Share

Bab 6

Penulis: Mommy_Ar
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 05:13:29

Senara masih duduk di trotoar, memeluk lututnya sendiri. Matanya menatap Jati yang kini berdiri, berkacak pinggang, memandangnya seperti menatap makhluk aneh dari planet lain.

“Jati… aku serius. Ayo kita menikah besok,” ulangnya, kali ini lebih mantap, seperti seseorang yang sudah siap mempertaruhkan seluruh hidupnya pada sebuah keputusan gila.

Jati membeku di tempat. Bibirnya terbuka sedikit, tapi tak ada kata yang keluar. Ia benar-benar tak paham.

“Lo... ngomong apaan sih?” tanyanya dengan suara pelan, seolah takut jawaban itu memang nyata.

“Menikah. Besok. Di gedung yang sudah disewa. Keluarga aku udah datang dari kampung. Dekorasi udah jadi. Makanan udah dipesan. Semua tinggal jalan,” Senara bicara cepat, nyaris seperti membaca naskah dari kepala. “Tadinya buat aku dan Bima, tapi... dia pergi. Dan sekarang... aku nggak tahu harus bagaimana. Aku nggak bisa batalkan semua ini. Aku nggak bisa bikin malu orangtuaku.”

Jati menatap Senara lama, nyaris tanpa kedipan. Otaknya masih mencoba menyatukan logika dan kenyataan.

Ini Senara. Senara yang dulu gadis paling cantik, pintar, dan paling waras di sekolah mereka. Senara yang dulu menemaninya makan siang sambil baca novel detektif. Senara yang dulu bilang ingin jadi dosen, menikah muda, dan hidup sederhana. Tapi sekarang? Sekarang gadis itu duduk di trotoar, dengan teh pucuk di tangan, mengajaknya... menikah? Besok?

Jati menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya sendiri. “Lo... udah gila, Ra.”

“Aku gak tahu lagi harus gimana Jati, hiks hiks., Makanya aku kesini karena aku udah buntu, kepala ku udah pusing banget,” keluh Senara pada akhirnya.

“Lo ngajak nikah, udah kaya orang ngajak makan ketoprak!’’ kata Jati mendengus.

“Plis, tolongin aku. Kita udah kenal bahkan udah pernah bersama, bantu aku kali ini aja,” pinta Senara memohon.

‘’Kita belum mengenal satu sama lain, Ra. Ya kali, lo tiba tiba kaya gini, udah kaya orang kesambet aja!’’ Jati menggeleng dan terus menyangkal permintaan Senara.

‘’Kita udah kenal lama Ru, dulu kita pernah pacaran!’’ kata Senara.

“Anjirrr, itu udah lama banget Ra! Dari kita SMP, udah sembilan atau sepuluh tahun yang lalu. Itu udah jadi masa lalu. Udah banyak yang berubah dari kita berdua, kita gak tahu sifat satu sama lain. Lo gak tahu kalau ternyata gue juga udah gak kaya dulu lagi?’’ tanya Jati dengan suara frustasi.

Senara menunduk, menggigit bibir bawahnya. Ada jeda. Diam. Hening yang membuat Jati ikut terdiam.

Lalu suara Senara kembali pelan, lirih, tapi menusuk, “Aku gak perduli seperti apa kamu sekarang Ru, aku cuma nggak mau bikin malu orang tuaku, Ru. Aku nggak sanggup ngeliat wajah mereka kecewa besok. Aku lebih sanggup hidup dalam pernikahan aneh ini... daripada liat mereka pulang ke kampung dengan muka tertunduk.”

Jati memejamkan mata. Hatinya terasa ditarik dua arah. Logikanya berteriak bahwa ini gila. Tapi hatinya yang selama ini sudah dia matikan sejak lama mulai bergetar.

Ia mengingat gadis itu. Gadis SMP yang dulu duduk di sebelahnya saat ia dibully, saat ia nangis diam-diam di belakang kelas. Gadis yang menghapus air matanya tanpa banyak tanya. Gadis yang memeluknya erat waktu dia pindah, dan berkata, “Kalau jodoh, kita ketemu lagi.”

