Beryl telah tiba di Surabaya. Mobilnya meluncur dengan kecepatan tinggi. Untuk kemudian membelok kea rah rumah Ririn. Ririn terperanjat melihat kedatangan Beryl yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.“Aku ingin ke desa Winda. Bagaimana menurut pendapatmu?” kata Beryl datar.“Mengapa tanya pendapatku? Untuk apa ke sana?” Tanya Ririn dengan terbata-bata.“Menyuruh Ririn bercerai dari suaminya,”“Kamu benar-benar sudah gila ya?”“Aku kenal betul dengan suami Winda. Aku kenal betul siapa Mario,”“Siapa pun Mario, entah itu budiman atau tidak, toh dia tetap suami Winda,”“Dia harus bercerai. Aku akan menikahinya.”“Kamu jangan gila Beryl! Kita hidup dalam
Perawat-perawat dengan berbaju putih tengah berseliweran di rumah sakit.“Mbak, di manakah Mas Beryl?” Tanya Ernasari pada Ririn.Ririn memandang Ernasari yang terlihat lemah dan tak berdaya. Pandangan Ririn kosong menatap seluruh langit-langit ruangan.“Tak lama lagi dia datang. Iya, tak lama lagi dia datang,” jawab Ririn pada Ernasari.Mata Ernasari kembali terpejam. Dokter memeriksa kembali nadinya. Saat itu Ernasari berada di kamar rumah sakit yang keseluruhan dicat berwarna putih. Ernasari sedang menunggu detik-detik kelahiran anaknya. Tubuh Ernasari masih sangat lemah karena sempat mengalami krisis.“Bagaimanakah keadaannya?” bisik ayah Ernasari kepada istrinya.Ibu Ernasari
Ririn masih termangu-mangu. Sementara matahari sudah mencapai titik kulminasi dan membakar ubun-ubun. Mata Ririn masih merembes sebuah kesedihan. Ririn masih menatap gundukan tanah merah di depannya. Gundukan tanah merah yang tertuliskan nama Ernasari. Ernasari tak selamat dalam menjalani sebuah persalinan. Ernasari yang selama ini telah menjadi pasien Ririn, pasien yang selalu berkonsultasi di bironya. Dan, kini perjalanan Ernasari telah berakhir.Segumpal duri telah mengganjal di antara lekuk daging kehidupan Beryl. Saat pintu rumah itu harus terhempas keras, itu sama artinya dengan sebuah kenyerian yang menyerang relung dada Beryl. Beryl kembali menelan salivanya yang terasa begitu getir. Beryl menghela nafas dengan tersendat. Beryl masih mengawasi pintu rumah itu, k
Beryl jadi membayangkan ada titik air yang jatuh di ujung hidung gadis itu. Ataukah itu keringat? Ingatan Beryl melayang pada bus kota yang di dalamnya pengap, karena jendela yang tertutup dan manusia-manusia yang berjubel.Beryl kembali membayangkan mata yang teduh dari seorang gadis. Mata teduh yang sayangnya harus naik di dalam bus kota yang berjubel dengan sopir yang ugal-ugalan dalam mengharmoniskan antara kopling dengan gas.Brengsek memang! Rasa-rasanya Beryl pernah bertemu dengan gadis yang ada dalam bayangannya. Tapi di mana? Rasa-rasanya tidak asing dengan mata teduh yang dibayangkannya.Di depan mobil Beryl, terlihat sebuah bus menyentak keras. Itu pasti ulah dari sopir yang ugal-ugalan. Pasti, jika di dalam bus itu ada seorang gadis sep
“Kapan-kapan aku akan datang ke rumah Mirna,” Beryl hanya bergumam.Bus yang melaju di depan mobil Beryl terlihat terguncang. Gadis di dalam bus itu tampak terseok-seok. Tumbuhnya masih terhimpit oleh dua lelaki muda yang ada di sampingnya.“Maaf,” desis salah seorang lelaki muda itu.Leher gadis itu tampak berpeluh, namun peluh itu tetap dibiarkannya karena kedua tangannya sedang berguna semua. Satu tangannya digunakan untuk menenteng tas, sedang tangan yang satunya berpegangan pada besi yang ada di bagian atap bus.Rambut gadis itu pasti harum. Dan, Beryl teringat pada Mirna, mantan pacar kakaknya Lidya. Barangkali sampo yang digunakannya satu jenis. Beryl jadi teringat pernah memeluk dan melumat Mirna di
“Lalu siapakah gadis itu?” Tanya Beryl“Lalu bagaimana aku tahu? Apakah dia seorang PSK? Atau penyanyi di club malam?”“Ah,” Beryl kembali mengeluh.“Atau mungkin dia pelacur high-class? Siapa pula yang tahu?”Dada Beryl terasa tersentak.“Ah, kenapa aku harus main-main dengan pertanyaanku sendiri?” batin Beryl.“Tapi, siapa tahu memang? Ini kota Surabaya, kota metropolitan nomor dua di Indonesia. Apa pun di kota yang besar ini bisa terjadi. Apa pun juga bisa dilakukan. Orang yang dari segi penampilannya baik dan meyakinkan, punya penghasilan besar, sangat mungkin sekali menjadi wanita panggilan atau mungkin menjadi laki-laki simpanan tante-tante. Per
“Kemana ya aku sekarang?” Tanya Beryl padi dirinya sendiri.“Yah, kemana sajalah. Yang penting bisa menghibur diri,” kata Beryl yang tanpa semangat.Malam itu Beryl memang tak punya keinginan apa-apa. Dia tak ingin melakukan apa pun. Beryl tak pernah lupa, apa yang dia lakukan di hari-hari lalu. Dia juga ingat apa yang dulu selalu diperbuatnya jika malam begini. Beryl selalu datang ke tempat-tempat yang bisa menjanjikan kesenangan bagi seorang lelaki.Selain untuk urusan kuliah dan juga urusan kerja, juga Beryl biasa pergi ke rumah yang dihuni oleh perempuan-perempuan yang menjajakan kecantikan di dunia nyata. Pun jika tidak seperti itu, Beryl biasa mendatangi para perempuan di dunia maya lewat media sosial. Melakukan hubungan la
“Kalau misalnya, Mas mau tiduran. Tidur aja di atas ranjang. Cukup bayar biaya sewa kamar.” Bisik Louis di telinga Beryl.Beryl menatap mata Louis. Mata perempuan itu menyorotkan kesungguhan.“Kalau Mas tidak akan menggunakan saya, saya akan melayani laki-laki itu. Sudah beberapa kali saya melayaninya. Meskipun sesungguhnya saya sangat tidak menyukainya.” Kata Louis sambil menunjuk ke arah laki-laki yang dimaksud.Beryl melirik ke arah laki-laki yang dimaksud oleh Louis. Laki-laki yang berkulit hitam dengan tubuh besar. Sangat mengerikan. Sangat berlawanan dengan Louis yang bertubuh mungil dan kecil. Laki-laki bertubuh hitam dan besar itu sudah berkali-kali mengarahkan pandangan ke arah Louis. Seleranya benar-benar aneh.