Emma ada di dalam rumah. Dia mengemas pakaian Ivan, membawa apa yang perlu dibutuhkan sang adik. Begitu selesai, Emma menenteng tas berukuran sedang itu keluar dari rumah.Emma meletakkan tas di atas pangkuan Ivan, lalu senyum lembut terpasang di wajah.“Mulai sekarang, kita akan mulai hidup baru berdua,” kata Emma menenangkan.Ivan mengangguk.Emma melangkah ke belakang kursi roda Ivan, lalu memegang kedua pegangan kursi roda.Tatapan Emma sejenak tertuju pada kerumunan orang yang sedang menyaksikan helikopter. Emma tak peduli pada siapa yang datang membuat heboh, yang terpenting sekarang baginya pergi dari kampung itu, meninggalkan tanah kelahiran dan keluarganya yang selama ini hanya menganggap dia dan Ivan beban.Emma segera mendorong kursi roda Ivan. Walau langit semakin gelap, tapi itu tak menghentikan tekad Emma.Saat Emma melangkah menjauh dari rumah, tiba-tiba suara memanggil namanya menggema di telinga.“Tuan Ethan.” Emma mendengar jelas suara majikannya itu. Tapi, mana mun
“Ini rumah kami, kenapa Bibi mengusir Kak Emma?” Ivan sudah di belakang sang bibi, memandang pada bibinya yang sedang berhadapan dengan Emma.Sang bibi menoleh dan menatap tajam pada Ivan.“Karena kakakmu sudah membuat malu!” hardik sang bibi, “kalau kamu tidak setuju dengan keputusanku, ikut saja dengannya. Aku juga sudah capek ngurus anak cacat sepertimu.”“Bibi!” Emma berteriak keras mendengar kata menyakitkan untuk Ivan yang keluar dari bibir wanita yang sudah Emma anggap sebagai ibunya sendiri.“Apa?!” Suara sang bibi begitu lantang, kedua tangannya berkacak pinggang.Mata Emma menyorot tajam, dadanya naik turun tak beraturan menahan emosi yang tak tertahan lagi.Saat Emma hendak bicara, terdengar suara gemuruh dari langit yang membuat Emma memandang ke atas.Tak hanya Emma, sang bibi dan Ivan juga ikut mencari-cari suara gemuruh yang semakin dekat, bahkan sekarang embusan angin tiba-tiba menggila begitu kencang.“Apa ini?” Sang bibi keluar dari teras, lalu memandang langit.Seke
“Bicara apa kamu?” Bibi Emma membulatkan bola mata lebar menatap pada tetangganya ini.“Hei, kamu sendiri bilang kalau Ivan baru saja ditransfer uang banyak dari Emma untuk biaya perawatan ladang dan juga membayar utang-utangmu. Lalu, aku juga dengar dari teman pacarnya Emma, katanya Emma di kota jadi simpanan dan putus hubungan sama pacarnya. Memangnya kamu tidak curiga, kenapa Emma bisa kasih uang banyak pada Ivan, padahal kerja di kota waktu itu juga belum genap sebulan.”Bibi Emma ingin membalas, tapi kata-katanya tersangkut di lidah. Dia diam, apa yang dikatakan tetangganya ada benarnya. Dari mana Emma bisa mengirimkan uang sebanyak itu.“Kalau sampai berita ini menyebar, kamu sebagai bibinya pasti terkena imbasnya,” kata wanita paruh baya memprovokasi. “Kamu tahu sendiri, kampung kita ini terkenal sebagai kampung yang ramah dan nama baik kampung begitu terjaga. Kalau sampai satu kampung tahu Emma jadi simpanan orang kaya, pasti bakal heboh. Dan kamu, kamu sekeluarga akan diusir
Setelah diusir Rosalinda. Emma memutuskan pulang ke kampung halamannya hanya dengan membawa pakaian yang melekat di tubuhnya juga tas kecil berisi dompet dan ponselnya.Sayangnya, perjalanan yang jauh membuat ponsel Emma kehabisan baterai.Setelah menempuh beberapa jam perjalanan naik bus, Emma baru saja tiba di kampungnya saat langit mulai menggelap. Emma turun di halte bus yang dekat dengan perkampungannya, dia memandangi lampu-lampu jalan yang temaram, jalanan sedikit gelap dan suara jangkrik terdengar saling bersautan.Emma segera berjalan menuju perkampungan yang tak jauh dari jalan raya. Sesampainya di kampung tempatnya lahir dan tumbuh, Emma segera pergi ke rumah peninggalan kedua orang tuanya.Senyum Emma mengembang, sakit dan lelah yang dirasakannya kini menguar karena dia akan bertemu lagi dengan adik yang sudah dia tinggalkan selama satu bulan ini.Saat akan masuk ke rumah sederhana dengan penerangan agak minim itu, langkah Emma terhenti di depan pintu rumah ketika mendenga
Ellen menangis kencang meski matanya terpejam.“Oma mengusir Kakak Emma, Ellen maunya sama Kakak Emma, Papa.”Mata Ethan membola, pelukannya pada Ellen mengerat saat mengetahui kalau Emma ternyata diusir Rosalinda.Jadi ini alasan sang mama ada di sana dan semua barang Emma tergeletak di ruang tamu.“Kakak Emma mana?” Ellen terus menangis meski suaranya begitu serak.Melihat kondisi Ellen yang tak baik-baik saja, Ethan memilih langsung menggendong Ellen untuk membawanya ke rumah sakit.Saat Ethan berjalan keluar dari kamar, dia berpapasan dengan Rosalinda yang baru saja akan masuk.Tatapan Ethan begitu dingin pada Rosalinda, ada kebencian tersorot dari mata Ethan.“Lihat, ini akibat dari keegoisan Mama,” ucapnya tajam.Rosalinda bergeming. Dia melihat Ellen yang terkulai lemas, tangannya terulur ingin menyentuh Ellen, tapi Ethan langsung menyenggol tangan Rosalinda dengan sikunya dan Ethan melangkah meninggalkan sang mama begitu saja.Ethan berteriak kesetanan memanggil sang sopir unt
Saat sore hari. Ethan baru saja tiba di rumah lebih awal. Ketika dia baru saja menginjakkan kaki di dalam rumah, Ethan melihat barang-barang yang dibelinya untuk Emma masih ada di ruang tamu, bahkan beberapa baju tergeletak berserakan di lantai.Kening Ethan berkerut dalam. Dia kembali melangkahkan kaki untuk mencari Emma, tapi Ethan kembali berhenti saat melihat Rosalinda di rumahnya.“Apa yang Mama lakukan di sini?” tanya Ethan.Tatapan Rosalinda menajam mendengar pertanyaan sang putra. Dia langsung berdiri lalu melangkah mendekati Ethan.“Apa keberadaan ibumu sendiri di sini harus dipertanyakan?” Suara Rosalinda begitu dalam dan dingin.Ethan menatap datar. Saat ini dia sedang malas berdebat dengan Rosalinda.Ethan memilih tak mengacuhkan keberadaan Rosalinda. Dia siap melangkahkan kaki, tapi gerakannya terhenti karena ucapan Rosalinda.“Apa yang sudah pengasuhmu lakukan sampai kamu rela membelikannya banyak barang mewah?”Ethan kembali menatap pada Rosalinda yang memasang wajah si