공유

Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir
Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir
작가: Vannisa

Bab 1

작가: Vannisa
"Sakit?" Napas berat pria itu memenuhi seluruh kamar, sementara wanita yang ada di bawahnya sama sekali tidak kooperatif. Alhasil, dia pun mencoba berkali-kali.

Mungkin karena pengaruh alkohol, pria itu memegang pinggang ramping si wanita dengan satu tangan, lalu tangannya yang lain mengajari wanita itu untuk menerima dirinya.

Hingga fajar menyingsing, dua sosok yang saling bermesraan di dalam kamar itu barulah menghentikan aksi mereka.

Suara air di kamar mandi membangunkan Maggie Leandra yang sedang tidur nyenyak. Dia menutupi dirinya dengan selimut sambil berusaha keras mengingat kejadian-kejadian kemarin.

Kemarin, Maggie dan tunangannya, Shawn Alvaro, yang telah menetapkan hubungan selama bertahun-tahun akhirnya mengadakan pesta pertunangan mereka.

Upacara berlangsung megah dengan banyak tamu yang hadir. Semuanya adalah mitra bisnis dari Keluarga Leandra dan Keluarga Alvaro. Malam itu, teman-teman Shawn mengadakan sebuah pertemuan.

Berhubung tidak bisa berbicara maupun menolak, Maggie terpaksa menerima banyak alkohol. Ingatan terakhir yang dia miliki adalah saat Shawn membawanya ke kamar presidential suite di lantai atas. Setelah itu, dia pun kehilangan kesadaran. Dalam kondisi hanya berduaan serta dipengaruhi alkohol, mereka saling bermesraan dengan penuh gairah sepanjang malam.

Suara air di kamar mandi berhenti. Pria itu keluar dari uap dengan hanya mengenakan handuk. Tubuhnya yang sempurna dengan bahu lebar dan pinggang ramping, terlihat sangat bugar. Air menetes dari otot-ototnya.

Maggie yang baru pertama kali mengalami hal seperti itu merasa sangat malu. Dia segera memalingkan wajahnya dan berusaha keras untuk tidak mengingat adegan penuh gairah semalam.

"Sudah bangun?" tanya Easton Devantara sambil mengangkat alis. Dia menatap ke arah wanita yang menggeliat di atas ranjang.

Wajah Maggie yang pucat dengan sedikit kemerahan di pipi, serta kulitnya yang halus bagaikan sutra membuat Easton tak bisa mengalihkan pandangannya. Dia bagaikan binatang buas yang kenyang dan sekarang sedang menatap buruannya dengan puas.

Namun, ada yang salah ... dengan suara ini. Maggie tiba-tiba mendongak dan menatap pria itu. Tatapannya langsung bertemu dengan sepasang mata yang hitam pekat, serta penuh aura agresif.

Wajah Maggie tiba-tiba memucat. Bahkan begitu dia melihat wajah pria itu, darah seakan-akan mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Pikirannya kosong dan air matanya jatuh dengan cepat ke atas seprai. Kebahagiaan dan kenikmatannya semalam ternyata berasal dari pria asing yang sama sekali tidak berkaitannya dengannya.

Tubuh Maggie bergetar hebat. Air matanya terus mengalir tanpa henti. Rasa putus asa dan ketidakberdayaan mengalir lebih cepat daripada darah dalam tubuhnya. Dia hanya bisa bertanya berulang kali menggunakan bahasa isyarat untuk meminta penjelasan dari pria itu.

[ Siapa kamu? Kenapa kamu bisa ada di sini? Semalam, kamu yang ada di sini? ]

Wanita ini ternyata bisu? Sedikit keterkejutan segera melintas di mata Easton. Pantas saja meskipun sangat kesakitan, semalam dia hanya diam-diam meneteskan air mata.

Easton masih menatapnya. Pandangannya berkeliling di tubuhnya dengan emosi yang makin sulit untuk dipahami. Dia menarik napas dalam-dalam dengan kening berdenyut. Kemudian, rasa marah segera menyelimuti hatinya.

Easton baru saja kembali ke Morisia. Semalam, teman-temannya memaksanya meminum banyak alkohol dan memberinya sebuah kartu kamar. Katanya, itu sebagai hadiah untuk dirinya yang baru saja putus cinta.

