Share

Pesona sang MANTAN
Pesona sang MANTAN
Author: Mommy_Ar

Bab 1

Author: Mommy_Ar
last update Last Updated: 2025-05-19 05:11:15

Malam itu, langit Jakarta menggantung mendung pekat. Gerimis mulai jatuh ragu-ragu, seperti meniru hati Senara yang lelah setelah seharian bekerja di kantor media tempatnya menjadi editor. Ia berdiri di halte bus, memeluk tas selempangnya erat-erat, menggigil sedikit karena angin malam yang menusuk.

Di tengah lamunannya, seberkas lampu mobil mewah menyilaukan matanya. Sebuah sedan hitam berhenti di depan sebuah hotel butik tak jauh dari halte tempatnya berdiri. Senara menoleh dengan malas, tapi jantungnya berdegup aneh saat melihat plat mobil itu.

Itu… mobil Bima.

Calon suaminya. Pria yang akan dinikahinya satu bulan lagi. Mobil itu berhenti pelan di lobi hotel, dan tak lama kemudian, seorang pria turun dari kursi pengemudi. Senara menegang. Ia mengenal sosok itu.

Itu memang Bima.

Namun yang membuat napas Senara tercekat bukan hanya kenyataan bahwa Bima berbohong melainkan karena dari sisi penumpang, seorang wanita ikut turun. Wanita dengan gaun hitam elegan, rambut tergerai panjang, dan tawa lembut yang terdengar samar bahkan dari kejauhan.

Jari-jari Senara gemetar saat ia merogoh ponselnya. Dengan cepat, ia menekan nama ‘Bima’ di daftar kontak.

“Sayang,” jawab suara di ujung sana setelah beberapa dering. Suara Bima terdengar seperti biasa tenang, sopan, tak tergesa.

“Kamu masih di kantor?” tanya Senara, suaranya ditahan agar terdengar wajar.

“Iya, masih lembur. Mungkin sampai tengah malam. Ada revisi laporan dadakan,” jawab Bima, terdengar sedikit lelah.

Senara menahan napas. Matanya masih menatap ke arah hotel, di mana Bima dan wanita itu sudah masuk ke dalam lobi. Ia menatap bayangan mereka menghilang di balik pintu putar kaca.

“Oh… oke. Jangan lupa makan, ya,” kata Senara akhirnya.

“Pasti. Kamu juga jangan begadang. Istirahat, ya. Love you.”

Klik.

Panggilan berakhir.

Senara menggigit bibir bawahnya. Rasa ingin percaya menyesaki dadanya, tapi penglihatan dan kata-kata Bima barusan terlalu bertolak belakang. Ia ingin meyakinkan diri bahwa mungkin mobil itu dipinjam, atau mungkin dia salah lihat…

Namun ia tahu. Ia tidak salah lihat. Itu memang Bima. Ia bisa mengenali posturnya dari kejauhan, bahkan dari cara ia berdiri dan membenarkan kerah jasnya. Tidak ada yang salah dari penglihatannya yang salah adalah kenyataan yang baru saja ia saksikan.

Bus datang, tapi Senara membiarkannya lewat. Ia mengambil langkah perlahan ke arah hotel. Jaraknya tak jauh, hanya butuh keberanian untuk mendekat. Tapi Senara tidak masuk. Ia hanya berdiri di seberang jalan, menatap papan nama hotel itu yang bersinar redup diterpa hujan ringan.

Bukan karena ia ingin mengkonfrontasi Bima sekarang. Tapi karena ia tahu… ini adalah awal dari sebuah akhir.

---

Beberapa hari berlalu, dan Bima masih menjadi pria sempurna di matanya. Membawakan kopi favorit Senara ke kantor, menjemputnya saat lembur, membicarakan rencana pernikahan dengan antusias. Tapi kini, semua itu hanya seperti sandiwara. Senara menyimpan rahasia itu sendiri. Ia mencoba mencari tahu siapa wanita itu melalui media sosial, teman-teman kantor Bima, bahkan karyawan hotel lewat panggilan anonim.

Hingga suatu malam, Senara memberanikan diri datang ke apartemen Bima.

“Boleh aku masuk?” tanyanya ketika Bima membuka pintu.

“Tentu. Ada apa Sayang? Apa kamu merindukan ku?’’ tanya nya dengan suara menggoda, seperti biasa.

Tapi, Senara hanya tersenyum tipis lalu masuk tanpa bicara, duduk di sofa, dan mengeluarkan amplop putih dari dalam tas. Ia meletakkannya di meja.

“Apa ini?” tanya Bima.

“Foto. Dari malam kamu bilang lembur.”

Bima meraih amplop itu perlahan. Tangannya gemetar saat menarik keluar selembar foto cetak, foto dirinya yang menurunkan seorang wanita dari mobil di depan hotel. Wajahnya terlihat jelas, meski diambil dari kejauhan.

