Share

Bab 15

Author: Yellow
Jawaban Liam sontak membungkam Glen, tetapi Glen tidak mau terlihat kalah dan akhirnya bergumam, "Tidak tahu malu."

Liam tidak memedulikan ucapan Glen. Selama 34 tahun hidup, Liam pernah mendengarkan ucapan yang lebih menyakiti hati. Kata "tidak tahu malu" sama sekali tidak ada apa-apanya bagi Liam.

"Memangnya tahu malu ada guna?" Liam bertanya balik kepada Glen. "Tidak tahu malu baru bisa hidup enak. Kurasa kalian yang lebih memahaminya."

Mana mungkin Glen tidak memahami makna yang tersirat di balik sindiran Liam?

"Kamu!" Glen melepaskan tangan Vera, lalu maju dan menyerang Liam.

Begitu Glen melayangkan tinjuan ke wajah Liam, Liam mengangkat tangan dan menangkisnya.

"Tidak sadar diri." Liam memelintir pergelangan tangan Glen, lalu menendang lututnya.

"Krak!" Glen langsung terjatuh ke aspal.

Vera menutup mulutnya dengan menggunakan tangan. Karena takut Glen dihajar, Vera pun menjerit sekeras mungkin, "Tolong! Ada preman, tolong ...."

Teriakan Vera bergema di tengah malam yang sunyi. Liam tidak tahan mendengar teriakan Vera, dia memelototi wanita itu dan memperingatinya, "Tutup mulutmu! Jangan sampai aku hajar!"

Vera melangkah mundur sambil menjawab, "Kamu berani?"

Meskipun berusaha terlihat marah, Vera tidak dapat menutupi rasa takutnya.

"Mau coba?" Liam tersenyum sambil menjambak rambut dan menginjak kaki Glen.

"Ah ...,"Glen menjerit kesakitan. "Vera, lapor polisi!"

Vera seolah terbangun dari mimpi, dia mengeluarkan ponselnya dengan tangan yang gemetaran. Sebelum sempat membuka kunci layar, Sofia merebut dan melempar ponsel Vera ke tanah.

"Ponselku!" Vera berteriak putus asa. Dia menatap Sofia dengan tatapan murka, lalu berlari dan menyerangnya.

Vera sedang mengandung sehingga dia tidak bisa bergerak secara leluasa. Melihat Vera yang berlari ke arahnya, Sofia langsung menyingkir dan Vera malah terjatuh ke aspal.

Vera terjatuh cukup keras. Setelah Vera jatuh, suasana terasa hening selama beberapa detik. Tak lama kemudian, Vera menangis dan meraung ketakutan.

Dibandingkan dengan tangisannya, kondisi Vera terlihat jauh lebih mengerikan. Sofia bergegas menghampirinya, lalu berjongkok dan memeriksa kondisi Vera.

Vera menggertakkan gigi sambil berkeringat dingin, dia terlihat sangat kesakitan. Begitu melihat noda merah yang mengalir membasahi celana Vera, Sofia bergegas mengambil ponselnya dan menelepon ambulans.

"Vera!"Glen berteriak sambil menangis.

Glen mengerahkan seluruh tenaganya untuk melepaskan diri dari tangan Liam, lalu berlari ke arah Vera dan memeluknya.

"Bertahan sebentar, ya! Kamu akan baik-baik saja, aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi kepadamu," Glen berkata dengan lembut.

Ketika menyaksikan kemesraan Glen dan Vera, hati Sofia terasa berkecamuk. Kejadian di restoran hotpot terulang kembali, bedanya kali ini Sofia bisa menghadapinya dengan lebih tenang.

"Dingin?" Entah sejak kapan Liam berdiri di samping Sofia.

Pertanyaan Liam tidak ada hubungannya dengan kejadian yang ada di depan mata. Sofia tercengang selama beberapa detik, lalu menjawab, "Sedikit."

