Share

Tiga

Auteur: Mumtaza wafa
last update Dernière mise à jour: 2025-02-12 20:46:03

"Titip ya, Sha.”

Aku melepaskan genggaman tangan Raya lalu meyerahkan pada Aesha. Kebetulan dia salah satu pengurus di daycare yang merangkap paud. Tas kecil berisi makanan dan susu kotak juga buku-buku bergambar milik Raya kuserahkan pula pada Aesha.

“Memangnya Mbak Tari ke mana, Ta?” tanya Aesha sembari mengambil tas yang kusodorkan padanya.

“Ke luar kota,” jawabku singkat. 

Aku tak mau membahas perdebatan kami semalam, juga tentang Mbak Mentari yang tahu kalau aku dan Jagad satu kantor. Mbal Tari yang tidak mau mengaku, akhirnya membuat mood-ku sedikit hancur. 

Sepertinya Aesha juga melihat wajahku yang muram, dia tak banyak bertanya meski aku tahu pikirannya dipenuhi dengan rasa penasaran. Aku bahkan tak mengucapkan salam perpisahan atau sekedar kata-kata mutiara untuk Raya. Yang kutahu, Aesha menggeleng-gelengkan  kepalanya melihat tingkahku.

Tanganku menarik tuas gas motor, meninggalkan bangunan dua lantai dengan cat warna warni khas anak-anak. Aku juga tidak membuang waktu untuk melihat mata Raya, aku takut anak itu malah manja dan meminta ikut denganku. Selama masih  ada Jagad di kantorku, aku tak akan membawa Raya ke sana.

“Ya ampun, datang-datang muka udah ditekuk aja, Ta. Masih jomblo, ya?” Suara cempreng Askana menyambut ketika aku baru saja masuk ke dalam ruangan. Dia dan Mala terkikik geli melihat wajahku yang semakin ku tekuk.

“Udah tau belum kalau ada GM baru?" tanya Mala berjalan menuju mejaku. "Ganteng tau, Ta. Kayaknya sih, masih single. Soalnya di jarinya nggak ada cincin."

“Memangnya kalau udah nikah, laki-laki juga harus pake cincin?” Aku bertanya dengan nada sensi.

Pasalnya, dulu selama menikah hanya aku yang memakai cincin nikah. Bukan apa, tapi karena saat itu memang keuangan Jagad sangat minim sehingga hanya mampu membeli satu cincin. Pernikahan kami sangat sederhana, dilakukan di KUA, lalu makan-makan keluarga.

Tak ada istimewa karena orang tuanya tak mau mengeluarkan uang untuk pernikahan kami. 

‘Kalian yang memutuskan nikah muda, jadi kalian juga yang bertanggung jawab dengan keputusan kalian sendiri.’

Begitu kata mendiang Papa mertuaku dulu. Beliau juga sempat menentang pernikahan kami karena merasa aku dan Jagad masih terlalu muda untuk berumah tangga. Selain karena ekonomi, juga faktor emosi yang masih belum stabil. 

Nyatanya, apa yang mereka khawatirkan ada benarnya, dan sekarang malah aku yang menyesal pernah menikah.  Harusnya ku siapkan  mental dan ilmu dulu sebelum memutuskan, bukan hanya karena fomo banyak yang menikah muda lalu dijadikan konten mesra-mesraan sehingga membuat kaum jomblo kebagian nyengir.

“Ya nggak juga, sih. Tapi kayaknya emang beneran jomblo, kok." Askana menyerahkan beberapa berkas padaku.

“Apaan, nih?” tanyaku mengangkat map hijau dari Askana. 

“Itu berkas yang Pak Jagad minta. Aku sakit perut, tolong kasihin, ya?" Setelahnya, Askana langsung kabur meninggalkanku yang masih bengong dengan berkas di tangan. 

Aku melirik Mala meminta bantuan, tapi gadis itu hanya mengedikkan bahunya tak peduli. Astaga, haruskah pagi-pagi seperti ini aku bertemu dengan mantan? 

Menarik napas dalam, lalu membuangnya perlahan. Tanganku terayun mengetuk pintu. "Permisi, Pak."

Tak ada jawaban. Aku menempelkan telinga di pintu mencari suara kehidupan dari dalam. Hanya untuk memastikan apakah Jagad ada di ruangannya atau tidak. 

"Esta? Kamu ngapain?"

Aku tersentak kaget, mengelus dada lal,u mendelik padanya. Terlihat kerutan di antara kedua alis Jagad seolah sedang bertanya salahnya di mana. Aku berdehem, kemudian  menyodorkan map di tangan.

“Dari Askana,” kataku lalu langsung kabur dari hadapan Jagad.

*

*

Sejak kehadiran Jagad di kantor, aku tak bisa menjadi Semesta yang seperti biasa. Aku harus menjaga image di depan lelaki itu. Sikapku harus terlihat anggun dan dewasa. 

Aku sengaja melakukan itu agar Jagad tak lagi menilaiku kekanak-kanakan seperti dulu. Aku ingat dulu, setiap kali aku marah padanya, dia mengatakan aku seperti anak kecil. 

