"Iya, Mbak." Jenny mengangguk patuh, dia pun mengambil piring dan segelas air putih di atas meja. Perlahan Jenny menurunkan tubuhnya, mungkin sedikit lagi bokongnya yang sintal itu mendarat ke lantai. Tetapi secara tiba-tiba ada sebuah lengan kekar yang menahannya.Jenny mendongakkan wajahnya, seketika matanya membulat kala tangan itu ternyata milik Bima. Pria tampan itu lantas mengangkat bokongnya hingga dia berdiri kembali."Sejak kapan Bibi menjadi majikan di sini?!" seru Bima dengan suara lantang. Bi Ijah yang tengah menuangkan nasi ke atas piringnya itu langsung menoleh, matanya seketika membulat."Apa maksud Bapak?" tanya Bi Ijah dengan kening yang mengerenyit. Dia menatap tangan Bima yang berada di pinggang Jenny. Cepat-cepat Jenny menjauhkan tubuhnya dari Bima, tetapi pria itu mencekal tangannya."Maksud Bapak, maksud Bapak. Memangnya aku nggak tahu, tadi Bibi meminta Jenny makan di bawah? Aku melihatnya!" Kedatangan Bima ke dapur ingin meminta Bi Ijah untuk membuatkan kopi, t
Bima mengerjap-ngerjapkan matanya secara perlahan saat merasakan miliknya terasa basah dan seperti sedang disedot. Seketika matanya membulat kala ternyata itu adalah ulah dari istrinya sendiri.Wanita itu mengenakan jubah mandi dengan rambut yang basah, mulutnya itu sibuk bermain pada inti tubuh Bima. Celana pria itu diturunkan sebatas lutut."Ray ... ah ... jangan begini ...." Bima mendessah kala menikmati sentuhan itu, tetapi dengan cepat dia pun duduk dan menarik kepala Soraya hingga wanita itu menghentikan aktivitasnya."Mas bukannya suka aku gituin? Kok malah dilepas?" tanyanya dengan bibir yang mengerucut."Suka. Tapi aku nggak mau nantinya dia keluar di mulutmu." Bima langsung menarik celana kolornya ke atas."Kok malah dibenerin celananya? Katanya kita mau bercinta, Mas?" tanyanya dengan kening yang mengerenyit heran. Tangannya perlahan hendak melepaskan jubah mandi di tu
"Kalau memang aku beneran suka kenapa, hah? Aku juga bakal nikahin dia kok!" Bima menjawab, tapi hanya dari dalam hati."Mas!" panggil Soraya lagi, sebab apa yang dia katakan tak langsung dijawab. Soraya juga merasa sikap Bima dingin dan mudah tersinggung. "Kok nggak jawab? Jadi bener Mas suka?" Soraya mendengkus kesal."Memangnya Bi Ijah bilang apa saja padamu?" Bima berbalik tanya, perlahan dia pun mulai menyantap sarapannya."Dia cuma bilang kalau Mas marahin dia, padahal itu hanya salah paham. Dan aku minta ... tolong jangan pecat Bibi, Mas.""Memangnya kamu yang gaji dia selama ini?" Bima melirikkan matanya ke arah Soraya dengan tajam."Ya bukan, sih. Tapi dia 'kan jadi pembantu dari awal kita menikah. Kasihan kalau dipecat, Mas. Apa lagi cuma gara-gara Jenny."Bima tak menanggapi, dia meneruskan sarapannya hingga selesai. Setelah itu, dia pun bangun dari duduknya. "Panggil Bi Ijah suruh datang ke ruang kerjaku," titahnya pa
"Bayiku meninggal."Mata Dini seketika membulat. "Meninggal?!" Ucapannya yang agak keras itu sontak membuat beberapa murid yang lain menoleh ke arah mereka, cepat-cepat Dini pun menutup mulutnya sendiri. "Maaf, Jen. Bibirku suka nggak ke kontrol," katanya dengan lirih."Nggak apa-apa kok, kamu 'kan suka gitu orangnya." Jenny tersenyum."Tapi aku nggak bocorin rahasia kamu kok, Jen." Dini menggeleng cepat. "Aku berani bersumpah," ujarnya meyakinkan."Iya, aku percaya kok.""Meninggalnya kenapa? Nggak kamu bunuh, kan?"Jenny menggeleng cepat. "Nggaklah, Din. Ngaco kamu. Aku nggak setega itu. Dia meninggal pas baru lahir.""Apa mungkin dia meninggal gara-gara pas di di dalam kandungan kamu berusaha ingin menggugurkannya, ya?" tebak Dini.Wajah Jenny seketika sendu, matanya berkaca-kaca. Jika mengingat hal yang dulu pernah dia lakukan, Jenny sangat menyesal.Dulu memang dia benar-benar sudah hilang arah dan
