“Apa nek?” tanya Arya sambil membuka kedua telinganya siap menerima informasi penting. Sang nenek merubah posisinya dari berbaring ke posisi duduk dengan perlahan. Arya mencoba membantu namun sang nenek menolak. “Sebenarnya ini ada hubungannya dengan anak angkatmu Arya.” Sang nenek mulai bercerita. Arya yang memang sedang mencari tahu lebih jauh tentang anaknya yang tumbuh lebih cepat dari bayi seusianya semakin penasaran di buatnya.
“Dulu aku pernah mengatakan bahwa anak bayimu bukanlah bayi biasa, sepertinya perkiraanku benar, bayimu sedang menjadi incaran para pendekar dari aliran hitam.”
Nenek gendeng mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya satu minggu yang lalu.
“Seminggu lalu pendekar hitam Halimun datang kemari, dia menganggap bayi yang di tunggu-tunggu lahir di tahun Emas masih ada di hutan ini, dia mengira bahwa aku menyembunyikan bayi ajaib itu.”
Arya masih bergeming, telinganya masih ia pasang dengan baik untuk mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi.
“Kamu masih tidak percaya?” tanya Nek Rasih dengan nada penekanan.
Arya menggeleng, lalu ia berkata, “Aku kini sudah mengerti nek, dan sudah mempercayai apa yang di katakan oleh mbah Rasih dan mbok Siem.”
“Mbok Siem juga sepertinya-”
Belum sempat meneruskan perkataannya Mbah Rasih langsung mengurungkan meneruskan firasatnya. “Sepertinya apa mbah?”
“Sudahlah, aku tidak ingin berburuk sangka terhadap orang lain.”
Nenek Gendeng itu kemudian mengambil beberapa rempah jamu dari tembikarnya, “Arya, maukah kau membantuku?”
Arya mengangguk dan kemudian bertanya, “Semampu saya mbah.”
Nenek gendeng terlihat sangat serius kali ini, tidak biasanya si nenek gendeng yang selalu ceria dan nyeleneh kini bisa seserius itu,
“Tolong carikan aku beberapa daun herbal yang tidak ada di hutan ini. Namanya adalah tanaman ‘ Tunjuk Langit’ , tanaman itu sangat langka, dan sepertinya hanya tumbuh di daerah tertentu saja.”
Arya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Apakah tidak ada petunjuk mengenai bentuk dan ciri tanaman itu mbah?”
Neneng gendeng menggeleng, “Coba kau tanyakan kepada Ki Aji Sakti di perguruan Silat Gombang.”
Arya tidak banyak bertanya lagi karena si nenek gendeng terbatuk-batuk hebat kemudian mengeluarkan darah dari mulutnya. “Baik nek, saya akan pergi ke perguruan Silat Gombang untuk bertemu beliau.”
Si nenek kemudian melambaikan tangannya untuk menyuruh Arya segera pergi.
Arya kemudian kembali ke rumah dengan membawa beberapa stok makanan untuk ibunya dan Rangga. Dia beristirahat sejenak dan kemudian bersiap membawa perbekalan untuk ia bawa ke perguruan yang hendak ia tuju.
“Mau kemana lagi kamu Arya?”tanya Ibundanya kebingungan.
“Bu, saya meminta izin untuk pergi ke perguruan Silat Gombang di kampung Dalatra.”
Arya mencium tangan sang ibunda dengan penuh sayang.
“Apa maksud tujuanmu kesana?” tanya ibunya lagi.
Arya kemudian menjelaskan tujuannya adalah untuk mencari tanaman langka yang di minta oleh si nenek gendeng.
“Apakah tidak bisa kalau menunggu lusa? Kamu baru saja datang dari kelana kamu kemarin.”
Wajah sang Ibunda terlihat sendu, matanya berkaca-kaca.
“Aku akan baik-baik saja Bu, selalu doakan aku ya bu.”
Ibunya sudah tidak bisa lagi menolak permintaan sang Putera.
***
Untuk yang kesekian kalinya Sulastri melepas kepergian sang putra semata wayangnya.