Sunyi merayap pelan di antara mereka.

“Siapa dia, Bim?” tanya Senara. Suaranya tidak marah. Hanya lelah.

Bima terdiam lama sebelum akhirnya bersandar di sofa, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Sayang, aku—“

“Kita sudah mau menikah Bima, bisakah kamu jujur padaku? Bukankah kamu bilang, kalau kita harus saling terbuka, tapi kenapa kamu harus bohong?’’ tanya Senara, suaranya sudah sedikit bergetar menahan tangis, membuat Bima tidak tega melihatnya.

“Sayang, aku minta maaf.’’

‘’Kenapa harus minta maaf? Katakan Bim, siapa dia? Jangan minta maaf padaku hiks hiks.” Senara menatapnya. “Tapi kalian masuk hotel berdua dan kamu mengatakan lembur padaku, definisi lembur yang seperti apa maksud kamu Bim.”

“Senara dengarkan aku,’’ Bima menggenggam tangan Senara, lalu menghela napas nya berat, ‘’Namanya Anggun, dia mantan pacar ku.”

Deg!

Tangis Senara terhenti, genggaman tangan nya pun juga memudar seiring mendengar penjelasan dari Bima.

‘’Dia hanya masa lalu ku, aku mohon percayalah padaku. Aku sama sekali tidak melakukan apapun dengan nya. Dia baru pulang dari Singapura, dan aku hanya mengantarkan nya mencari Hotel untuknya sementara tinggal, tidak lebih.” Bima berusaha menjelaskan sedetail mungkin. Entah Senara harus percaya atau tidak, tapi sejak dulu ia selalu mudah percaya dengan laki laki itu. Laki laki itu begitu manis, lembut dan juga dewasa. Senara jatuh cinta pada Bima sejak pertama kali bertemu.

Hampir lima tahun mereka bersama, Bima benar benar membawa pengaruh besar dalam kepribadian Senara. Ia menjadi jauh lebih baik dibanding dulu sebelum bertemu dengan Bima. Makanya ia sangat mencintai laki laki itu, ia sudah menaruh harapan yang begitu besar pada Bima, maka darii tu ia juga merasa sangat terluka saat mengetahui laki laki itu bersama perempuan lain, apalagi dia adalah mantan nya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona sang MANTAN   Bab 8

    Ruang ganti pengantin itu sunyi. Hanya detak jam dinding dan deru samar dari AC yang terdengar mengisi udara. Harum bunga melati dan wangi kosmetik bercampur menjadi aroma khas hari pernikahan. Tapi suasana hatinya tak setenang itu.Senara menegakkan tubuhnya perlahan, menatap para kerabat yang masih ramai di ruangan.“Maaf Pak, Bu, mbak dan Mas. Senara mau bicara sama Jati dulu,’’ ucap Senara pelan seraya menatap keluarganya satu persatu.‘’Iya Nduk, bapak sama Ibu tunggu diluar ya.” Bu Ayu mengangguk dan mengusap lengan putri bungsunya sebentar sebelum akhirnya mengajak cucunya keluar.‘’Iya Buk,”‘’Jangan lama lama Dek, penghulunya udah dateng soalnya,” kata mbak Nanda.‘’Iya mbak,”Butuh beberapa detik, namun akhirnya satu per satu kerabat dan panitia keluar meninggalkan mereka berdua di ruangan itu. Pintu ditutup rapat, menyisakan hanya dua orang dengan beban yang tak terucapkan di dalam hati masing masing.Senara berdiri di depan cermin besar, gaun putihnya menjuntai anggun samp

  • Pesona sang MANTAN   Bab 7

    Jati duduk di tepi ranjang kontrakannya yang sempit, menatap layar ponsel kosong tanpa niat membukanya. Di atas meja, undangan pernikahan Senara dan Bima masih terbuka, lembaran yang tadi siang diberikan oleh Senara dengan tangan gemetar.“Gila. Ini gila,” gumamnya. Ia menggaruk rambutnya yang acak-acakan, menarik napas panjang.Pikiran Jati berloncatan, tentang Senara, tentang masa SMP mereka, tentang waktu itu saat ia duduk sendiri di pojokan kelas, dan Senara datang, duduk di sebelahnya tanpa canggung. Tentang senyum Senara yang menyelamatkannya dari rasa sepi yang tak dimengerti anak-anak seusianya.Kini, perempuan yang sama, memintanya menyelamatkan satu-satunya hari penting dalam hidupnya.Pernikahan. Bukan cinta. Bukan lamaran romantis. Tapi sebuah permintaan putus asa.Jati menghela napas.“Kalau waktu itu dia bisa nyelametin gue, apa sekarang giliran gue?” Ia terdiam sejenak. “...Atau ini cuma gila doang?”Dan malam itu akhirnya Jati tidak tidur.__Gedung pernikahan sore itu

