Share

Rahasia Pewaris Culun
Rahasia Pewaris Culun
Penulis: Naveen Kenan

Menentukan Pewaris

Tepat pukul delapan malam, di kediaman Tuan Frederic telah berkumpul seluruh anggota keluarga untuk membicarakan perihal siapa yang berhak mewarisi kekayaan yang dimilikinya karena Tuan Frederic sudah renta dan kakinya lumpuh. Lelaki tersebut hanya dapat menghabiskan masa tuanya di kursi roda atau kursi goyang ketika dia bosan.

"Baiklah, saya mulai saja karena Tuan Frederic tidak boleh tidur larut malam," ujar seorang pengacara bernama Willson yang ditunjuk oleh Tuan Frederic.

Semua anggota keluarga menyimak ucapan Pak Willson karena memang hal yang dia sampaikan akan menjadi penentu tentang siapa yang akan menjadi pewaris di Frederic Corp, salah satu perusahaan besar di kota tersebut.

"Saya ingin menyampaikan keputusan penting dari Tuan Frederic mengenai perusahaan yang akan jatuh pada sang pewaris, yaitu––" Belum juga Pak Willson selesai berbicara, seorang wanita paruh baya menyela pernyataan tersebut.

"Sudah tentu putra saya-lah, pewarisnya," ucap si wanita pemilik bibir merah merona dengan senyuman seolah-olah penuh keyakinan.

Dari sudut ruangan, Tuan Frederic hanya menatap sinis ketika wanita paruh baya yang bernama Kemala--menantunya--berpendapat seperti itu.

"Ibu!" Tepat di meja depan Kemala, seorang pemuda tampan dengan sedikit jambang di pipi, berani menggertaknya. "Tolong hargai Pak Willson, beliau belum selesai menyampaikan keputusan yang ditulis oleh Opa Frederic," sambungnya dengan nada tidak suka.

"Oooh ... kamu sudah berani menggertak ibumu, Owen?" sahut Kemala.

"Bukan seperti itu, Bu, tapi––"

Perdebatan antara ibu dan anak itu malah memperkeruh suasana. Padahal, Pak Willson telah meminta dari awal agar semuanya menyimak karena rapat keluarga tersebut harus segera usai supaya Tuan Frederic bisa beristirahat.

"Stop! Maaf, saya harus memotong pembicaraan Nyonya Kemala dan Tuan muda Owen," ujar Pak Willson.

Mereka berdua akhirnya terdiam dengan raut muka yang sangat tidak bersahabat. Nyonya Kemala membuang muka dari arah depan, sedangkan Tuan muda Owen menarik napas panjang dan mengempaskannya perlahan-lahan seperti sedang meredam emosi yang hampir saja meluap karena ulah ibunya yang tidak mencerminkan seorang wanita bangsawan di mana seharusnya terlihat anggun dan elegan.

Kemala memang mempunyai sifat keras kepala. Ketika menginginkan sesuatu, dia pasti harus mendapatkannya tanpa melihat keadaan yang sedang terjadi.

Pak Willson kembali menyambung pembicaraan perihal keputusan siapa orang yang menjadi sang pewaris di keluarga besar Frederic.

"Sang pewaris dari delapan puluh persen kekayaan Tuan Frederic jatuh kepada––" Sudah seperti adegan film, Pak Willson menjeda ucapannya. "Tuan muda Rion. Sedangkan dua puluh persen lagi merupakan hak Tuan muda Owen yang saat ini masih dikuasai oleh Tuan Prederic," lanjutnya sambil menutup lampiran yang ada di map tebal berwarna navy di tangannya.

"Apa?! Apa kamu tidak salah membacakan keputusan, Willson? Kamu jangan main-main terhadap semua ini. Aku tau, kamu hanya bercanda, bukan?" protes Kemala dengan senyuman sinisnya dan ekspresi tidak suka ketika menatap pemuda yang berusia tiga tahun lebih muda dibanding dengan putranya itu.

"Apa yang saya sampaikan sudah sesuai dengan apa yang tertera di kertas, Nyonya," ucap Pak Willson.

"Aku tidak percaya! Pa, tolong Anda jelaskan semuanya! Kenapa Papa nggak adil terhadap cucu pertama Papa? Apa Owen tidak pantas memimpin perusahaan? Apa Papa lupa kalau Owen itu anak dari istri pertama anak Papa?" Kemala bak kesetanan ketika mendengar keputusan yang dibacakan oleh Pak Willson. Dia benar-benar tidak terima dan kecewa. Bagaimana tidak? Di matanya, Rion hanya seorang anak idiot dan culun. Terlebih, dia merupakan anak dari madunya.

