Bab Utama : 2/3. Kekuatan iblis sejati bangkit di Tanah Terlarang Dewa dan Iblis...
Langit belum sempat pulih dari luka sebelumnya—retakannya masih menyisakan gurat-gurat abu gelap di cakrawala. Angin tak lagi bertiup biasa. Setiap hembusannya membawa serpihan qi yang berserakan, debu dari dunia yang hampir runtuh.Dan di tengah reruntuhan lava beku, pilar-pilar batu hangus, serta bau darah dan bara…Drakarion berdiri lagi.Separuh tubuhnya tertutupi armor kegelapan yang telah patah-patah, tapi matanya masih membara merah seperti dua bintang neraka yang tak padam. Suaranya rendah namun menggelegar, seolah keluar dari kerongkongan dunia bawah yang tak memiliki dasar.“Aku belum selesai, Pewaris Naga…”Tubuhnya kini membesar, bukan secara fisik, tapi dalam intensitas—auranya menyelimuti seisi gunung, memutar qi di udara dan mengubah atmosfer menjadi medan tekanan yang seolah bisa mematahkan tulang hanya dengan berdiri di sana.Kevin tak menjawab. Ia hanya melangkah.Dari tempat penyimpanan ruangnya, dua pedang muncul.Pedang Dewa Ilahi.Sebuah bilah perak keemasan, mem
Langkah Kevin nyaris tak bersuara.Ia berjalan pelan, perlahan… tapi di setiap jejak kakinya, bumi bergetar lirih seperti sedang menahan napas. Udara di sekelilingnya mendadak padat, seolah dimampatkan oleh keberadaan yang terlalu asing bagi dunia ini. Hening yang lahir bukan dari ketenangan—melainkan dari teror yang tidak berani menyebut namanya.Seolah waktu sendiri... terhenti.Langkahnya ringan, nyaris seperti tarian seorang pejalan di taman musim gugur. Tapi medan tempat ia berdiri bukanlah taman.Tanah di bawahnya pecah, menghitam. Angin di atasnya berkilat petir. Dan di kejauhan, lava masih mengalir seperti darah dunia yang tak bisa berhenti.Namun Kevin tetap tenang.Matanya tajam, terarah lurus pada satu sosok di kejauhan—makhluk raksasa yang kini berdiri mematung di tengah pusaran energi panas dan aroma kehancuran... Ignaroth.Wujudnya masih menggelegar dengan api purba. Tubuhnya seperti pegunungan hidup, diselimuti magma cair dan simbol-simbol kuno yang menyala di dadanya.
ZRAAAKKK!!!Dentuman itu mengoyak keheningan, menggetarkan udara, dan mengguncang seluruh sisi gunung yang telah lama menjadi saksi bisu pertempuran para makhluk surgawi. Satu... dua... tiga bilah pedang menghantam Zephyrax hampir bersamaan—bagai simfoni kematian yang ditabuh dengan kejam.Pedang pertama menghujam dada kirinya, menembus lapisan armor surgawi seperti pisau panas menembus es. Dentingannya menggema, namun segera tertelan oleh raungan rasa sakit.Pedang kedua menyambar bahunya, meledakkan serpihan logam spiritual ke udara, menggores langit dengan kilauan yang mengerikan.Dan pedang ketiga—yang paling menghancurkan—menancap tepat di punggungnya, menyasar titik lemah di antara sepasang sayap kilatnya yang dulu mampu memecah awan badai.Armor perak Zephyrax yang selama ini memantulkan cahaya langit, kini retak seperti cermin tua yang dibanting dari surga. Potongan demi potongan beterbangan, membiasakan cahaya petir dalam bentuk tak sempurna—seperti kilatan kebenaran yang men
Langit bergemuruh.Bukan karena angin, bukan karena petir—melainkan karena sesuatu yang tak seharusnya pernah ada... telah dilepaskan.Ignaroth membuka mulutnya perlahan, dan dari kerongkongannya yang bersinar merah membara, muncul sebuah bola cahaya—Solar Pyronucleus. Bukan sekadar api, tapi inti dari matahari kuno yang pernah memusnahkan tiga dunia dalam satu kedipan waktu.Bola api itu meluncur ke depan, mengukir jalur kematian yang menyulut udara menjadi debu, dan debu menjadi abu.Tanah di bawah lintasannya meleleh seperti lilin yang tersentuh bara, dan segala bentuk kehidupan di sekitar Kevin—pepohonan, bebatuan, bahkan molekul udara—menguap menjadi awan energi panas yang menari liar dan menjerit dalam kehancuran.Namun Kevin tak bergeming.Ia berdiri tenang, seperti seorang pendeta di tengah badai kiamat.Lalu... ia mengangkat tangannya.“Void of Hell... Bangkitlah.”Dari telapak tangannya, terbentuk pusaran—sebuah lubang hitam dalam bentuk teratai hitam menyala api gelap, berp
Langit di atas Pulau Neraka tak lagi biru. Ia telah menjadi cermin retak dari kehendak semesta yang tercabik. Garis-garis seperti celah kaca menyebar dari pusat langit, memancarkan cahaya aneh—campuran merah darah dan ungu pekat, seolah-olah dua kekuatan kuno sedang mencabik-cabik dimensi untuk menyatakan supremasi.Di tengah medan yang hangus, dua sosok berdiri saling berhadapan, bagaikan dua dewa yang baru turun dari legenda.Di sisi kiri ...Ignaroth, The Crimson Dreadscale.Bukan lagi sekadar makhluk hidup. Ia kini menjelma menjadi Dreadscale Titan, kolosus naga berbalut magma menyala dan kulit keras yang retak seperti kerak bumi. Dari sela-sela kulitnya, lahar mengalir—mendesis, menguapkan udara sekeliling, dan mengubah tanah menjadi kaca hitam. Api yang menyelubunginya bukan sekadar elemen, tapi manifestasi dari kemarahan surgawi yang dikhianati.Setiap hembus napasnya menyalakan pusaran bara. Suaranya bukan gemuruh, tapi ledakan terpendam dari gunung yang bersiap meletus.“Dunia
Langit menghitam seolah menunduk pada satu nama... Drakarion.Salah satu dari Tiga Iblis Surgawi.Ia bukan seekor naga, bukan pula iblis dari kisah dongeng yang menakut-nakuti anak kecil.Ia adalah cultivator kegelapan, makhluk fana yang telah mengkhianati batas manusia—menyatu dengan kegelapan dunia bawah, menelan ilmu terlarang, dan hidup dalam kutukan yang ia pelihara seperti napas sendiri.Dan kini, ia berdiri di atas batu-batu hangus, jubahnya berkibar liar tertiup badai panas yang datang entah dari mana.Pedang hitam berurat ungu tergenggam di tangan kanannya—senjata kutukan yang berdengung pelan, seakan haus darah dan dendam.Tubuhnya dilapisi armor berlapis sihir, berdenyut seperti urat-urat iblis yang hidup. Matanya memancar cahaya merah dalam, bukan dari amarah semata, tapi dari rasa takut yang ia sembunyikan dengan lapisan kesombongan.“KAU BUKAN RAJA!” raungnya, suaranya menggema bagaikan petaka yang dipanggil dari lembah dunia yang retak.“KAU ADALAH PENISTA! PEMALSU KEBE