" Kenapa? Apa kamu masih belum menyerah untuk menginginkan nyawaku? " Dewi Ayu pun melepaskan diri dari rengkuhan Gusti Prabu Maheswara, kedua matanya mendelik tajam. " Dan jauh kan tangan kotor mu dari tubuh ku. " tambahnya.
Meski mendapat perlakuan ketus dari Sang istri, Gusti Prabu tak keberatan sama sekali, dirinya malah semakin bersemangat, kedua sudut bibirnya terangakat ke atas, tangannya terulur kedepan, berniat mengelus puncak kepala wanita di depannya, tapi tangan itu tak pernah mendarat di sana, sebab tangan Dewi Ayu langsung menepis kasar tangan itu, sorot matanya semakin menajam. " Apa telinga mu tuli?! Ku bilang jauhkan tangan kotor mu itu dari ku! "
" Kakang tahu, kamu pasti marah, tapi Dinda, tolong dengarkan penjelasan Kakang mu ini, " Ucapnya seraya berusaha mendekat, namun langkahnya terhenti ketika Dewi Ayu menghunuskan sebuah pisau kecil yang tersembunyi di balik bajunya yang mengarah tepat ke
" Jadi, dia bukan Ayah yang baik? " tanya Juan dengan sorot mata yang telah di penuhi rasa kecewa.Melihat raut kecewa dari sang putra membuat hati Dewi Ayu terasa sangat sakit, jika saja Ayahnya adalah orang yang baik, mungkin dirinya tak akan menutupi semuanya.Alasan selama ini dirinya yang tak pernah mengatakan tentang Ayahnya adalah karena ia tak ingin melihat raut kecewa dari anaknya seperti sekarang. Jika bisa, dirinya berharap tak pernah lagi bertemu dengan suaminya itu. Namun takdir berkata lain.Sejak dulu, Juan yang selalu penasaran akan sosok Ayahnya, merasa sangat bahagia. Saat dirinya pertama kali bertemu dengan Gusti Prabu Maheswara yang merupakan Ayah kandungnya. Sosoknya yang sangat berwibawa membuatnya semakin mengaguminya.Namun setelah mendengar cerita dari ibunya membuat rasa kagum itu luntur dalam sekejap dan bergantikan dengan rasa kecewa yang mend
Sungguh ironis, takdir memang tengah mempermainkan dirinya. Kebahagian yang baru saja ia dapat, ternyata hanyalah sebuah kepalsuan belaka, tak ada ketulusan di sana yang ada hanyalah kepura-puraan. Jadi kelahirannya ke alam semesta ini hanya untuk menjadi tumbal? Sungguh Dewa Agung yang kejam.Sejak kecil dirinya selalu di kucilkan, hingga Gentala datang dan mengubah hidupnya. Namun semua itu tak berlangsung lama, sebab akhir hidupnya telah di tentukan dan itu akan terjadi beberapa hari lagi.Bersamaan dengan kebenaran yang perlahan terungkap, dada Juan tiba-tiba terasa sakit, pandangannya mulai kabur. Namun dengan sekuat tenaga, ia menepis rasa sakit itu, dengan perasaan yang tak menentu, ia pun menarik tangan Sang Ibu, membawanya pergi dari tempat itu dengan segera.Di sisi lain, Dewi Ayu mengutuk dirinya karena melupakan hal yang penting karena terlalu larut dengan masalahnya sendiri. Jika saja Sekar tak memperingati, mungkin ia akan melupakan tentang Bulan m
Hari telah berganti hari, namun tak ada yang bisa mereka lakukan, selama itu mereka tidak di izinkan untuk keluar termasuk Sekar. Terdapat penghalang yang kuat yang bahkan Dewi Ayu sendiri tak mampu menghancurkannya.Setiap hari, beberapa dayang akan mengirimi mereka jatah makan, namun hari ini tak ada yang mengirimi makanan sama sekali bahkan air setetes pun tidak.Bagi Juan dan Dewi Ayu, berpuasa sudah menjadi hal biasa, namun tidak bagi Sekar yang merupakan gadis biasa, beberapa hari kemudian, wajah gadis itu terlihat pucat nan lemas." Ibunda apa kita akan terus berdiam diri seperti ini? Jika terus seperti ini, Sekar mungkin tak akan mampu melewatinya. " Tanya Juan yang mulai cemas dengan keadaan teman masa kecilnya.Dewi Ayu terdiam, sejujurnya ia tak punya solusi apapun, tak hanya itu saja ia bahkan masih merasa takut terhadap putranya sendiri, sudah beberapa hari ini dirinya terus menghindarinya, ia yakin putranya pasti meny
Sebelumnya.Ling ling adalah orang pertama yang tersadar, matanya beberapa kali mengerjap, berusaha mengumpulkan kesadarannya, Ia terbangun seraya memegang kepalanya yang berdenyut nyeri, ia pun mengedarkan pandangannya hingga pandangan nya mendarat pada sosok Gentala yang terbaring tak sadarkan diri dengan berlumuran darah di seluruh tubuhnya.Dengan mengumpulkan kekuatannya, gadis bermata sipit itu berjalan secara tertatih-tatih menghampiri Gentala, tangannya langsung memeriksa denyut nadinya. Ia pun langsung bernafas lega, karena nyawa Gentala masih baik-baik saja. Yah walau pun wajahnya sudah tak berbentuk lagi seperti dulu.Sebelum membawanya pergi, ia membangunkan terlebih dahulu teman-temannya yang masih tergeletak tak sadarkan di tanah. Namun sayangnya ia tak menemukan keberadaan Juan di mana pun.Beberapa hari kemudian. Gentala pun akhirnya tersadar. " Tuan, akhirnya anda s
