya orang itu sudah menyukai barang yang lain." "Terima kasih karena kemurahan hati yang mulia." "Sudahlah ... di mana Nona Chen?" tanya Kaisar Xiang seraya mengedarkan pandangannya untuk mencari pengantin wanita yang belum terlihat batang hidungnya. "Chen Yufei menya
Butiran-butiran putih turun dari langit, begitu lembut, terasa dinging dan mencair seketika saat menyentuh tangan. Ini adalah hari di mana puncak musim dingin sedang berlangsung. Namun, dinginnya udara hari ini seolah tak terasa di kediaman keluarga Chen yang sedang bahagia.Kediaman mewah keluarga Chen dihiasi kain-kain berwarna merah, banyak orang berlalu-lalang dengan mantel bulu yang melingkar di leher mereka. Asap putih mengepul dari mulut setiap orang, menandakan jika udara benar-benar dingin.Sebuah kereta kuda berwarna coklat yang terlihat polos tetapi elegan berhenti di depan gerbang kediaman keluarga Chen. Tirai kereta dibuka, muncul seorang pemuda yang mengenakan jubah hitam, membawa sebuah kotak kayu dengan ukiran cantik yang mengelilinginya. Tangan lain pemuda itu menggenggam tangan seorang gadis cantik dengan begitu erat, seolah takut kehilangan gadis itu. "Xinyue, berhati-hatilah, jalanan sedikit licin.""Aku tidak perlu khawatir selama ada Kakak Jian di sampingku."S
"Aku bersedia, Yang Mulia."Wajah Kaisar Xiang merah merona. "Kalau begitu, berhenti memanggilku Yang Mulia.""Lalu?" "Panggil aku Shuang'er."Wang Tian Lin mengangguk pelan. "Baiklah Shuang'er. Lalu kapan pernikahan kita akan digelar?""Mungkin setalah kondisi Quzhou menjadi jauh lebih baik dan rakyat bisa hidup dengan tenang. Apa kau mau menunggu?" tanya Kaisar Xiang.Wang Tian Lin mengangguk sekali, "Tentu saja. Selain itu, aku juga harus memperkuat fondasi paviliun langit dan menanam akar di banyak tempat demi menunjang kemudahanmu di masa depan."Di dalam ruang rahasia, Qu Lingfeng dan Yang Guo tidak tahan untuk tidak tertawa sehingga Wang Tian Lin bisa mendengarnya walau suara tersebut terdengar begitu pelan."Ada yang menguping pembicaraan kita."Dia adalah Wang Tian Lin, penguasa Paviliun langit yang begitu misterius. Sejak kecil, dia sudah menelan begitu banyak informasi dan memecahkan ratusan sandi rahasia milik beberapa kekaisaran, membuatnya menjadi jauh lebih oeka dari k