'Kita udah dua puluh tahun, Ta. Bisa nggak sih, kamu belajar lebih dewasa sedikit? Gini aja nggak bisa!'

'Apaan, sih, Ta! Aku kerja jadi sales penjualan, ya wajar kalau teman kerjaku perempuan! Kamu jangan kekanakan, ya!'

Banyak lagi kata-kata yang cukup menyakitiku. Bagaimana aku tidak cemburu? Dia berboncengan dengan rekan kerjanya, katanya sih, sebar brosur. Tapi harus banget pegangan perut? 

Dan firasatku ternyata kejadian juga. Mungkin Jagad memang tak menganggap kalau temannya ada hati, tapi sebagai sesama perempuan jelas aku merasakannya. Malam-malam curhat putus dengan pacarnya. 

Oke aku cemburu. 

Tapi lagi-lagi Jagad bilang aku cemburu tak beralasan. Saat aku mengancam akan pulang ke rumah Mbak Tari, dia malah memarahi ku balik. 

'Bisa nggak sih, kalau ngambek nggak usah kabur-kaburan? Kita udah gede! Udah nikah. Jangan umbar aib rumah tangga kita sama kakakmu!'

Oh, ternyata dia baru sadar kalau sudah menikah denganku. Nyatanya, dia lebih sibuk dengan teman-teman dan ponselnya. Dulu, katanya aku prioritas, setelah menikah ternyata semua berubah. 

Aku tak lagi menjadi yang pertama baginya. 

Aku menggeleng pelan, naik ke atas motor, lalu menghela napas panjang sebelum melaju menuju daycare Aesha. Aku harus menjemput Raya tentu saja. Kalau saja tidak ingat kalau dia ... aku menggeleng berusaha menghilangkan pikiran buruk di kepalaku. 

'Raya itu anaknya nurut, Ta.'

'Raya mirip banget sama kamu.'

'Ta, Mbak Tari mau dinas. Jagain Raya bentar, ya.'

Ah, Raya. Gadis kecil itu hampir saja merenggut masa mudaku. 

Setengah jam aku baru sampai di depan daycare memarkirkan motor sedikit jauh dari pintu gerbang karena banyak kendaraan dari orang tua lain yang menjemput anak-anak mereka. Aku berjalan dengan menenteng bolu dari toko kue yang cukup terkenal asal kita Bandung. 

Sengaja kubeli untuk Aesha sebagai tanda terima kasih karena sudah mau menjaga Raya secara gratis. Langkahku terhenti sebelum memasuki gerbang daycare. Memicingkan mata untuk meyakinkan diri kalau aku tak salah lihat. 

"Jagad? Kenapa dia di sini?"

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Pernah Menyesal Menikah   Dua puluh sembilan

    “Hubungan kamu, itu yang akan menjalani kamu sendiri, Ta. Mbak nggak akan ikut campur, kalau kamu belum yakin, minta waktu lagi. Jangan sampai apa yang dulu udah terjadi, keulang lagi dan bikin kamu makin trauma.” Nasehat Mbak Mentari bisa kuterima dengan baik. Tak seperti biasanya yang menghakimi, kali ini benar-benar menyerahkan sepenuhnya padaku. Mas Auriga tentu saja sudah minta maaf berkali-kali padaku tentang sikap mamanya dan aku tak akan mempermasalahkannya lagi. Toh, itu mungkin hanya ketakutan seorang ibu saja. Selain sikapnya yang membahas masa laluku, mama Mas Auriga cukup baik, dia bahkan memberikan uang untuk Raya. Beliau juga cukup mengenal baik Mas Buana dan tahu kalau aku adiknya. Untuk urusanku dengan Jagad … kesalahpahaman kami mungkin sudah selesai, tapi belum jika soal Raya. Aku hanya butuh waktu sedikit lagi untuk mengatakan soal keberadaan Raya. Iya, aku butuh persiapan dan mental kalau-kalau nanti dia akan menolak

  • Pernah Menyesal Menikah   Dua puluh delapan

    Aku yakin jika Mama Sera melihat Raya, mungkin dia akan menyadari kalau Raya adalah cucunya, tapi aku akan berusaha untuk tidak mempertemukan mereka. Aku tidak ingin kemungkinan-kemungkinan buruk akan terjadi, misal, mereka menyalahkan aku karena menyembunyikan Raya. “Ta?” “Iya, Mas?” "Kamu nggak enak badan? Apa kita mampir makan dulu?" “Nggak, Mas. Aku nggak apa-apa, kok.” “Beneran? Kamu keliatan diem aja dari tadi. Kalau nggak enak badan kita tunda aja ketemu sama Mamanya, ya?” Aku menggeleng. Mas Auriga sudah effort sekali menjemputku dan Raya, dia bahkan masih memakai setelan kerjanya. Yang kutahu dari Mbak Mentari, Mas Auriga bekerja sebagai seorang engineer yang bekerja di salah satu perusahaan asing. Terkadang dia pergi ke luar kota untuk bekerja. “Aku baik-baik aja, Mas. Mungkin karena gugup jadi begini.” Mas Auriga tersenyum, lalu kembali m

