Share

Bab 6_ Sekte Harimau Putih

"Ayah ... tidak!" Suara seorang pemuda memecah keheningan.

Terdapat empat pemuda dalam kamar itu, tetapi hanya satu orang saja yang terduduk dari pembaringannya. Napasnya memburu dengan bulir keringat membasahi kening. Pemuda itu memegang dadanya, seolah memastikan jantungnya masih berdetak atau tidak. Ia mengembuskan napas dan berkata dengan frustrasi, "Mimpi itu lagi!"

Pemuda itu membanting tubuhnya ke kasur, lalu berusaha keras untuk menutup kembali matanya. Belum sampai sepuluh detik, kelopaknya kembali terbuka, mempertontonkan mata jernihnya yang beriris coklat tua.

Pemuda itu menatap langit-langit kamar yang dihiasi beberapa jaring laba-laba. Ia menggeser pandangan ke teman sekamarnya yang tampak pulas. Ia mendecakkan lidah dan menggerutu, "Hah, mereka semua tidur seperti orang mati. Tapi aku tidak bisa tidur karena melihat orang mati. Mimpi sialan itu!"

Dengan wajah malas pemuda itu pun beranjak dari tempat tidur. Ia melangkah keluar kamar sambil menguap panjang. Bagaimana mungkin ia yang merasa sangat mengantuk tidak bisa tidur?

***

Meski telah ditumbuhi rerumputan dan semak-semak belukar, tempat itu tetap saja 'mati'. Tidak ada yang menyangka kalau dulunya ada banyak rumah berdiri di atas hamparan tanah itu.

Satu hal yang paling mencuri perhatian adalah keberadaan sebatang pohon gingko yang rindang. Selain itu, terdapat sebongkah batu hitam di bawahnya. Sesosok lelaki bermata coklat tua, tampak bersujud tiga kali di hadapan batu itu. Mata tajamnya terpejam beberapa saat sebelum akhirnya terbuka dengan perlahan.

"Siapa yang mengira kalau di sini terkubur potongan kepala?" gumam pemuda itu dengan senyum kecut. "Sepuluh tahun berlalu, tapi dendam ini masih sama. Tidak ... dendam ini semakin besar!" imbuhnya meralat. Kedua tangannya mencengkeram tanah, hingga membuat rumput tercabut kasar dengan akar-akar yang terputus.

Pemuda itu menatap lekat batu hitam yang ditumbuhi lumut di beberapa bagiannya. Jika diamati dengan saksama, terdapat ukiran karakter 'Xiu Jian' di sana. Tepat sekali, lelaki yang kini mengelus ukiran itu tidak lain adalah Xiu Zhangjian. 

Waktu telah mengubah segalanya, terkecuali dendam lelaki itu atas kematian ayahnya yang tragis. "Ayah, kadang-kadang aku merasa tidak sanggup lagi menahan diri. Aku ingin membalas dendam! Tidak peduli walau harus menebusnya dengan nyawa."

Xiu Zhangjian merogoh saku di bajunya. Setangkai bunga persik yang ia petik sebelum meninggalkan tempat tinggalnya, menyembul dari sana. Ia meletakkan bunga itu di dekat batu hitam. Dengan lembut ia mengusap nisan sang ayah. Hela napas kabur dari mulutnya.

"Ayah, aku sudah berlatih keras demi membalaskan dendam. Namun, Kak Li Min tidak pernah sekali pun menyinggung hal itu. Dia selalu mengatakan ... belum waktunya. Padahal Ayah, semakin lama kekuatan para pembunuh itu semakin besar. Lalu sampai kapan aku harus diam?" keluh Xiu Zhangjian.

Kicauan burung di atas pohon Gingko terdengar lebih nyaring seiring terkatupnya bibir Xiu Zhangjian. Pemuda itu bergeming dengan tenggorokan seperti tercekat.

Beberapa saat kemudian, ia tersenyum tak berdaya. "Maafkan aku, Ayah. Tidak seharusnya aku mengeluh padamu," ucapnya sambil menatap nisan Xiu Jian nyaris tanpa berkedip. "Baiklah, kita sudahi dulu pertemuan ini. Aku harus kembali," imbuhnya dengan nada riang. 

Xiu Zhangjian pun memberikan penghormatan untuk Xiu Jian, lantas beranjak meninggalkan Boushan. "Semoga saja aku tidak terlambat," batinnya sembari berlari cepat menuju desa Huaxi, tempat markas Sekte Harimau Putih berada.

