Share

SekolahDua

"Re,?" Panggilku  melambaikan tangan seraya memperlihatkan kotak cincin.

"Wiiiih apaan tuh? Cincin emas?" tanya Rere penasaran. Rere langsung merampas kotak cincin itu dan memperhatikannya.

"Kalau beneran emas bisa kita jual ni,Ci!" sambungnya lagi membolak-balik kotak itu.

"Iya 'kan? Lumayan tuh 500 rebu gak kemana!" jawabku penuh semangat.

"Aku buka,ya?" 

"Jangan, biar aku aja. Nanti kalau kau yang buka, yang tadinya emas asli bisa jadi emas palsu,hahaha,"

"Dasar kamvret, nah ambil. Buka cepat kepo aku ni" ucap Rere dengan mengembalikan kotak cincin itu.

"Oke, aku buka ya. Bismillah,satu dua ti..."

Mata kami terbelalak melihat isi yang ada di kotak itu. Isi di dalamnya benar benar di luar perkiraan.

Aku dan Rere diam dan saling pandang lalu, "Hahahahaha" Rere ketawa terpingkal-pingkal melihat isinya.

Aku yang tadinya kaget juga ikut ketawa.

"Hahaha, mamam tuh cincin emas!" ucap Rere mengejek, masih dengan ketawa besarnya.

"Hahaha resek tuh si Bobi, cincin bapaknya di kasihnya ke aku. Buat apa cobak,cincin batu giok begini. Yaelah gak modal amat!" 

Isi dari kotak merah itu bukanlah cincin emas yang seperti aku bayangkan, melainkan cincin dengan besi putih dan ada batu giok berwarna merah di tengahnya. 

Sama persis seperti cincin orang tua.

"Bobi bukan nyuruh kau jadi pacarnya, tapi jadi dukunnya. Haha,duh sakit perut aku liat cincin nya" 

"Haha pasti bapaknya di rumah lagi kecarik'an cincin nih. Memang deh tuh si Bobi, pantes aja ke campak di kelas E,  pa*oknya kelewatan sih!"

"Jual lah,Ci. 500 rebu tuh!" ucap Rere terus mengejek.

Seharusnya aku juga berpikir, dari mana coba anak SMP bisa beli emas. Walaupun si Bobi itu banyak uang, tapi aku yakin keuangannya pasti tetap di kontrol oleh orang tuanya.

"Kau aja yang jual,Re. Nanti uangnya untuk kau semua gakpapa deh, ikhlas aku!"

"Eh tapi kadang cincin beginian emang bisa di jual lo,Ci"

"Bodoh amat ah, untuk kau aja, nih sekalian untuk ruang tamu kau!" ucapku sambil melempar bunga yang ada di kantongku.

"Eh buset dah si Bobi,hahah bunga mawar kristal !. Fix ini bunga mamaknya, dan ini cincin bapaknya. Haha"

"Gila emang tuh si Bobi, orang kaya tapi ngasi hadiah malah comot yang ada dirumahnya!"

"Udah terima aja,Ci. Kan lumayan buat pajangan!"

"Ogah! Untuk kau aja, males pun aku bawanya yang ada jadi pertanyaan si emak!"

"Lah terus gak mungkin juga aku bawa pulang,Ci."

"Sedekahin aja kalau gak di buang,Re!"

"Kejam bed kau ah!"

"Bodo amat!"

Mood ku jadi jelek garagara cincin itu, kotaknya membuat aku sukses berekspektasi terlalu tinggi.

Tapi isinya benar benar zonk. 

"Duh" ucapku kaget saat ada botol minum bekas melayang tepat di belakangku.

"Rasain tuh karma dari hasil ngerjai orang!" ucap Prima sewot sambil mengacak pinggang.

Gara gara kotak cincin tadi aku jadi lupa dengan Prima yang tadi kerjain. 

"Hehe maaf prim, tadi niatnya emang mau ambil kertas, eh tapi malah salah jalan!" jawabku membela diri.

"Alasan aja!!

"Ya udah deh, nih aku kasih hadiah biar kau gak marah lagi," sahut Rere sambil memberikan cincin itu ke tangan Prima.

"Apaan nih?" tanya Prima yang kelihatan bingung.

"Cincin loh,Prim. Manatau kau suka yakan, tapi jangan bilang dari kami !"

"Kenapa rupanya jangan bilang dari kalian? Kalian dapat dari mencuri,ya?"

Plakk, Spontan tangan ku memukul kepala Prima dengan botol bekas tadi di lempar karena kaget dengan ucapannya.

"Duh,sakit tau!" Prima meringis memegang kepalanya.

"Rasain tuh, mulut di jaga jangan ngasal. Enak aja bilang dari mencuri, emang tampang kami, tampang pencuri apa!" ucapku sewot.

"Kan aku cuma nanyak!"

"Nanyak tuh pakek ini," Jawab Rere seraya menunjukan kepalanya.

Melihat kami yang sewot, ekspresi Prima berubah jadi takut. Padahal tadi dengan sok gayanya dia memarahi ku. Dasar, gak punya nyali aja sok sok'an.

"Iya maaf deh!" ucap Prima memelas. 

"Kau kira maaf geratis? Bayar tau dua rebu!" ucapku mencoba mengerjai Prima lagi.

Enak bener emang punya kawan yang polos  kayak Prima, gampang di kerjain!

"Kok bayar?" kulihat Prima semakin bingung.

"Tinggal bayar susah amat sih, nanti aku bilangin ke anak anak yang lain mau? Kalau kau suka memfitnah, biar gak ada lagi yang ngirim surat samamu!" ucap Rere menakut nakuti Prima.

Melihat ekspresi Prima yang semakin aneh, aku tak tahan menahan tawa.

"Cepat buruan!" sambung Rere.

"Yaudah nih dua rebu!" sahut Prima sambil memberi uang 2 ribuan ke Rere.

"Nah gitu,dong! Baik baik kau jadi orang yaa, jangan asal ngomong lagi loh. Yuk,Ci!" 

Aku dan Rere pun kembali berlalu dari hadapan Prima.

"Jahat kau,Re. Malak anak orang!"

"Kan kau luan yang malak?"

"Haha kan aku cuma pura pura,Re.!'

"Ah bodo amatlah, yang penting dapat dua rebu bisa belik teh gelas!"

Semoga kejahilan kami ini tidak membawa kami ke ruangan BP. Haha.

Aku dan Rere memasuki kelas masing masing. Dulunya kami sekelas, tapi karena kami sering ribut makanya kami dipisah.

Padahal sangat nyaman kalau sekelas sama orang yang sama bocornya.

Aku duduk sebangku dengan anak yang cukup diam tapi pintar namanya Raya.

Bukan aku yang memilih duduk disebelahnya, tapi wali kelas yang menyuruhku.

Katanya biar aku bisa mencontoh perilaku Raya yang tidak lasak sepertiku.

Ada ada saja wali kelas ku itu!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status