Share

Bab 5. Jujur

Author: Aryan Lee
last update Last Updated: 2025-04-09 12:07:19

"Salah satu teman Yura mau ketemu Umi, tapi aku bilang nggak bisa," jawab Yura tidak sepenuhnya jujur.

Mendengar itu Umi Hafsah bertanya, "Kenapa nggak bisa?"

"Karena aku sudah menikah Umi," jawab Yura yang merasa sudah tidak sebebas dulu lagi.

"Kalau kamu mau ketemu teman ya boleh. Tapi bilang dulu sama suamimu, kalau nggak teman kamu suruh main ke sini saja!" sahut Umi Hafsah

Mendengar itu Yura terlihat senang sekali dan bertanya, "Yang benar Umi, teman aku boleh main ke sini?"

"Boleh dong, ini kan rumah Yura juga," sahut Umi Hafsah yang sudah menganggap Yura seperti putri kandungnya sendiri. "Ya sudah, mandi sana sebentar lagi magrib!" serunya kemudian.

Malam pun tiba, sehabis salat magrib anak-anak mulai berdatangan ke rumah Umi Hafsah untuk belajar ngaji. Sementara itu Yura juga sedang diajari oleh Abidzar di dalam kamar. Pria bertubuh kekar itu tampak memperhatikan Yura dengan saksama.

"Bagaimana Kak, sudah benar belum bacaan aku?" tanya Yura sambil menatap Abidzar. "Kak, kok bengong sih?" ujarnya yang sambil mengguncang tangan pria itu.

Abidzar tampak terkejut seraya bertanya, "Kamu sudah selesai bacanya, kok cepat banget?"

Yura tidak menjawab dan segera beranjak dari duduknya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Abidzar dengan heran.

"Mau belajar ngaji sama Umi, di sini banyak nyamuk," jawab Yura yang segera ke luar dari kamar.

Abidzar tampak celingukan karena dari tadi tidak melihat ada nyamuk satu pun. Jangan-jangan dia telah menyinggung Yura, entahlah.

"Umi, anak-anak sudah selesai belajar ngajinya?" tanya Yura sambil menghampiri ibu mertuanya itu.

Sambil mengangguk Umi Hafsah menjawab,

"Sudah, bagaimana tadi Abid ngajarin kamu enak nggak?"

"Kak Abid diam saja Umi, malah bengong sambil liatin Yura. Aku jadi nggak tahu salah atau benar bacaannya," jawab Yura yang membuat Umi Hafsah tertawa kecil.

"Lain kali kamu cubit perutnya!" jawab Umi yang membuat Yura jadi bingung.

Tidak lama kemudian Abizar datang dan tanpa disuruh segera menggulung karpet.

"Oh ya, besok malam sudah taraweh. Paginya anterin Umi belanja sembako ya!" ajak Umi Hafsah yang ingin membeli barang-barang kebutuhan selama puasa.

"Iya Umi," jawab Yura yang siap menemani ke mana pun ibu mertuanya pergi.

Malam kian merambat jauh, Abidzar baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Ia kemudian masuk ke kamar untuk beristirahat. Pria itu melihat Yura sudah terlelap begitu cantik dan mempesona. Membuat jantung Abidzar bergetar tanpa diinginkan.

"Siapa kamu yang tiba-tiba hadir di tengah keluargaku. Berhasil mencuri perhatian dan kasih sayang ibuku. Di mata Umi kamu begitu lugu dan polos, tapi perasaanku mengatakan sebaliknya. Haruskah aku mencaritahu siapa kamu sebenarnya?" batin Abidzar sambil menatap wajah Yura yang telah membuatnya penasaran.

Abidzar merebahkan tubuhnya di samping Yura. Untuk pertama kalinya ia tidur seranjang dengan wanita. Meskipun mereka sudah menikah, Abidzar tetap merasa sungkan. Seolah ada dinding pembatas yang begitu kokoh dan tinggi, tetapi ia tidak tahu apakah itu.

***

Mentari tampak meninggi ketika Yura dan Umi Hafsah bersiap-siap untuk pergi belanja untuk membeli kebutuhan sehari-hari selama ramadhan.

"Maaf ya Umi, Abid tidak bisa antar. Temanku sakit jadi harus menggantikannya di kantor," ucap Abidzar yang sudah rapi memakai seragam kerjanya dengan dibalut jaket kulit.

"Iya, tidak apa-apa. Ada Yura yang menemani Umi!" sahut Umi Hafsah.

Setelah menyalami ibunya, Abidzar pun pun pergi kerja mengunakan motor king yang membuatnya terlihat sangat gagah.