Ya, Rion merupakan anak dari Yola--istri kedua Edward Frederic--yang tidak lain adalah suaminya juga.

"Pa!" Kemala membentak Tuan Frederic sambil menggebrak meja dengan posisi tubuh berdiri.

Dari arah pojok, Tuan Frederic terlihat kaget dengan kelakuan menantu pertamanya itu.

"Ibu!" Lagi, Owen menggertak ibunya.

"Diam kamu, Owen! Ibu tidak terima dengan keputusan yang benar-benar tidak adil ini. Bagaimana mungkin cucu pertama hanya mendapatkan hak waris dua puluh persen saja?!"

"Bu! Tolong hargai keputusan Opa. Aku yakin, Opa memutuskan hal itu dengan penuh pertimbangan."

"Tidak! Pokoknya Ibu tidak terima!" bentak Kemala dengan bola mata membulat seolah-olah hendak melompat dari tempatnya.

"A-apa yang te-lah dibi-lang oleh Will-son, se-mu-anya be-nar," ucap Tuan Frederic dengan terbata-bata dan sekuat tenaga karena stroke yang bukan hanya menjadikan badan dan kakinya lumpuh, bicaranya juga lambat-laun menjadi tidak terlalu jelas.

Tidak terima dengan keputusan, Kemala berjalan cepat menuju Tuan Frederic dan memegang kedua bahu mertuanya itu, melupakan adab dan kesopanan.

"Pa-paaa ... aku minta, ganti sekarang juga nama pewaris kekayaan Papa," ucap Kemala dengan nada tegas dan jelas, tentu saja dengan ekspresi wajah marah.

"Astaga, Ibu!" Owen berlari menghampiri ibunya yang khawatir bisa membuat kesehatan Tuan Frederic semakin menurun karena merasa tertekan mempunyai menantu seperti Kemala.

"Jangan seperti ini, Bu. Tolooonggg ...." mohon Owen sambil merapatkan kedua tangan di depan wajahnya sendiri.

Keadaan semakin tidak menentu. Kemala yang menentang dan Tuan Frederic yang mantap untuk tidak mengubah keputusan.

"Maaf, Opa, aku tidak bisa menerima keputusan Opa. Benar yang dikatakan oleh Mama Kemala. Ini semua tidak adil untuk Kak Owen," kata Rion, pria berkacamata yang terlihat culun. Sang pewaris.

"Lihat, Papa lihat dan dengar omongan si culun itu, bukan?" Kemala tersenyum penuh kemenangan. "Dia saja yang idiot menganggap kalau Papa tidak adil terhadap Owen," sambungnya.

"Astaga, Ibu! Jaga ucapan Ibu. Seorang Ibu tidak akan menggunjing putranya sendiri, sekalipun dia bukan putra kandungnya," ucap Owen yang mencoba membuka mata hati Kemala yang benar-benar seperti orang kerasukan.

Tanpa banyak bicara lagi, akhirnya Kemala memilih untuk pergi dari ruangan tersebut. Tidak begitu lama, Frederic pun minta di antar ke kamarnya setelah semuanya selesai dan tidak dapat diganggu gugat. Pewaris utama dari Frederic Corp adalah Rion Frederic, pria berkacamata yang berpenampilan culun.

Ruangan itu menjadi sunyi, tinggal menyisakan dua pria tampan, tetapi berbeda penampilan. Owen yang memang terlihat gagah dengan tubuh tinggi besar dan Rion, pria tampan, tetapi berpenampilan culun dan jauh dari kata sempurna. Rion berubah seperti orang linglung setelah kepergian kedua orang tuanya satu tahun lalu.

"Kak?" Rion memecah keheningan.

"Apa?" jawab Owen sambil mengangkat pandangannya dan mengarah kepada Rion.

"Aku tidak pantas menerima semua ini. Aku ingin bicara sama Opa, ya?"

"Jangan bersikap bodoh, Rion. Kamu tahu, apa yang sudah menjadi keputusan Opa, tidak akan mungkin bisa berubah lagi, kecuali—" Ucapan Owen terhenti. Dia sengaja menggantung kata-katanya di udara yang membuat Rion semakin penasaran.

"Kecuali apa?"

Owen tersenyum menanggapi pertanyaan adiknya yang terdengar bodoh. Bagaimana orang yang diberikan banyak warisan malah terkesan ingin menolak? Bukankah itu hal yang bodoh?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Az Zahwa Zahwa
hadir zank wlo telat...
goodnovel comment avatar
Vivi Nisfiatul Khoiroh
hadir, Zank ... next jeder gledek ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status