  • Pernah Menyesal Menikah   Dua puluh tujuh

    Jadi bukan Jagad?Aku menatap undangan di tangan dengan perasaan tak menentu. Lalu, yang aku lihat beberapa kejadian yang melibatkan Aesha dan Jagad itu apa? Aku benar-benar pusing dibuatnya.“Esta?”Aku menoleh dengan pelan ke arah Aesha yang menatapku penuh tanya. Tentu saja dia penasaran dengan ekspresiku yang menunjukkan keterkejutan. Aku harus bicara dengan Aesha nanti, tapi tidak di depan Liana dan Raisa.“Ta? Muka kamu kayak orang syok gitu, sih? Kamu nggak apa-apa?” tanya Liana yang melihatku dengan penuh menyelidik.Aku mengangguk pelan. Aku kembali melirik Aesha yang sedang digoda oleh teman-temanku. Jadi selama ini Aesha benar-benar tidak berbohong?Tarikan napas panjang lalu embusan napas yang ku keluarkan, nyatanya tak membuat dadaku lega. Banyak sekali pertanyaan yang seolah sedang menari-nari di dalam kepalaku.Tentang pernikahan Aesha, juga tentang Jagad. Kenapa Aesha tidak mengatakan padaku kalau dia men

  • Pernah Menyesal Menikah   Dua puluh enam

    Aku hanya bisa tersenyum kecil mendengar kata-katanya. Ada perasaan hangat yang merambat di dadaku, tapi juga sedikit rasa ragu. Jagad. Sosok yang selalu menghantuiku setiap kali aku berpikir tentang masa lalu dan masa depan Raya. Pikiran tentang Jagad muncul begitu saja. Aku jadi teringat kata-katanya waktu itu, bahwa mungkin dia nggak akan pernah bisa menerima Raya. Kalau benar begitu, apa aku harus terus berharap? Apa benar aku harus melupakan masa lalu dan menerima kehadiran orang lain dalam hidupku?Aku melirik Mas Auriga, yang sekarang tengah sibuk memperhatikan Raya. Dia selalu ada, selalu hadir untukku dan Raya. Tapi kenapa, sampai sekarang, aku masih merasa ada tembok yang menghalangiku untuk melangkah lebih jauh?“Ta?” suara Mas Auriga membuyarkan pikiranku.“Iya, Mas?”“Tawaranku masih belum berubah. Aku masih menunggu jawaban kamu.”Aku terdiam sejenak. Mas Buana benar, Mas Auriga adalah sosok yang baik, isianya yang

  • Pernah Menyesal Menikah   Dua puluh Lima

    Dia berdiri di sana, menatapku dengan wajah datar tanpa ekspresi. Seolah semua yang terjadi antara kami selama ini tidak meninggalkan bekas apa pun baginya. Hanya tatapan kosong, yang membuatku entah merasa lega atau malah semakin sesak. Senyum di wajahku perlahan menghilang, digantikan oleh helaan napas panjang yang keluar tanpa bisa kutahan.Jagad tidak bergerak mendekat, tidak mengatakan apa pun. Dia hanya berdiri di sana, seperti bayang-bayang masa lalu yang menolak hilang meski aku sudah mencoba sekuat tenaga untuk melupakannya. Rasanya ... perih. Aku mencoba menatap ke arah lain, memalingkan pandangan dari mantan suamiku itu. Tapi rasa itu tetap ada. Perasaan tentang betapa salahnya semuanya, betapa aku tidak pernah benar-benar bisa menghapusnya dari hidupku.Mala, yang mungkin menyadari perubahan di wajahku, langsung merangkulku lagi. "Kamu nggak apa-apa, Ta?"Aku hanya mengangguk kecil. "Iya, aku baik-baik aja."Tapi dalam hati,

  • Pernah Menyesal Menikah   Dua puluh Empat

    Jadi bukan Jagad yang akan menikahi Aesha? Tapi kalau bukan Jagad, kenapa aku selama ini merasa semuanya kebetulan?Di daycare, juga Jagad yang bertanya aku kenal Aesha atau tidak. Lalu, nama depan Jagad yang katanya sempat Aesha sebut dan menurut Raisha calon suami Aesha. Lalu saat kami bertemu di supermarket beberapa waktu yang lalu ketika kepulangan Mas Buana. Harusnya aku bertanya langsung saja dengan Aesha. Tetapi sejak selesai kajian beberapa waktu lalu, hubungan kami tidak terlalu bagus. Aesha jadi jarang me nimbrung di grup, mungkin juga sedang sibuk dengan persiapan pernikahannya. Aku terus memikirkan ini bahkan saat motorku berhenti di depan rumah. Pikiranku terpecah antara apa yang baru saja kudengar dan kenangan masa lalu yang masih terus membayangiku. Aku mematikan mesin dan berdiri sejenak, membiarkan embusan angin sore mengusap wajahku. Lalu, suara tawa kecil terdengar dari halaman depan.Aku menoleh dan menemu

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status