"Kita naik apa Umi?" tanya Yura sambil melihat ke arah mobil berwarna putih di garasi.

"Kita naik angkot saja ya, Pak Supri belum balik dari kampung," jawab Umi Hafsah kemudian.

Yura kembali bertanya, "Memangnya itu mobil siapa?"

"Mobil Umi, hadiah dari anak-anak," jawab Umi Hafsah memberitahu.

"Aku bisa bawa mobil," ujar Yura yang membuat Umi Hafsah terkejut.

Umi Hafsah segera mengambil kunci mobil dan tidak lama kemudian mereka meluncur pergi ke pasar terdekat.

"Yura sudah lama bisa bawa mobil?" tanya Umi Hafsah membuka pembicaraan.

"Dari umur 17 tahun, di yayasan kami diajarkan mandiri untuk bisa melakukan pekerjaan apa pun," jawab Yura dengan jujur.

"Umi turut prihatin atas penggusuran panti kamu ya!" ujar Umi Hafsah yang merasa simpati.

"Terima kasih, oh ya kalau boleh tahu pekerjaan Kak Abid apa ya Mi?" tanya Yura penasaran.

"Kiraian Umi sudah bilang sama kamu. Itu loh Abid kerja, jadi agen inteligen kalau tidak salah, tapi kamu cukup tahu ya. Jangan bilang siapa-siapa karena rahasia!" jawab Umi Hafsah.

Yura tampak tercengang di balik cadarnya. Membuat seketika darahnya berdesir hebat. Namun, ia berusaha setenang mungkin mengetahui suaminya seorang intelijen.

"Kamu kenapa?" tanya Umi Hafsah ketika melihat Yura tiba-tiba jadi gelisah.

"A-aku merasa tidak pantas buat Kak Abid. Derajat kita terlalu jauh ber--"

"Umi tidak suka kamu berkata seperti itu. Derajat manusia itu sama di mata Allah yang membedakannya hanya ketaqwaan kita," potong Umi Hafsah yang tidak pernah memandang seseorang dari status sosialnya.

Yura merasakan hatinya kembali bergejolak hebat. Perasaan haru dan takut membaur menjadi satu.

"Kamu harus tenang, jangan sampai Umi Hafsah curiga!" bisik hati Yura sambil fokus menyetir. Namun, logikanya mulai par4noid "Ya Allah, takdir apa yang telah Engkau gariskan untukku?"

Ketika sampai di pasar, Yura lebih banyak diam. Ia hanya bicara seperlunya saja dan fokus menenteng barang belanjaan. Sampai suara ponsel membuatnya tersadar dan kembali fokus. Setelah memastikan posisi Umi Hafsah yang cukup jauh, Yura menerima panggilan itu.

"Ada apa sih?" tanya Yura sambil terus melihat situasi.

"Cepat temui aku, besok aku harus terbang ke Singapura!" desak orang itu kemudian.

"Oke, nanti aku cari waktu yang tepat!" ujar Yura yang segera mengakhiri panggilan itu karena Umi Hafsah menghampirinya.

***

Abidzar memandang lekat seorang wanita berambut bondol yang duduk di hadapannya. Ada perasaan bersalah yang mulai tumbuh di hatinya.

"Maafkan aku, kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini," ucap Abidzar dengan rasa sesal yang mendera.

Rencanya awal puasa ini, Abidzar akan mengenalkan Renita kepada keluarganya. Namun, ketika pulang justru ia dijodohkan dengan Yura. Memang kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi.

"Kenapa, apa salahku?" pinta Renita terkejut mendengar keputusan Abidzar yang tiba-tiba mengakhiri kedekatan mereka selama ini.

Abidzar menghela nafas panjang karen takut pengakuannya ini menyakiti wanita itu. Memang mereka tidak punya komitmen apa pun. Akan tetapi, ia menghargai perasaan yang telah tumbuh.

"Aku sudah menikah," ungkap Abidzar yang membuat Renita terbelalak.

"Jadi kamu sudah punya istri, kenapa harus bohong selama ini?" tanya Renita yang merasa telah tertipu.

Abidzar tampak menggeleng dan berkata, "Aku baru menikah kemarin, dijodohkan sama Umi." Ia kemudian menceritakan secara garis besarnya saja.

"Beruntung sekali wanita itu," ujar Renita yang tahu Abidzar sangat berbakti sama ibunya. Tiba-tiba ia terisak karena kandas sudah harapannya bisa memiliki pria itu.