Di kamar yang remang-remang itu, keduanya sama-sama sudah mabuk. Easton ingat betul, wanita ini yang duluan mendekat dan menciumnya. Dia begitu terpesona dengan ciumannya. Akhirnya tanpa memeriksa identitas wanita itu, mereka pun tidur bersama.

Semalam, wanita inilah yang berinisiatif. Lantas, kenapa sekarang dia terlihat canggung? Easton tidak bisa berbuat apa-apa terhadap wanita ini sehingga melengkungkan sudut bibirnya dengan sinis. Dia memberi tahu, "Aku nggak ngerti. Pakai bajumu dan pergilah."

Maggie menyadari bahwa dia tidak bisa bersembunyi selamanya di bawah selimut. Setelah memastikan pria itu sudah pergi, dia terburu-buru mengenakan gaunnya. Hanya saja, pakaian dalamnya sudah rusak karena kekasaran semalam. Jadi, dia tidak bisa memakainya lagi.

Dengan susah payah, Maggie akhirnya selesai mengenakan gaunnya dan berdiri di hadapan pria itu. Sementara itu, Easton berdiri di samping. Dia memperhatikan Maggie yang kehilangan konsentrasi sejenak, lalu memanfaatkan cahaya dari langit untuk mengamati wanita di depannya dengan tenang.

Wajah wanita itu sangat kecil dengan pipi tirus, sepasang matanya penuh perasaan, bibir merah mudanya sedikit bengkak, dan rambut panjangnya terurai alami. Seluruh tubuhnya terlihat putih bersinar dengan sedikit sisa riasan di wajahnya. Matanya yang merah terlihat mengerikan. Walau berantakan, dia tetap terlihat cantik.

Seprai putih di ranjang berantakan dalam lipatan. Seberkas merah yang suram tetapi mencolok muncul di mata Easton. Pantas saja malam tadi terasa begitu canggung. Dia pun tanpa sadar menelan ludah.

Melihat wanita itu tidak berniat pergi, Easton langsung mengerti. Dia mengeluarkan setumpuk uang dolar Amrek yang tebal dari dompet dan menyodorkannya ke tangan wanita itu.

Easton sudah sering bertemu dengan jenis wanita seperti ini. Dia bertanya, "Apakah uang ini cukup? Gimana kalau ...." Belum sempat dia menyelesaikan kata-katanya, wanita itu malah melemparkan tumpukan uang itu ke tubuhnya.

Easton sontak memicingkan mata. Tubuhnya dipenuhi dengan aura berbahaya. Dia segera bertanya, "Kenapa? Kurang ya? Setahuku, perantara kalian sudah ambil banyak uang dari temanku. Kamu nggak pernah cari tahu harga pasaran ya? Jangan-jangan, kamu kira bisa dapat keuntungan besar? Jangan mimpi deh ...."

Seiring terdengarnya suara keras, Easton terkejut karena ditampar. Dia sedikit menunduk dan meludah darah dari mulutnya. Saat ini tatapannya penuh amarah, seolah-olah dia siap untuk mencekik wanita itu.

Easton berseru, "Dengar baik-baik, aku nggak peduli gimana kamu bisa sampai di sini! Tapi semalam, kamu yang datang dan berinisiatif menciumku. Sekarang, kenapa kamu malah berpura-pura seperti ini?"

Maggie tidak berani mendengarkan lebih lanjut. Sambil menahan air mata dengan sekuat tenaga, dia buru-buru meninggalkan kamar dengan menginjak uang yang berserakan di lantai.

Maggie menghentikan taksi di pinggir jalan. Ketika ponselnya kembali menyala, panggilan tak terjawab dan pesan yang belum dibaca muncul bertubi-tubi. Dia mengetikkan tujuan di memo dan menunjukkannya pada sopir taksi.

Pemandangan di luar jendela berlalu dengan cepat, sementara Maggie merasa sangat bingung. Di telinganya, terus terngiang kata-kata pria itu. "Kamu yang datang dan berinisiatif menciumku ...."

Maggie tidak mengerti bagaimana semuanya bisa berakhir seperti ini. Kenapa pria yang menghabiskan malam bersamanya malah adalah orang asing?