Dan sekarang, mereka bertemu. Dalam keadaan yang tak masuk akal.

Jati membuka mata, menatap Senara yang kini menatapnya dengan mata yang berkaca. Tidak ada dramatisasi. Tidak ada kepura-puraan. Hanya keputusasaan yang jujur.

“Kalau... kalau gue setuju,” gumam Jati, pelan. “Apa lo yakin bisa jalani semuanya setelah itu? Bukan cuma nikah buat formalitas doang?”

Senara mengangguk. “Aku nggak tahu. Tapi aku tahu aku nggak sendiri.”

Jati mendesah keras. “Lo bener bener gila.”

“Jadi, kamu mau bantu orang gila ini... atau ninggalin aku kayak Bima?”

Pertanyaan itu membuat Jati terdiam lagi. Kali ini lebih lama. Dalam diamnya, ia sadar... mungkin, ini bukan tentang waras atau tidak. Mungkin, ini tentang kesempatan kedua bukan hanya bagi Senara, tapi juga bagi dirinya yang selama ini tak pernah punya alasan untuk tinggal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona sang MANTAN   Bab 25

    Senara dan Jati masih duduk di sofa, dalam keheningan yang berbeda. Bukan canggung, bukan kosong, tapi hangat. Keheningan yang diisi oleh degup jantung yang perlahan selaras. Pandangan mereka bertemu, saling menatap lama.Senara mengedip pelan. Tatapan matanya yang biasanya kuat dan tegas, malam ini justru terasa rapuh, namun tulus. Sementara Jati… tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah perempuan di hadapannya. Perempuan yang dulu ia cintai dalam sunyi masa remaja, dan kini, takdir mempertemukan mereka kembali dalam status yang lebih dari sekadar cinta monyet sebagai suami istri.Tak ada satu pun kata keluar.Tapi ketika Senara menyentuh pipi Jati perlahan, dan Jati membalas dengan mengecup jemari itu lembut, segalanya jadi jelas: ada cinta yang perlahan bangkit dari tidur panjangnya.Jati membelai rambut Senara, menyibakkan helaian kecil yang jatuh di keningnya. “Kamu cantik banget malam ini,” bisiknya.Senara hanya tersenyum kecil, gugup, tapi hatinya ber

  • Pesona sang MANTAN   Bab 24

    Tiga hari terasa panjang bagi Senara. Sepi. Hampa. Dan sunyi—bahkan suara televisi yang biasanya menemani pun terasa seperti gema tak bersuara. Selama tiga hari itu pula, ia benar-benar mencoba berpura-pura kuat. Tapi setiap malam, bantal menjadi saksi betapa berat bebannya.Hari itu, saat awan Jakarta mulai menggelap, suara mesin motor sport menghentikan langkah kaki Senara yang baru saja pulang kerja. Ia menoleh ke arah sumber suara. Helm full face itu dilepas perlahan, menampilkan wajah lelah tapi hangat. Jati."Assalamu'alaikum," sapa Jati pelan.Senara hanya mengangguk kecil, "Wa’alaikumsalam.""Baru pulang?" tanya Jati, melangkah mendekat sambil menggendong tas ransel besar."Iya. Tadi kerjaan cukup padat," jawabnya sambil berjalan ke arah pintu apartemen. Jati menyusul.Sesampainya di dalam, Jati meletakkan tasnya dan langsung merebahkan diri di sofa sambil menghembuskan napas panjang."Capek banget sumpah," gumamnya. "Tapi kangen kamu lebih berat.

  • Pesona sang MANTAN   Bab 23

    Di sebuah rumah joglo yang megah, berarsitektur khas Jawa, berdiri anggun di tengah hamparan sawah yang menghijau. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah dan wangi teh tubruk dari dapur belakang. Rumah itu tidak hanya menyimpan kenangan masa kecil Jati, tapi juga menjadi tempat paling sakral baginya tempat di mana ia selalu pulang, untuk menemukan akar dirinya.Di tengah pendapa yang luas dan sejuk, tampak seorang pria muda bersimpuh di depan seorang lelaki tua bersorban putih dan bertongkat kayu jati. Wajah tua itu masih bersinar meski keriput telah menjajah kulitnya. Tatapannya tajam, namun penuh bijaksana. Dialah Kakek Lesmana, tokoh sentral keluarga, pengusaha tanah air yang kini memilih hidup tenang di pedesaan.Sementara cucunya, Jatidaru, tak lain adalah pewaris keluarga dan hari ini, ia bersujud seperti anak kecil yang baru saja ketahuan mencuri ketan dari dapur.“Oh ayolah, Kek… plis. Jangan durhaka sama cucu! Ini demi masa depan rumah tangga cucu kakek ini