Bibirnya bergetar menahan tangis yang hendak pecah, “Tidak apa-apa bu, aku hanya sebentar, aku hanya berniat membantu sesama.”
Sulastri mengangguk dan kemudian melepaskan gendongan Rangga.
“Ayahanda, berhati-hatilah di jalan, akan banyak rintangan yang akan ayah hadapi,” bisik si bayi ajaib ke telinga ayah angkatnya itu.
Seolah dia tahu banyak hal, tetapi Arya menanggapinya dengan santai saja.
“Jangan lupa membawa anak bebek ya,” celetuk Rangga menghibur sang nenek yang sedang sedih.
Mereka semua tertawa mendengar Rangga yang semakin fasih berbicara seperti orang dewasa.
Arya melangkahkan kakinya dan berjalan menuju kampung Dalatra untuk bertemu Ki Aji Sakti yang tidak lain merupakan guru sekaligus ayah angkat si nenek gendeng. Usia sang guru yang sudah memasuki angka 100 tidak membuat penampilannya ringkih seperti orang kebanyakan.
Justru sang guru terlihat awet muda dan segar seperti masih berusia 40 tahunan. Mbah Rasih yang kabur dari perguruan karena hamil dari hubungan terlarangnya bersama murid kesayangan sang guru. Sang murid kemudian di usir dari perguruan Gombang dan semenjak itu Mbah Rasih dan murid kesayangan sang guru tidak pernah bertemu kembali.
“Apakah sudah benar jalanku?” Arya mengamati bayangan matahari dan merasa yakin bahwa arah mata angin yang ia tuju sudah benar.
Arya belum pernah mendatangi perguruan Gombong sebelumnya, ia hanya tahu dari
beberapa kawannya yang sempat berguru disana.
Kebanyakan murid yang tidak disiplin akan tidak kuat berguru kepada Ki Aji Sakti. Hanya orang-orang yang serius dan bertekad kuat saja yang berhasil menjadi pendekar.
Arya menelusuri pesawahan warga dan sesekali meneguk air yang berasal dari mata air jernih yang ia temui. Desa Dalatra memiliki tanah yang begitu subur, hingga tidak heran semua macam tumbuhan tumbuh subur disana.
Semilir angin membuat mata Arya mengantuk dan akhirnya ia pun tertidur di bawah pohon rindang di tepi sawah. Kakinya yang sangat lelah karena berjalan puluhan kilometer membuatnya tidak sanggup meneruskan perjalanan. Arya beristirahat beberapa saat di area sawah tersebut.
Saat sedang pulas tertidur, Arya dikejutkan oleh kotoran burung yang tepat mengenai dahinya. Seorang anak perempuan yang sedang di atas pohon kemudian berbicara kepada sang burung kecil untuk meminta maaf pada Arya.
Arya hanya tersenyum melihat tingkah laku si anak manis tersebut. “Sudahlah tidak apa-apa, sini turunlah,” pinta Arya kepada anak perempuan tadi.
“Maafkan saya dan burung kecil saya ya Ki,” ucapnya polos.
Arya tertawa terbahak-bahak karena baru kali ini dia dipanggil ‘Ki’ oleh anak kecil.
“Setua itukah saya?” tanya Arya.
Anak perempuan itu kemudian tersipu malu dan duduk di samping orang yang sama sekali tidak ia kenal.
“Dek, saya ingin bertanya, apakah benar ini desa Dalatra?”tanya Arya.
Si anak kecil itu mengangguk, ia membenarkan apa yang di tanyakan Arya.
“Apakah kamu tahu dimana letak perguruan Gombang?”
SI anak tadi mengangguk lagi kemudian memegang tangan Arya dan menunjukkan jalan menuju kesana.
Di sepanjang perjalanan tak henti-hentinya si anak tadi bercerita mengenai guru besar Ki Aji Sakti, beberapa kali anak itu datang ke perguruan untuk menyaksikan latihan para calon pendekar. Dan sang guru besar sangat senang dengan kedatangan gadis kecil tersebut.