Tak lama kemudian, taksi berhenti di luar vila pribadi. Maggie segera berlari masuk ke dalam vila. Dia ingin secepatnya menyembunyikan diri dan membersihkan dirinya di bawah shower.

Hanya saja, semuanya sudah terlambat. Di ruang tamu vila yang luas, banyak tamu sedang berkumpul. Rambut Maggie yang kusut, riasan wajahnya yang berantakan, matanya yang merah, gaun yang tidak rapi, serta bekas ciuman merah di leher putihnya, semuanya itu seolah-olah memberi tahu semua orang tentang malam penuh kegilaan yang baru saja dialami olehnya.

Suasana vila menjadi sunyi. Semua orang terdiam. Hingga akhirnya, Aurel Leandra bertanya dengan nada tinggi, "Aduh, Kak. Kamu ke mana saja? Kami mencari-carimu semalam. Kak Shawn panik banget lho. Dia hampir saja menelepon polisi."

Shawn memandangnya dengan tatapan dingin. Matanya berhenti pada bekas ciuman di leher Maggie. Pandangan pria itu begitu tajam dan mengerikan. Dia bertanya, "Kamu ke mana saja? Kenapa tubuhmu seperti ini?"

Semua orang hanya memandang Maggie dalam diam. Bahkan orang tuanya juga menatapnya dengan penuh ketidakpercayaan, seolah-olah sedang melihat sesuatu yang menjijikkan. Pandangan mereka penuh kebencian dan penghinaan ketika menilai dirinya dari atas ke bawah.

Seketika, perasaan terluka, kebingungan, ketidakberdayaan, dan ketakutan memenuhi hati Maggie. Dia tidak bisa menjelaskan apa pun. Dia hanya bisa berulang kali menggunakan bahasa isyarat untuk bertanya kepada tunangannya.

[ Kamu ke mana? Kenapa meninggalkan aku sendirian di hotel? ]

Shawn tahu sedikit tentang bahasa isyarat, tetapi dia pura-pura tidak mengerti. Dengan memanfaatkan kemampuan berbicara lancarnya, dia menyalahkan semuanya pada Maggie yang tidak bisa berbicara dan tidak mampu membela diri.

"Kita sudah bertunangan. Kamu tiba-tiba menghilang semalam, bahkan tubuhmu penuh dengan bekas yang ditinggalkan pria lain. Apa kamu nggak memikirkan perasaanku?" tanya Shawn dengan penuh emosi. Urat di dahinya berdenyut-denyut.

Shawn terlihat seperti seseorang yang terluka oleh pengkhianatan, serta merasakan kesedihan yang begitu mendalam. Orang-orang di sekitarnya menatapnya dengan penuh simpati.

"Dia sudah membuat dirinya menjadi seperti itu. Gimana dia bisa menghadapi Pak Shawn yang begitu setia padanya?"

"Gimana sih orang tuanya mendidiknya? Sudah hampir nikah, tapi masih saja pergi dengan pria lain. Walaupun dinikahi, dia tetap bukan wanita yang baik."

Di antara kerumunan, terdengar komentar yang menusuk telinga. Tidak ada yang memercayai Maggie. Di sekelilingnya, hanya ada cacian dan hinaan yang tak bisa diterima, bahkan ada gosip buruk yang beredar.

Maggie cukup kebingungan. Semalam dia mabuk dan Shawn membawanya ke kamar presidential suite di lantai atas. Dia yakin bahwa hal itu tidak salah. Namun, dia tidak bisa berbicara dan tidak ada yang memercayainya. Maggie terus menyampaikan sesuatu menggunakan bahasa isyarat.

[ Bukan begitu. Dengarkan penjelasanku! ]

Shawn terlalu terburu-buru, bahkan dia tidak ragu menghancurkan sedikit rasa harga dirinya di depan semua orang dengan kata-kata yang sangat kasar. Dia berucap, "Baru saja bertunangan denganku, kamu sudah hilang dan melakukan hal ini dengan pria lain. Maggie, aku benar-benar nggak nyangka kamu ternyata orang seperti ini."