Di malam yang dingin, Sofia hanya mengenakan sehelai kemeja yang tipis. Angin yang berembus sontak membuatnya menggigil. Dia melipat kedua tangan dan menggosok lengannya untuk menghangatkan diri.

Liam melepaskan jaket, lalu menggunakannya untuk menghangatkan Sofia. Seketika, Sofia pun mencium aroma pria dewasa yang membuatnya terkejut.

"Oh, tidak perlu." Sofia ingin mengembalikan jaketnya, tetapi Liam menghentikannya.

"Pakai jaketnya." Liam melirik Glen dan Vera yang menangis tersedu-sedu. Mereka berdua seperti sedang memerankan adegan perpisahan hidup dan mati.

"Kita tidak bisa langsung pulang ke hotel, 'kan? Udara malam sangat dingin, nanti kamu sakit." Liam memberikan perhatiannya.

Baru saja Liam berbicara, Sofia langsung bersin-bersin. Liam mengerutkan bibirnya, lalu memakaikan jaket ke badan Sofia sambil mengomel, "Apa kataku? Pakai jaketnya."

Sofia tidak enak menolak kebaikan Liam.

....

Selang beberapa menit, ambulans tiba untuk membawa Vera.

Ketika berpapasan dengan Sofia dan Liam, Glen memelototi mereka sambil mengancam. "Kalau terjadi sesuatu kepada anakku, aku tidak akan melepaskan kalian!"

Kemudian Glen masuk ke dalam ambulans untuk menemani Vera ke rumah sakit. Sofia hanya berdiri mematung sambil melihat ambulans yang melintas melewatinya.

"Apakah dia akan baik-baik saja?" Sofia bertanya kepada Liam.

Liam bukan dokter, dia juga tidak bisa memberikan Sofia jawaban yang pasti. Satu-satunya hal yang bisa dipastikan Liam adalah Sofia tidak bersalah.

"Tidak peduli bagaimana keadaannya, kamu tidak bersalah," Liam menjawab dengan tegas.

Sofia menoleh dan menatap Liam sambil mengedipkan mata. Ketika bertatapan dengan Liam, jantung Sofia terasa berdegup kencang.

"Hmm ...." Sofia kembali menundukkan kepala untuk menyembunyikan rasa gugupnya.

....

Sofia tidak bisa tidur dengan tenang. Malam ini dilewati dengan penuh kecemasan.

Setiap memejamkan mata, Sofia teringat dengan Vera yang berlumuran darah serta Liam yang memberikannya jaket untuk menghangatkannya.

Sofia merasa ketakutan sekaligus malu, perasaannya terasa campur aduk. Situasi seperti ini benar-benar menyiksa mentalnya ....

....

Sebelum tidur, Sofia menyetel alarmnya pada pukul 8 pagi. Besok Sofia harus kembali bekerja setelah cuti 3 hari.

Tidur Sofia tidak nyenyak, kedua matanya terlihat hitam dan bengkak. Demi menjaga penampilan, Sofia menutupi matanya yang sayu dengan menggunakan alas bedak.

Untungnya beberapa hari ini tidak ada banyak tamu penting yang menginap. Selama seharian, Sofia bekerja di ruangannya. Hari ini tidak ada masalah penting yang mengharuskan Sofia turun tangan.

Pada sore hari, Glen tiba-tiba menelepon Sofia dan langsung membentaknya, "Kamu sudah puas? Vera keguguran! Anakku sudah nggak ada, ini yang kamu mau, 'kan?"

Suara Glen terdengar serak, seperti orang yang habis menangis.

Sebenci-bencinya Sofia kepada Vera, Sofia tidak pernah mengharapkan Vera keguguran. Sofia masih memiliki hati nurani, anak yang dikandung Vera sama sekali tidak bersalah.

"Aku hanya menyingkir, siapa sangka dia bakalan jatuh?" Sofia menjawab dengan tenang.

Namun ketenangan Sofia justru membuat Glen semakin murka. "Kamu tahu dia lagi hamil, 'kan?"