  • Pesona sang MANTAN   Bab 22

    Sinar matahari belum terlalu menyengat saat Jati dan Senara berdiri di depan kantor tempat Senara bekerja. Mobil yang akan membawa Jati ke bandara sudah menunggu tak jauh dari sana.Jati menatap wajah Senara dengan tatapan ragu, seolah masih berat meninggalkannya, apalagi di tengah situasi yang tak sepenuhnya baik.“Aku harus ke Jogja hari ini. Kayaknya bakal dua hari, mungkin tiga. Paling lama satu minggu,” ujar Jati pelan sambal mengusap tangan Senara yang dingin karena angin pagi.Senara tersenyum kecil. “Gak apa-apa. Aku udah biasa kok.”Tapi Jati tahu, di balik senyuman itu, ada sesuatu yang ia sembunyikan. Mungkin luka, mungkin kesepian. Mungkin perasaan kalah yang terus ia telan sendiri.“Kamu yakin gak apa-apa?” Jati menekankan lagi, seolah meminta izin bukan cuma pada mulut Senara, tapi pada hatinya juga.Senara mengangguk lebih mantap kali ini. “Yakin. Aku udah gede, Jati,” ujarnya mencoba bercanda.Jati tersen

  • Pesona sang MANTAN   Bab 21

    Hari-hari berikutnya berjalan semakin berat bagi Senara. Bukan hanya soal perasaan yang masih berusaha ia tata bersama Jati, tetapi juga beban pekerjaan di kantor yang mendadak meningkat drastis.Sejak ia kembali bekerja pasca pernikahan, Senara merasakan suasana kantor berubah. Rekan-rekan sekantor yang dulu ramah, kini mulai terlihat menjauh. Bahkan beberapa kolega yang dulu sering mengajaknya makan siang, perlahan mulai menghindar.Awalnya, ia mengira itu hanya perasaannya saja. Tapi seiring waktu, perlakuan mereka makin nyata. File kerjaan yang tiba-tiba menumpuk di mejanya, padahal itu bukan bagiannya. Deadline yang mendadak dimajukan. Dan yang paling menyakitkan: gosip bertebaran.Di pantry, ia sempat mendengar beberapa orang membicarakannya."Katanya sih cowoknya kabur sebelum nikah. Terus dia asal comot cowok dari jalanan buat tutupin malu," ujar salah satu rekan, bisik-bisik tapi cukup keras."Eh, seriusan? Gila sih kalau bener. Gue juga denger katanya c

  • Pesona sang MANTAN   Bab 20

    Sore itu, langit Jakarta mulai mendung. Senara baru saja selesai mengemas barang-barang di mejanya. Sebentar lagi jam pulang, dan seperti janji pagi tadi, Jati akan menjemputnya. Namun, entah kenapa sejak makan siang, perasaannya gelisah. Ada firasat tak enak yang hinggap, tapi tak bisa ia jelaskan. Baru saja ia berdiri dan hendak menuju lift, suara itu menghentikan langkahnya. "Senara..." Langkahnya terhenti. Tubuhnya kaku. Ia mengenali suara itu, bahkan detak jantungnya langsung berubah ritmenya. Dengan ragu, Senara menoleh. Dan di sana, berdiri seseorang yang sempat ia anggap akan menjadi masa depannya. Bima. Dengan kemeja biru tua yang terlihat sangat rapi dan wajah yang sedikit lebih tirus dari terakhir kali ia lihat, Bima berdiri dengan mata yang terlihat sayu. "Selamat ya..." ucapnya pelan. Senara menatapnya datar, tidak menjawab.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status