Maggie menghentikan gerakan bahasa isyaratnya. Kedua tangannya turun perlahan. Di matanya yang sebelumnya penuh pesona, kini hanya ada kesedihan dan kegelapan. Hanya air mata yang terlihat berputar di dalamnya.

Shawn menambahkan, "Maggie, aku nggak akan nikah sama wanita yang nggak bisa jaga diri seperti kamu. Lupakan tentang perjanjian pernikahan ini. Kita pisah baik-baik saja."

[ Aku nggak begitu. Kamu pelakunya, 'kan? Kamu sengaja ya? ] Maggie yang sudah kehilangan akal pun menarik kerah baju Shawn. Dalam keadaan linglung, dia melihat bekas ciuman di lehernya. Sebelum dia sempat bereaksi, sebuah tamparan keras menyambarnya.

Tangan Gino Leandra bergetar karena emosi. Ekspresinya penuh dengan kebencian ketika menunjuk Maggie sambil mengumpat dengan kasar, "Eh anak nggak guna, malulah sedikit!"
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 100

    Alvian melangkah maju. "Easton, kamu lagi cari apa?"Lantaran tidak menemukan orang yang ingin dia temui, hati Easton sedikit kecewa, tetapi dia tidak mau menunjukkannya. Setelah menyembunyikan emosinya, dia berkata datar, "Di mana Kaeso?"Kaeso agak terkejut. Selama bertahun-tahun dia bekerja keras dengan hati-hati dan penuh waspada, merangkak dari posisi paling bawah di grup hingga menjadi asisten khusus. Biasanya, Easton terlihat dingin, tajam, dan tak berperasaan. Tak disangka, setelah mengalami kejadian mematikan seperti ini, orang pertama yang dia cari saat membuka mata justru dirinya.Kaeso terharu sampai terisak, lalu berkata terbata-bata, "Saya di sini, Pak Easton. Ada instruksi apa?"Easton mengangkat tangan kirinya dengan susah payah untuk menunjuk ke sekeliling ruangan, lalu berkata lemah, "Orang-orang ini, usir semuanya tanpa terkecuali. Aku ini pasien, butuh tempat tenang untuk beristirahat."Lucano menatapnya tak percaya. Kepalanya miring dan mulutnya ternganga sambil me

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 99

    Ucapan Jossie bagaikan seember air dingin yang menyiram habis semangat dan harapan Maggie.Sekali lagi, dia terjebak dalam lingkaran keraguan diri. Apa benar dirinya hanyalah orang ketiga yang tidak diinginkan?Jossie dan Easton sudah berpacaran tujuh tahun, tetapi kisah cinta itu berakhir gagal. Lalu dia ... hanya karena satu malam yang gila ... dia menjadi Nyonya Devantara yang diidam-idamkan banyak orang. Dia hanya orang bisu yang tidak pantas dibawa ke depan umum, sehingga status pernikahan mereka pun tidak boleh diumumkan.Maggie merasa seperti pencuri yang merebut kebahagiaan yang seharusnya milik orang lain dan menempati posisi yang bukan haknya. Kini, dia hanya berdiri di sudut yang gelap, mengintip kebahagiaan orang lain.Kaeso yang sudah beberapa kali melihat jam, sempat heran mengapa Maggie belum juga datang. Hingga dia mendongak dan melihat sosok kurus yang dikenalnya berdiri ragu di depan pintu kamar pasien.Dia segera melangkah keluar, lalu muncul tanpa suara di belakang

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 98

    Sepertinya semua orang sudah menganggap Jossie sebagai seseorang yang berhak berada di sana. Hanya Kaeso yang tampak ragu sambil menggenggam ponselnya erat-erat. Dia paham, kecelakaan mobil sebesar ini wajar saja dirahasiakan dari para sesepuh keluarga agar mereka tidak khawatir.Akan tetpai, Easton sudah menikah. Masa istrinya juga harus ikut tidak diberi tahu? Apalagi ... wanita tanpa status resmi saja sudah tahu, lalu istri sah malah dibiarkan tidak tahu apa-apa, itu dianggap apa?Dia berbalik melangkah keluar dan setelah sempat ragu, dia akhirnya menekan nomor Maggie.....Maggie baru saja keluar dari gedung Star Entertainment ketika getaran dering telepon membuatnya terhenti. Nomornya tidak dikenal, tetpai berasal dari nomor lokal. Keadaannya yang spesial membuatnya tidak bisa bicara. Urusan pekerjaan biasanya dia selesaikan lewat WhatsApp atau email, dan hanya sedikit orang yang tahu nomor pribadinya.Orang-orang yang punya nomornya hampir tidak pernah menelepon langsung, kecuali