Teriakan Glen benar-benar memekakkan telinga. "Kalau kamu minggir, otomatis dia bakal jatuh. Kamu sengaja mencelakainya, kamu sengaja membuatnya keguguran! Sofia, kamu telah membunuh anakku. Dasar wanita jahat!"

"Aku jahat?" Sofia tertawa kecil. "Glen, buka matamu lebar-lebar! Kamu yang duluan cari masalah. Kalian sendiri yang membunuh anak kalian."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 643

    Liam terkejut saat Kenta memanggil namanya. Liam mengira kalau keberadaannya ketahuan.Ketika mengintip ke ujung lorong, Liam tidak melihat siapa pun yang berjalan ke arahnya."Tunggu saja! Suatu hari nanti aku akan menghabisimu!" Ternyata Kenta sedang berbicara sendiri.Liam tertawa mendengar ucapan Kenta. Pada akhirnya, entah siapa yang akan menghabisi siapa.....Ketika Liam kembali ke aula, mempelai pria dan wanita telah berganti pakaian, mereka sedang menyapa para tamu.Orang tua kedua mempelai berdiri di samping, mereka berterima kasih kepada para undangan yang hadir.Entah karena berdandan atau sudah terlalu lama tidak bertemu, Liam tidak langsung mengenalinya saat melihat Niel.Dibandingkan beberapa tahun lalu, wajah Niel terlihat jauh lebih dewasa. Niel sudah berubah, dia tidak lagi ceria dan percaya diri seperti dulu.Beberapa tahun ini Grup Aluva hampir mengalami kebangkrutan. Kehidupan yang sulit dan penuh perjuangan telah mengubah karakter Niel.Liam sama sekali tidak bers

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 642

    Sebentar lagi pesta pernikahan akan dimulai, para tamu undangan mulai berdatangan. Evano dan Liam pun mulai sibuk.Ada begitu banyak tamu undangan yang mengenal Liam, sebagian besar tamu yang hadir adalah sosok familier. Para tamu undangan menyapa Liam secara bergantian, ada yang mengajak berjabat tangan, ada pula yang mengajaknya berfoto bersama. Bahkan beberapa orang yang akrab menawarkan untuk menjodohkannya.Demi nama baik Evano dan Kaila, awalnya Liam masih berusaha untuk meladeni orang-orang yang menyapanya. Namun kesabaran Liam ada batasnya, semua tamu yang hadir malah lebih memilih untuk mendekati Liam daripada menyapa mempelai. Mereka menggunakan kesempatan ini untuk menjalin kedekatan dengan Liam.Akhirnya Liam sudah tidak tahan, dia menyerahkan semuanya kepada Evano. "Aku mau cari angin."Aula ini sangat besar, Liam bersusah-payah menemukan tempat yang sepi. Dia berdiri di depan jendela lorong. Embusan angin sejuk menyeka wajahnya.Liam mengeluarkan ponsel, sama sekali tidak

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 641

    Sesaat Evano dan Liam datang, pihak keluarga mempelai pria menghampiri mereka. "Pak Liam, Pak Evano, lama tidak berjumpa."Liam tidak bergeming, dia menatap sosok tersebut dengan dingin."Maaf, kami tidak merokok." Evano menolaknya dengan sopan, tidak seperti Liam yang menolak dengan ketus.Pihak keluarga mempelai pria mengajak Evano mengobrol sekaligus mencari muka. Evano tidak tahan, dia langsung mencari alasan untuk memisahkan diri.Begitu menoleh, amarah Evano langsung mendidik melihat Liam yang bersenang-senang di atas penderitaannya. "Semua salahmu! Masih bisa tersenyum?""Kenapa aku tidak boleh senyum?" Liam melihat kedua tangannya di dada."Dia datang buat menyapamu." Evano memelotot. "Tapi ujung-ujungnya aku yang jadi tumbal."Meskipun Evano juga merupakan salah satu pemilik Grup Charula dan memiliki jabatan yang tak kalah penting, orang-orang lebih menghormati Liam yang jelas berkuasa di dalam perusahaan."Aku tidak menumbalkanmu." Liam memperbaiki ucapan Evano. "Aku hanya ma