Setelah mendengar penjelasan dari Gentala, mereka pun sepakat untuk kembali ke akademi Kancah Nangkub terlebih dahulu untuk meminta bantuan Yodha Wisesa, kecuali Ling ling dan juga Rengganis yang memilih untuk menemui ayah mereka.Tanpa menunggu lama, Ling ling langsung mengirimi mereka kabar bahwa ayahnya setuju untuk membantu. Tapi tidak dengan Rengganis, ayahnya menolak dengan keras rencana Gentala, sebab mereka akan di cap sebagai pemberontak. Tak hanya itu saja, gadis itu bahkan di larang keluar oleh ayahnya.Beruntung, sebelum mereka berpisah, Rengganis memberikan peta seluruh Istana kerjaan Nemu.Setibanya di Akademi, Gentala, Kerta Putra, Wulandari, Andara beserta Wuko di buat terkejut oleh pemandangan dari sebagian Akademi yang sudah hancur, terutama bagian menara terlarang yang menyimpan jasad Nayaka Gantari, membuat Gentala mengetahui siapa dalang di balik semua ini. Kedua tangannya mengepal dengan erat, ia pun mengertakkan giginya, dirinya menjadi pe
Tanpa menunggu perlawanan dari Agri Brata, tangan Juan terus menusuk tubuh pria itu tanpa henti dengan pisau kecil di tangannya. Darah itu berceceran, wajah kuning Langsat nya kini telah di penuhi oleh bercak darah.Setelah memastikan bahwa pria di depannya sudah tak bernyawa, ia pun langsung berlari ke arah Rengganis yang terbaring di tanah dengan luka di sekujur tubuhnya." Rengga, apa kamu baik-baik saja? " tanyanya dengan nada cemas.Gadis itu terdiam sejenak, mengabaikan rasa nyeri di sekujur tubuhnya, Ia menatap wajah Juan yang penuh dengan bercak darah, karena tak ada satu pun bagian dari pakaiannha yang bersih ia pun menyeka darah itu menggunakan tangan putihnya yang sudah ia bersihkan terlebih dahulu. " Ya kurasa, tapi bisakah kamu memapah ku? Sepertinya kaki ku patah. " ucapnya di sela menyeka darah.Entah kenapa? Juan merasa bahwa Rengganis terlihat sangat lucu, ia pun terkekeh pelan, tanpa berkata apa pun, ia lang
" Kamu pikir, bisa membunuh ku dengan benda kecil itu? " ucap Agri Brata, menatap pisau kecil di tangannya, menggenggam erat benda itu hingga hancur lebur layaknya butiran debu, lalu meniupnya ke udara. Pria itu menyeringai, berjalan ke arah Dewi Ayu, tanpa aba-aba tangannya menarik rambut wanita itu hingga kepalanya mendongkak, di sampingnya sang Prabu berdiam diri, membiarkan istrinya di perlakukan kasar oleh Agri Brata. Tak ada raut apa pun yang tergambar di wajahnya, membuat siapa pun yang melihatnya menjadi kesal di buatnya, termasuk Juan sendiri yang merasa tak terima ibunya di perlakukan seperti itu. Kedua tangannya mengepal dengan sangat erat, perasaan marah, kesal, kecewa, benci menjadi satu, tat kala melihat Sang ayah yang hanya berdiam diri saja layaknya sebuah patung. Tubuhnya gemetar menahan amarah yang menusuk dadanya, rasanya kakinya ingin berlari secepat mungkin dan memukul wajah m
Di saat kekuatan Gentala yang terus berkurang, tapi dirinya masih belum menemukan cara untuk menangani Agri Brata, sedangkan Juan, muridnya terlihat begitu kesulitan mengimbangi kekuatan adiknya.Pertarungan kakak adik itu terlihat sangat sengit, terutama pertempuran Widura yang melawan Hadiyata.Dung! Dung! Trak! Trak! Dung!Terdengar tabuhan genderang perang dari kejauhan. Kedua sudut bibir Gentala terangkat ke atas, seketika ia merasa bahwa kekuatan di dalam tubuhnya menjadi bertambah begitu banyak, ia pun kembali bangkit dan menyerang Agri Brata.Kali ini serangannya berhasil mengenai musuh wajah Agri Brata , meski hanya sebuah goresan di pipi, setidaknya serangan Gentala mendapat kemajuan. Ia pun menjadi sangat bersemangat.Menyadari bahwa Gentala berhasil melukai wajahnya, Agri Brata pun menjadi murka, ia pun berteriak dengan suara lantang, teriakannya begitu memekakkan semua telinga, termasuk Juan da