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 97

    Kaeso bergegas sampai di rumah sakit. Di deretan kursi panjang di depan ruang ICU, sudah duduk beberapa pria berjas rapi. Bahkan belum sempat mengelap keringat di dahinya, dia langsung menarik salah satu dari mereka dan bertanya, "Mana Pak Easton?""Masih di ruang operasi." Lucano menatapnya dengan saksama dan merasa sedikit familier. "Kamu sekretarisnya Kak Easton, 'kan?"Kaeso langsung pucat pasi. Setelah menerima telepon dari pihak asuransi, dia menekan pedal gas sampai penuh menuju rumah sakit. Bagaimana mungkin Easton yang sehat-sehat saja bisa mengalami kecelakaan mobil?"Perlu nggak kuhubungi Pak Julian dan Bu Devina?" Kaeso ragu-ragu menatap beberapa pria di depannya, semua adalah sahabat dekat Easton sejak kecil.Alvian menyela dengan ekspresi dingin, "Nggak usah. Lihat dulu kondisi lukanya, baru putuskan."Kaeso merasa keringatnya semakin deras. Dengan tangan bergetar, dia mengeluarkan saputangan dari saku. Lalu, mendadak dia mendongak, "Kalau untuk sementara nggak memberi ta

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 96

    "Kak, Pak Harda masih nunggu kita ...," ucap salah satu staf di sisi Jilly sambil pelan menarik ujung lengannya, lalu sigap berdiri di antara mereka berdua untuk meredam ketegangan.Jossie mengambil ponsel dari asistennya, lalu memasang ekspresi santai seolah tak terjadi apa-apa. Dia malah mendekat dan berkata, "Hampir lupa, kemarin Pak Harda kasih aku tugas.""Katanya, aku harus foto bareng semua senior di perusahaan untuk diunggah di Instagram. Mumpung ada kesempatan, biar sekalian numpang popularitas para senior di depan publik."Jilly mendengus pendek. Tadi baru menyindir orang setajam itu, sekarang malah minta foto bareng? Memangnya lima tahun kerja kerasnya itu dianggap apa?Jossie membuka kamera dan mengganti ekspresinya menjadi manis dan menggemaskan, lalu bersandar manja di bahu Jilly.Meski hatinya penuh rasa tak rela, naluri profesional Jilly membuatnya langsung mengubah ekspresi dalam sekejap, memaksakan senyum demi foto.Namun, Jossie tak kunjung menekan tombol shutter. Di

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 95

    "Aku gagal lolos tes CPNS setelah lulus kuliah, lalu direkrut oleh pencari bakat untuk jadi artis. Karierku sejak debut selalu biasa-biasa saja, sampai perusahaan menyuruh seorang master mengganti namaku. Sekarang aku pakai nama Jilly," ucap Delilah sambil tertawa terbahak-bahak, meski raut wajahnya terlihat agak kaku.Maggie membuka mulut, tapi hanya bisa mengumpat dalam hati, 'Nama yang baru ini bahkan terdengar lebih jelek daripada yang lama.'"Benar-benar kebetulan, nggak nyangka bisa ketemu kamu di sini. Karena pekerjaanku, aku hampir nggak pernah menghubungi teman-teman lama. Sekarang kamu kerja apa?" Delilah ... eh, maksudnya Jilly melontarkan pertanyaan demi pertanyaan, sama sekali tidak memikirkan bahwa Maggie tidak bisa berbicara.Maggie tersenyum tipis dan sengaja berkomunikasi lewat bahasa isyarat.[ Aku kerja di bank. ]Jilly mengangguk dan meski jelas tidak mengerti, dia tetap saja mencari topik, "Yuk kita tukaran WhatsApp. Setelah lulus kita nggak pernah kontak lagi. Dul

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status