Melihat Renita menangis, Abidzar kembali berucap, "Maafkan aku. Jangan sedih kita masih bisa menjadi teman yang baik!"

"Apakah kamu mencintai wanita itu?" tanya Renita ingin tahu perasaan Abidzar.

"Tadi kan sudah aku jelaskan, kami menikah atas permintaan Umi," jawab Abjdzar kembali.

"Kalau begitu biarkan aku tetap memiliki hatimu. Aku cinta sama kamu!" pinta Renita yang tidak mau dicampakkan dari hati pria itu.

Mendengar keinginan Renita, Abidzar menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia kemudian berkata dengan bijak, "Aku memang tidak mencintai istriku. Tapi aku tidak mau menngingkari janji sama Umi, terutama dengan Allah, kalau berjodoh kita pasti bersatu. Sekali lagi maafkan aku." Ia segera meninggalkan Renita yang masih terisak.

"Aku juga punya hak untuk memperjuangkan cinta ini. Aku akan cari tahu siapa wanita itu sampai ibumu lebih memilihnya!" ujar Renita sambil menatap punggung Abidzar yang kian menjauh. Ia kemudian mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.

"Halo Farid, bisa kita bertemu ada yang ingin Mbak bicarakan, penting!"

Renita berniat menemui adik Abidzar untuk mencari tahu tantang Yura.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 57. Akhir Sebuah Kisah

    Langit Makkah terlihat cerah hari ini, tapi hati Yura mendadak dicekam kekhawatiran. Di tengah lautan jamaah yang melantunkan doa-doa, Umi Hafsah tiba-tiba limbung dan jatuh dalam pelukannya."Umi!" seru Yura panik. Abidzar yang berada tak jauh langsung berlari menghampiri, wajahnya pucat.Ia segera membopong ibunya dan membawa ke pusat kesehatan terdekat. Akan tetapi, setelah diperiksa dokter jantung Umi Hafsah kian melemah. Jadi dirujuk ke rumah sakit terdekat. "Ya Allah, tolong beri kekuatan untuk ibu hamba!" doa Abidzar yang mulai cemas. Sepanjang perjalanan, Yura juga sangat khawatir. Ia menggenggam tangan ibu mertuanya dengan erat. Berulang kali memanggil namanya, berharap Umi Hafsah cepat membuka mata. "Umi, sadarlah!" ujar Yura yang takut terjadi apa-apa. Tidak lama kemudian, Umi Hafsah siuman. Nafasnya lemah, tapi senyum lembut tersungging di bibirnya. Ia menatap anak dan menantunya secara bergantian dan berkata lirih, "Yura, Abidzar…." Umi Hafsah meraih kedua tangan me

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 56. Ketika Takdir Berkata

    Agar tidak menjadi pusat perhatian, mereka berjalan perlahan ke sisi Masjidil Haram yang teduh. Duduk bersisian sambil menenangkan diri. Sungguh baik Abidzar maupun Yura tidak pernah membayangkan bertemu di tempat sebersih dan sesuci ini, setelah semua yang terjadi. "Aku tidak menyangka kita akan bertemu di sini," ujar Yura membuka pembicaraan. "Aku pun tak pernah menduga, Yura. Tapi mungkin pertemuan ini jawaban dari semua doa yang kita bisikkan dengan penuh harapan," balas Abidzar yang bersyukur dipertemukan dengan Yura lagi. “Maaf, aku tak pernah bermaksud meninggalkan Kakak dengan seperti itu,” ucap Yura sambil meremas pakaian ihramnya. “Aku tak menyesali perpisahan kita, tapi ....” Abidzar menarik nafas panjang. "Aku belum bisa menerima kehilangan yang tidak pernah bisa dijelaskan. Tentang cinta yang tidak bisa dimiliki. Selama tujuh tahun, aku hidup seperti bayangan yang masih terikat dalam sebuah janji. Aku selalu mencoba melupakanmu, tapi tidak bisa. Bahkan setiap malam na

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 55. Pertemuan di tanah suci