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 640

    "Ngapain menyuruhku datang pagi-pagi?" Evano memperhatian ruang aula yang telah selesai didekorasi. Kaila tinggal menyuruh staf hotel untuk mengecek sebelum acara pesta dimulai.Evano mengerutkan alis, sebenarnya tidak ada pekerjaan yang memelukan bantuannya. Evano pun kesal dan mengomeli Kaila, "Kaila, kamu nggak bisa berhenti menggunakan cara rendahan semacam ini?"Dulu Kaila tak sungkan menggunakan berbagai cara demi bisa bertemu Evano. Awalnya Kaila tersentak mendengar nada bicara Evano yang ketus, tetapi dia segera menangkan diri dan tersenyum. "Sepertinya Pak Evano salah paham, ayahmu yang menyuruhku untuk menghubungimu. Jangan lupa, di mata orang-orang, kita adalah pasangan yang harmonis dan serasi. Kamu mau rahasia ini ketahuan publik?"Keluarga Pradita dan Yeca mengetahui hubungan Evano dan Kaila yang sebenarnya. Namun selama kerja sama kedua keluarga berjalan lancar, orang tua mereka tidak memedulikan kebahagiaan pernikahan anak-anaknya.Orang tua Kaila dan Evano hanya memint

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 639

    Kaila sedang mengecek semua persiapan pesta pernikahan.Kaila mengenakan gaun ketat berwarna putih dan sepatu hak tinggi yang berkisar 10 cm. Setiap Kaila berjalan, rambutnya terkibas indah hingga memperlihatkan anting mutiara yang berkilau di telinga.Evano terpaku melihat Kaila. Liam yang duduk di samping Evano pun diam-diam mengeluarkan ponsel dan mengambil fotonya.Kaila memegang walkie-talkie dan menunjuk ke arah langit-langit sambil mengerutkan alis saat berbicara kepada salah seorang staf yang mengikutinya.Liam sengaja bertanya kepada Evanio, "Mau menyapanya?"Evano tersadar dari lamunan dan bergegas memalingkan wajah."Tidak." Sorotan mata Evano terlihat hampa. "Ayo, cari tempat duduk."Liam mengangkat alis matanya. "Katanya Kaila menelepon sampai tiga kali untuk mendesakmu? Pasti dia ada keperluan, makanya memaksamu datang lebih awal.""Aku nggak bakal bantu." Evano menggertakkan giginya dengan kesal. "Lagi pula bukan kami yang menikah, ngapain ikut repot-repot?"Liam dan Eva

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 638

    "Kamu takut sama Kaila?" Liam menatap Evano dengan ekspresi mengejek.Wajah Evano sontak memerah, dia tampak kesal dan kembali menendang Liam. "Cepat! Jangan cerewet."Hari ini suasana hati Liam sangat bagus, dia jarang-jarang tertarik dengan kehidupan orang lain. Kali ini dia akan berbesar hati dan tidak membuat perhitungan dengan Evano yang menendangnya."Akui saja kamu menyukainya. Lagi pula ini bukan pertama kalinya kamu menelan ludah sendiri." Liam menepuk pundak Evano. Liam tidak bercanda, dia tulus membujuk Evano. "Apalagi kalian sudah menikah, tidak ada gunanya mengingat-ingat masa lalu."Raut wajah Evano sontak membeku. Warna merah yang merona pun pudar, ekspresi Evano tampak masam. Melihat reaksi Evano, sepertinya dia sedang berada di dalam situasi sulit."Tidak mudah menemukan pasangan yang kita cintai dan juga mencintai kita." Liam jarang menasihati orang lain. Hanya saja, dia pernah mengalami dan tahu sakitnya patah hati. Walaupun Liam tidak menyukai semua perbuatan Kaila

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status