Dengan kemampuan bela dirinya, Xiu Zhangjian mampu tiba lebih cepat di Huaxi. Namun, saat berada di depan tempat tinggalnya, langkah pemuda itu terhenti.

"Ha! Ha!" Sayup-sayup terdengar suara teriakan yang diikuti bunyi hentakan dari markas Sekte Harimau Putih. Rupa-rupanya aktivitas berlatih pagi telah dimulai. 

Xiu Zhangjian pun mengendap-endap di luar tembok pembatas markas. "Jika sampai Kak Li Min tahu aku terlambat, dia pasti akan menghukumku sampai sekarat!" benaknya dengan pandangan siaga.

Kewaspadaan Xiu Zhangjian meningkat ketika masuk ke dalam markas. Matanya menggerayangi sekeliling dengan hati-hati. Setelah merasa tidak ada yang memergoki, ia pun berjalan cepat menuju lapangan berlatih. 

Xiu Zhangjian menghentikan langkahnya di bawah pohon pinus, tak jauh dari tempat berlatih. "Mengapa mereka berlatih sendiri? Di mana Tetua Ho? Aneh. Tapi bagus! Sepertinya langit sedang berpihak padaku," benaknya kegirangan. Namun, ketika ia berpikir bisa menyelinap langsung dalam latihan, sebuah tepukan mendadak mendarat di pundaknya.

Pemuda itu benar-benar yakin sengatan kejut dari tangan orang yang menyentuhnya, sempat membuat jantungnya berhenti. Ia pun merapatkan kelopak matanya beberapa saat. Terlintas bayangan beberapa lelaki dalam pikirannya. Bulu kuduknya bergidik ngeri ketika wajah Li Min yang dingin terbesit di sana.

"Zhangjian, dari mana saja kamu?" Suara lembut yang terdengar sedikit panik itu membuat Xiu Zhangjian langsung membuka matanya. 

"Xinyue? Apa yang kau lakukan di sini?" sergap Xiu Zhangjian setelah balik kanan. Ia membiarkan pertanyaan gadis di depannya menguap tanpa jawab. Gadis itu merupakan putri tunggal Feng Yin. Mereka telah lama berteman bahkan sebelum Aliansi Gongliao menghancurkan Sekte Naga Suci.

"Kau ini!" geram Xinyue yang langsung mencengkeram dan menarik lengan Xiu Zhangjian.

"Xinyue ... kau mau membawaku ke mana?" protes Xiu Zhangjian merasa terancam. Dalam hati ia berkata, "Apa gadis ini berpikir untuk menyerahkanku pada Kak Li Min seperti seorang pencuri?"

"Ruang pertemuan," jawab Xinyue singkat tanpa menghentikan langkah kakinya.

"A-apa? Untuk apa?" seru Xiu Zhangjian setengah berteriak, semakin yakin pada prasangkanya.

"Aku tidak tahu. Yang jelas, Ketua Li dan para tetua menunggumu di sana." 

Untuk apa mereka menunggu pemuda itu? Selama ini murid yang terlambat langsung dihukum di lapangan berlatih. Lalu mengapa pemuda itu sampai harus 'disidang'? Xiu Zhangjian tidak mengira jika kejadiannya akan seperti ini. Pantas saja ia tidak melihat para petinggi Sekte Harimau Putih ketika mengendap masuk ke dalam markas.

"Xinyue, apa ini karena aku terlambat?" tanya Xiu Zhangjian akhirnya ketika mereka telah sampai di depan pintu ruang pertemuan.

Xinyue menggeleng. Ada resah dalam sorot matanya. "Kamu bisa menanyakan langsung pada mereka. Ingat, kendalikan sikap dan mulutmu! Jangan bicara sembarangan!" 

Xinyue melepaskan genggamannya. Ia meninggalkan Xiu Zhangjian sendiri. Entah mengapa jantungnya menjadi begitu cepat berdetak kala memikirkan apa yang akan terjadi pada sahabatnya.

"Tidak mungkin mereka berkumpul di sini hanya karena aku terlambat. Pasti sesuatu telah terjadi. Tapi mengapa hanya aku yang diminta datang?" batin Xiu Zhangjian menduga-duga. Sedari tadi tangannya sudah menempel di pintu, tetapi pemuda itu tidak kunjung mendorongnya. 

Sampai akhirnya sebuah suara yang sangat familier berteriak dari dalam ruangan."Masuklah! Sampai kapan kau membuat kami menunggu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status