  • Pesona sang MANTAN   Bab 6

    Senara masih duduk di trotoar, memeluk lututnya sendiri. Matanya menatap Jati yang kini berdiri, berkacak pinggang, memandangnya seperti menatap makhluk aneh dari planet lain. “Jati… aku serius. Ayo kita menikah besok,” ulangnya, kali ini lebih mantap, seperti seseorang yang sudah siap mempertaruhkan seluruh hidupnya pada sebuah keputusan gila. Jati membeku di tempat. Bibirnya terbuka sedikit, tapi tak ada kata yang keluar. Ia benar-benar tak paham. “Lo... ngomong apaan sih?” tanyanya dengan suara pelan, seolah takut jawaban itu memang nyata. “Menikah. Besok. Di gedung yang sudah disewa. Keluarga aku udah datang dari kampung. Dekorasi udah jadi. Makanan udah dipesan. Semua tinggal jalan,” Senara bicara cepat, nyaris seperti membaca naskah dari kepala. “Tadinya buat aku dan Bima, tapi... dia pergi. Dan sekarang... aku nggak tahu harus bagaimana. Aku nggak bisa batalkan semua ini. Aku nggak bisa bikin malu orangtuaku.” Jati menatap Senara lama, nyaris tanpa kedipan. Otaknya masih

  • Pesona sang MANTAN   Bab 5

    "Gue nggak nyangka kalau sekarang lo berubah sejauh ini!" ucap Jati sambil masih menatap Senara dengan tatapan penuh heran sekaligus kagum. Mata Jati menyapu wajah Senara pelan-pelan, seolah memastikan bahwa sosok di hadapannya benar-benar gadis SMP yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Namun yang berdiri di depannya sekarang adalah perempuan dewasa dengan sorot mata yang jauh lebih tajam dan sikap yang tegas. Senara tersenyum miring, lalu melipat tangannya di dada. “Emangnya cuma aku aja yang berubah? Kamu pun juga berubah banyak. Terutama soal penampilan!” Ia menggeleng kecil, tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Jati yang dulu ia kenal adalah bocah gemuk dengan rambut acak-acakan dan gigi berantakan. Ia sering jadi sasaran bully di sekolah. Tak ada yang mau duduk sebangku dengannya, apalagi berteman. Semua menjauhinya seperti ia wabah penyakit. Semua… kecuali Senara. Waktu itu, Senara lah satu-satunya yang menghampiri Jati saat semua orang memilih menjauh. Ia y

  • Pesona sang MANTAN   Bab 4

    Senara duduk sendirian di sudut bar, dikelilingi gemerlap lampu dan irama dentum musik yang menghentak dada. Gelas minumannya masih utuh, tak tersentuh sedikit pun. Cairan bening di dalamnya hanya bergetar setiap kali bass dari musik menghantam udara. Ia tidak ingin mabuk. Ia hanya ingin hening di tengah kebisingan. Kepalanya masih terasa berat. Perutnya sesekali mual. Tapi anehnya, suara musik dan cahaya yang menyilaukan justru membuat pikirannya perlahan-lahan tumpul. Tidak sepeka tadi. Tidak sesakit tadi. Ia menatap kosong ke depan, lalu sesekali memejamkan mata, membiarkan dirinya larut dalam suara-suara asing. Seolah semua luka dan pengkhianatan bisa diredam, diganti oleh irama yang tak mengenal siapa dirinya. Namun ketenangan itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba, suara musik terputus oleh teriakan. Dua pria di dekat meja tengah mulai saling dorong. Entah karena minuman, entah karena wanita Senara tidak peduli. Awalnya ia hanya melirik sebentar, lalu kembali memalingkan waja

  • Pesona sang MANTAN   Bab 3

    Pagi datang terlalu cepat bagi seseorang yang tidak tidur semalaman. Senara terbangun bukan karena alarm, tapi karena perutnya melilit hebat. Rasa nyeri itu naik hingga ke dada, seperti ditusuk-tusuk dari dalam. Napasnya pendek, dingin keringat membasahi leher dan punggung. Ia tahu gejala ini. Asam lambungnya kambuh dan kali ini lebih parah dari sebelumnya. Ia menggenggam ponsel dengan tangan gemetar, membuka aplikasi ojek online dan memesan kendaraan ke rumah sakit terdekat. Hujan tipis turun saat ia melangkah keluar dari kosan, dengan tubuh yang limbung dan langkah terseret. Wajahnya pucat. Matanya sembab. Tapi tak ada waktu untuk peduli pada penampilan. Motor datang. “Ke rumah sakit, ya, Mas,” katanya pelan sambil berusaha menahan mual. Perjalanan yang hanya 15 menit terasa seperti seumur hidup. Di tengah jalan, ponselnya berbunyi beberapa kali. Notifikasi pesan masuk dari grup keluarga: “Senara, kami sudah otw,’’ tulis Nandini, kakak pertama Senara disertai foto-foto wajah ce

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status