“Kadang aku dibawakan buah-buahan oleh Ki Aji.”
Arya kemudian penasaran dan bertanya, “Memang rumah kamu dimana?”
Si gadis kecil itu bercerita bahwa rumahnya dulu dibakar oleh orang jahat dan kini ia tinggal di pinggir hutan bersama ibunya. Arya yang mendengar hal tersebut merasa iba. Kemudian memeluk gadis kecil itu seolah dia melihat Rangga.
“Itu tempat perguruan ‘Ki Aji Sakti’,” ucap sang gadis kecil seraya menunjuk ke arah padepokan megah dengan aroma kayu yang sangat wangi terhirup hingga keluar.
Rangga berhari-hari melakukan pertapaan di dalam hutan yang gelap. Dia bersama kekuataan dalamnya membangun sebuah kekuatan. Rangga membuat strategi untuk mengalahkan pasukan Halimun yang menginginkan dirinya.Mereka sudah sejak lama mengetahui jika akan ada manusia dengan kekuatan yang luar biasa akan mendapatkan sebuah pusaka sakti. Namun mereka belum tahu pasti apa pusaka yang akan muncul di suatu hari nanti.Pasukan halimun masih berada di sekitara kampung Duku di bantu oleh Mbok Siem untuk mendapatkan Rangga."Arya sudah mati, kini kita bisa leluasa memperalat Rangga dan tidak akan ada lagi yang menghalangi," ujar Mbok Siem yang sudah sejak lama menginginkan bayi ajaib itu dari tangan Sulastri-Nenek Rangga."Apakah kamu yakin jika Arya sudah mati? Aku punya firasat lain mengenai Arya. Dia memang bukan pendekar sakti dari padepokan hebat, namun dia memiliki kegigihan yang luar biasa.""Maksudmu?""Kamu masih ingat dengan si gendeng tua?""Dia juga sudah mati.""Belum, dia masih h
Rangga menghilang di tengah hutan terlarang. Dia kini sudah berubah menjadi pemuda tampan dan sangat berbeda dengan rangga yang sebelumnya.Pemuda itu, tidak di kenali sebagai anak kecil "Rangga".Kini dia menunjukkan dirinya yang sebenarnya si penguasa muda. Anak kecil ajaib itu kini telah beranjak dewasa lebih cepat dari teman-teman sebayanya.Dia bertapa di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai. Rangga masih dalam pengejaran para pasukan Halimun. Dia tidak gentar dan akan menambah ilmunya dengan bertapa di gua tersebut.Rangga ingin sekali bertemu dengan ayahnya yang tidak tahu keberadaannya saat ini. Tapi dia yakin jika Arya masih hidup. Dia pasti sedang baik-baik saja.Rangga menambah kesaktiannya dengan tidak makan dan minum selama beberapa hari. Dia memasukkan tenaga dalam dari alam sekitarnya.Dia adalah titisan dewa dan ibunya adalah manusia biasa. Dia adalah anak sakti yang akan mampu menjadi penguasa di masa mendatang.Sementara itu, Dewi Sri sang ibunda dari Rangga kini ma
Daun ajaib yang di bawa Arya itu akhirnya untuk mengobati dirinya sendiri. Dengan keahlian lelaki tua di hadapannya dia meracik daun ajaib itu dan membubuhkannya di atas luka dalam di tubuh Arya.Secara kasat mata memang tidak banyak luka terbuka yang ia dapatkan namun di dalam tubuh Arya dia sangat rapuh. Serangan bertubi-tubi dari pasukan halimun membuatnya tidak berdaya. Dia semakin yakin untuk berguru dan mendalami ilmu tenaga dalam untuk menjaga dirinya sendiri terlebih untuk menyelatkan warga kampung. Arya merasa kesakitan yang luar biasa saat sang pendekar senior itu memasukan ajian tenaga dalam di atas ramuan daun yang telah lumat di kunyahnya dan di semprotkan begitu saja di bagian-bagian tertentu."Kamu terluka parah, apakah pasukan halimun yang menyerangmu begitu banyak jumlahnya?" tanya sang pendekar.Arya tidak bisa mengingat - ingat kejadian itu. Rasa sakitnya membuat ia tidak fokus dengan perkataan sang pendekar. "Aku tidak tahu, ahhh..."Arya menjerit kesakitan yang lu