    Langit Makkah membentang dengan cahaya keemasan. Angin padang gurun berhembus lembut, membawa bisikan doa yang tak berkesudahan. Di antara lautan manusia yang mengelilingi Ka'bah, Yura menggenggam tangan mungil putranya, Arya, dengan erat. Seolah tak ingin melepaskan dunia yang kini menjadi satu-satunya alasan ia berdiri tegak.“Subhanallah,” bisiknya lirih, setiap langkah mengiringi lafaz zikir yang terangkai dari kerinduan dan ketundukan. Matanya sembab oleh tangis yang ia tahan selama bertahun-tahun. Inilah perjalanan suci yang didambakan, bukan hanya ingin menyempurnakan ibadah. Aka tetapi, memanjatkan doa untuk menyelesaikan masa lalu yang masih membelenggunya. "Kenapa kamu mengajak kami ke sini? Menangkap ikan sambil berenang Arya dan Maura juga sudah senang kok," tanya Rain yang tidak suka tempat ramai seperti masjidil haram. "Entahlah aku hanya mengikuti kata hati," jawab Yura dengan santai. "Kamu benar-benar nekat Yura, pergi ke sini tanpa pemandu dan pengawal. Bisa ngamuk

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 54. Hujan ajarkan aku lupa

    "Mami, jangan diam saja ayo kita ke Bali!" ajak Arya sambil menarik ujung gamis Yura. Yura tampak berpikir keras agar Arya tidak ikut ke Bali. Bukan tidak percaya menitipkan anaknya sama Dragon. Akan tetapi, ia takut akan kemungkinan yang terjadi. "Sayang, kamu nggak bisa ikut Dady ke Bali karena kita mau. " Yura membisikan sebuah ide yang tiba-tiba terbesit di benaknya. "Aku mau Mami, Maura kamu mau ikut nggak ke--" Arya meniru Yura berbisik di telinga gadis kecil itu. Sambil bersorak girang Maura menyahuti, "Iya aku mau ikut, hore!" Yura tampak tersenyum lega karena berhasil membuat Maura dan Arya berubah pikiran. Akan tetapi, tidak dengan Dragon. Jujur ia masih tidak terima wanita itu belum bisa melupakan Abidzar."Ya sudah ayo kita siap-siap!" ajak Yura sambil menggandeng Arya dan Maura meninggalkan tempat itu. "Jangan egois, kamu sudah tahu bagaimana rasanya cinta tidak bisa memiliki, kalau mencintai Yura biarkan dia bahagia!" saran Rain terdengar bijak. Dengan dingin Drag

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 53. Luka yang Tak Terlihat

    Malam itu kian merambat jauh, semilir angin menghapus jejak yang tertinggal di jalanan. Yura berdiri diam di ambang pintu, memandangi suaminya yang tertidur lelap di ranjang. Ia kemudian menulis surat yang telah dibacanya berulang kali, tapi tak pernah terasa cukup. Masa-masa kebersamaan mereka kini telah menyatu dengan gema kenangan yang tak bisa ia buang. Queenazalea dulu dikenal sebagai pembunuh bayaran paling tangguh dan hebat di timnya, The Ghost. Dengan julukan Phoenix ia menyelesaikan setiap misi dengan sempurna dan tanpa cela sedikitpun. Hingga satu hari tanpa sengaja ia mendengar percakapan rahasia ketua The Ghost dan putra tunggalnya Daren atau Dragon."Kau harus menikah dengan Letizia!" ujar Ramos dengan serius. "Tidak bisa, aku mencintai Lea." Dragon menolak dijodohkan.Mendengar penolakan putranya Ramos membentak dengan lantang, "Jangan gila kau, dia adikmu!" "Dia bukan adik kandungku!" sahut Dragon dengan berani. "Justru itu Ren, Lea bukan siapa-siapa. Lihatlah k

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 52. Tindakan Rain

    Rain yang baru pulang bergegas masuk ke kamar Yura sambil membawa pesanan adiknya itu. Ia tampak terkejut melihat Dragon ada di dalam kamar. "Ada apa ini?" tanya Rain sambil melihat wajah Yura dan Dragon yang tegang secara bergantian. Dragon lupa mengingatkan penjaga untuk tidak membiarkan siapa pun masuk. Ia kemudian mencabut senjata api dari balik jaketnya dan menodongkan ke arah Rain. "Jangan ikut campur, cepat lakukan Lea!" ujar Dragon yang membuat Rain terkejut bukan kepalang. "Jangan lakukan Yura!" seru Rain yang membuat Dragon bersiap menarik pelatuk. "Ayo tembak, kau boleh mengira aku bodoh selama ini Dragon. Tapi kalau aku tidak mengoperasikan lap top dalam sejam semua polisi dunia akan tahu di mana markas The Ghost. Kau akan tahu kan akibatnya, mereka akan membunuh kita semua!" ancamnya yang sudah memperkirakan tindakan Dragon. Kali ini ia tidak akan membiarkan pria itu semena-mena lagi.Dragon menarik kerah baju Rain dan menatapnya dengan geram. "Kurang ajar, mau jadi p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status