Seketika terlintas bayangan kelam akan masa lalu, saat hal yang paling terburuk di dalam hidupnya.(Flashback On)Jenny Salsabila, entah di kota mana dia dilahirkan, tetapi yang Jenny ingat—sedari kecil dia tinggal di panti asuhan yang berada di kota Bekasi.Saat dirinya berumur 7 tahun, dia diadopsi oleh sepasang suami istri yang sudah hampir 10 tahun menikah tapi belum mempunyai keturunan.Kata orang dulu, istilah memancing anak bisa membuat kita cepat punya anak. Belum jelas itu benar atau tidak, tetapi banyak beberapa orang yang percaya akan hal itu.Orang tua angkatnya bukan dari kalangan keluarga kaya, tetapi sederhana.Namun, seminggu saat Jenny sudah menjadi anak angkat mereka, papa angkat Jenny meninggal dunia karena tertabrak mobil.Sebenarnya, awalnya Jenny lah yang hampir tertabrak, tetapi papanya itu berupaya menyelamatkan. Naasnya, justru dia yang kehilangan nyawa.Semenjak saat itu, semuanya seaka
"Ah, kebetulan kamu sudah ada di sini, Jen," ujar Pak RT yang baru sadar akan kehadiran Jenny, bahkan gadis itu memang datang tanpa mengetuk pintu sebab pintu rumahnya terbuka.Pak RT yang duduk di ruang tamu bersama Lukman lantas berdiri, kemudian menghampiri Jenny yang berdiri di ambang pintu.Rahang pria itu terlihat mengeras dan matanya melotot. Perlahan salah satu tangannya terangkat, mungkin sedikit lagi dia kibaskan ke pipi kiri Jenny, tetapi dengan cepat Lukman menghalanginya."Bapak jangan berbuat kasar! Walau bagaimanapun Jenny adalah perempuan!" tegur Lukman tegas, yang kini berdiri di depan tubuh Jenny. Gadis itu mengerutkan dahi, dia bingung dengan alasan Pak RT mau menamparnya, juga dengan alasan kenapa Lukman berada di sana.Jenny pun beringsut ke samping lalu menatap ke arah Pak RT yang berwajah garang."Tapi dia sudah keterlaluan! Dia nggak tahu diri!" umpat pria berkumis tebal yang mendapatkan gelar RT di kampung tersebut, jari telunjuknya menodong ke wajah cantik Je
"Masuk ke dalam mobil," titah Pak Polisi seraya membukakan pintu mobil polisi yang berada di belakang mobil Bima.Keduanya langsung saling memandang, tetapi pandangan mata Bima malah terjatuh pada belahan dada Jenny yang terlihat dari balik baju.'Wih, montoknya itu nennen,' batin Bima."Pak Bima, aku takut. Kenapa kita malah ...." Mata Jenny terbelalak kala Bima menyentuh baju di area dada. Mungkin niat pria itu ingin mengancingi kancing yang terlepas, tetapi Jenny malah salah paham. "Bapak mesum banget? Kenapa kancingku malah dibuka?!" omel Jenny marah. Cepat-cepat dia pun menepis tangan Bima, lalu meraih bajunya."Siapa yang mau dibuka? Justru aku ingin mengancinginya."'Sekalian sambil melihat isinya juga.' Bima membatin sambil terkekeh.Jenny membelalakkan matanya ketika sadar jika ternyata tiga kancing baju itu hilang. Mungkin itu alasan mengapa terlepas.'Kok nggak ada kancingnya? Perasaan tadi pagi semua lengkap,
Sampainya di kantor polisi, di dalam sana ada seorang pria dan wanita yang tengah melangsungkan proses ijab kabul. Dengan didampingi seorang ustadz, penghulu dan 3 orang warga yang menjadi saksi. Ada pula mungkin dari pihak keluarga yang menjadi wali.Yang menikah bukan hanya sepasang serta Bima dan Jenny saja, tetapi ada 3 pasang lagi. Mereka tengah duduk pada kursi belakang, seolah menunggu giliran."Kalian duduk di belakang. Ini nomor urutnya," ujar Pak Polisi seraya menunjuk kursi kosong yang berada di posisi paling ujung, lalu memberikan sebuah kertas yang bertuliskan angka 4.Bima dan Jenny mengangguk, lalu mereka pun duduk di sana. Sembari menunggu, Bima memanfaatkan momen itu untuk menghubungi Budi."Halo, Bud. Tolong pergi ke toko perhiasan yang biasa aku beli sekarang juga. Belikan cincin kawin!" perintah Bima pada sambungan telepon."Cincin kawin untuk siapa, Pak?" tanya Budi, pasti dia sedang kebingungan mendengar perintah se