Arya terbaring di sebuah gubuk di kaki bukit Angsana. Bukit yang lumayan jauh dari kampung Duku. Seseorang berilmu cukup tinggi itu kemudian mencari obat herbal dari dalam hutan di kaki bukit tersebut. Dia tidak segan untuk mencarikan air suci dari mata air langka yang ada satu-satunya di kampung wage. Kampung yang bersebelahan dengan bukit Angsana.Arya masih belum sadar setelah satu hari penuh pingsan. Lelaki itu masih dengan sigap memberikan totok di beberapa tubuh Arya yang terkena serangan pendekar aliran hitam perguruan Halimun. "Arya, kamu benar-benar lemah. Kamu harus berguru di tempat yang tepat."Setelah beberapa hari Arya terbaring lemah, akhirnya di hari ketiga Arya bisa membuka matanya. Sebelah matanya yang lain masih bengkak dan belum bisa terbuka sempurna. Arya masih bingung dengan tempat barunya kini. Dia menyangka jika dia sedang di sandera oleh salah satu murid dari pendekar halimun.Tetapi setelah menelaah lebih jauh, dia tidak menemukan hal-hal aneh di sana. Yang
Arya mengendap-endap keluar dari rumahnya dan berusaha mengumpulkan beberapa pemuda yang hendak ikut dengannya menuju ke kampung Dalatra. "Ayo semuanya kita harus segera keluar dari kampung ini, sebelum semuanya terlambat." "Tapi Arya, aku sangat mengkhawatirkan ibuku di rumah. Jika sampai pendekar setengah siluman itu membunuh ibuku, aku tidak akan membiarkan hal itu." Arya menatap pemuda itu dan membayangkan hal yang sama dengan ibunya. Arya tetap tenang dan berusaha mencari jalan keluar agar mereka tetap tenang dan mau berusaha untuk bersatu melawan siluman jahat tersebut. "Kita harus tetap belajar bela diri untuk melindungi kita sendiri dan keluarga," ucap Arya. "Untuk apa? Untuk melawan si siluman jahat itu? Dia itu sangat sakti Arya, tidak mungkin kita bisa melawannya." Arya terdiam, dia tidak mampu menjamin keselamatan keluarga para pemuda yang hendak ikut berguru ke padepokan Gombang. "Aku tidak jadi ikut," ucap salah satu pemuda yang sejak awal menentang. "Aku juga,"
Setelah tahu Ekor tiga tidak mengekor lagi di belakangnya Arya segera bergegas menuju perbatasan hutan dan kampung.Arya Saloka melewati beberapa perkampungan warga untuk mencapai rumahnya di kampung Duku. Arya langsung menuju ke dalam hutan untuk bertemu mbah Rasih dan memberikan Daun 'Tunjuk Langit' untuk obat penyakit dalamnya.Di bibir hutan dia merasakan hal yang tidak biasa seperti biasanya. Seperti ada yang membuntutinya sejak tadi. Arya tidak menghiraukan hal tersebut. Dia terus masuk ke gubuk kecil milik mbah Rasih."Sampurasun, mbah?"Arya mengetuk pintu usang dari kayu yang sudah lapuk dan berkali-kali memanggil sang empunya gubuk tersebut. "Mbah, saya datang membawa daun ajaib ini."Arya yang tidak sabar akhirnya membuka paksa pintu tanpa izin sang pemilik. "Mbah," seru Arya.Tidak ada suara ataupun raga yang ada di gubuk kecil itu. Keadaan dalam rumahnya berantakan dan nampaknya sudah beberapa hari tidak di tinggali sang pemilik. "Kemana nek Rasih?"Setelah menunggu cukup