Home / Romansa / Rahasia di Rahim Alana / Tiba-Tiba Menikah

Share

Tiba-Tiba Menikah

Author: ShaSheMie
last update Last Updated: 2025-07-02 22:34:45

Ijab kabul dilaksanakan dengan sangat privat, hanya ada saudara sang ayah yang mewakili Alana sebagai wali, Ratri, Tara dan Penghulu.

Pernikahan mereka sah secara agama. Tidak ada sesi foto bersama atau hal-hal yang membahagiakan di momen ini. Hening dan singkat. Bahkan, sang paman tidak diperbolehkan banyak berbincang dengan Alana.

Gadis itu kembali ke kamarnya segera setelah ijab kabul selesai. Seperti sebuah permainan gelap yang hanya membutuhkan sedikit formalitas saja agar semua tetap berjalan dengan semestinya.

Meski hanya sebuah pengukuhan ikatan semu, tapi hari ini Alana tetap dirias menawan meski sederhana. 

 Alana mematut diri di cermin besar pojok kamar. Baju kurung putih dipadukan dengan bawahan songket warna abu-abu tua membuatnya berbeda. Anggun dan cantik. Sayangnya, sama sekali tidak ada yang peduli akan hal itu saat ini. Alana hanyalah alat untuk mewujudkan impian seorang kaya yang ingin tetap kaya.

Tanpa sadar Alana tersenyum pada kaca. Senyum pahit yang entah bermakna apa. Hidupnya kini bagai boneka, meski bergelimang harta tapi sewaktu-waktu bisa dibuang begitu saja.

Alana menggeleng pelan. Berusaha mengusir kegundahannya. Dia hanya perlu berjuang kurang lebih satu tahun saja jika semua rencana berjalan normal, setelahnya dia akan baik-baik saja bersama sang ayah.

Saat semua ini berakhir, Alana berangan-angan membawa ayahnya pergi jauh lalu menetap disebut desa kecil. Hidup sederhana seperti dulu lagi. Melupakan hari-hari kelam ini dan memulai dengan banyak hal baru yang tenang dan menyenangkan.

"Kamu begitu bahagia bisa menikahiku, hah! Cih! Bisa-bisanya kamu menjual diri demi uang. Merusak kebahagiaan orang lain demi kebahagiaanmu."

Tara masuk begitu saja lalu menyerbu Alana dengan kalimat menyakitkan. Wajahnya memerah, mata itu tak lagi seramah beberapa saat lalu.

"Kamu tersenyum diatas penderitaan orang lain!" pekiknya lagi.

Sejak awal semua terasa seperti lancar dan mudah, tapi satu hal penting yang masih harus Alana taklukkan adalah Tara itu sendiri.

“Kamu lebih tau dari siapapun kenapa kita begini.” Alana coba menjawab dengan santai.

Bukannya mereda, Tara malah semakin murka. “Kamu bisa menolaknya! Bukankah aku sudah memberimu pilihan, hah!”

Teriakan Tara menggelegar, kali ini benar-benar membuat Alana gemetar, tapi gadis itu tak berniat untuk gentar.

"Aku terpaksa melakukannya. Selain karena aku memang butuh uang, Bu Ratri juga memohon bantuan,” balas Alana memberanikan diri.

"Omong kosong! Mana mungkin mamaku memohon pada gadis sembarangan sepertimu!"

"Gadis sembarangan katamu?” Alana mulai merebak. “Kamu kira aku suka melakukannya? Kamu kira aku menikmatinya?”

Cukup sakit Alana mendengar kalimat yang keluar dari mulut Tara. Seolah Alana lah sumber masalah terbesar dalam hidupnya.

"Kamu punya masalah, aku juga punya masalah. Untuk saat ini bekerjasamalah agar masalah-masalah kita segera teratasi. Supaya aku bisa segera pergi dan kamu bisa segera kembali."

Tara diam. Apa yang dikatakan Alana cukup logis, tapi tetap saja akal sehatnya menolak.

"Aku akan membantumu memiliki keturunan dan otomatis kamu membantuku menyelamatkan ayahku. Entah sebanding atau tidak, tapi hanya ini yang bisa aku usahakan untuk saat ini." Bendungan air mata sudah tidak sanggup lagi Alana tahan.

Baik Tara maupun Alana keduanya sama-sama terluka karena keadaan.

“Meski aku tampak nggak berharga dimatamu, tapi aku punya sesuatu yang berharga untuk diperjuangkan."

Alana merosot, berlutut, memohon belas kasihan Tara agar melunak dan berharap semua berjalan sesuai rencana.

"Kumohon, bantu aku. Kamu boleh perlakukan aku seburuk apa pun yang kamu mau. Kamu boleh memakiku sesuka hati. Tapi tolong, biarkan semua berjalan sesuai rencana ibumu. Ayahku harus segera sembuh dan Bu Ratri harus mendapatkan penerus."

Tanpa menjawab, Tara keluar begitu saja, tak lupa membanting pintu dengan sangat keras.

Hari pertama sebagai pengantin tapi begitu dingin, gelap, dan luar biasa menyesakkan bagi Alana.

“Tenang Alana, tenang. Hanya satu tahun saja,” lirihnya pada hati.

***

“Mbak, ada telepon dari Nyonya.”

Santi mengetuk pintu kamar. Sudah satu minggu berlalu sejak ijab kabul. Alana tahu, ini adalah harinya.

Alana meraih ponsel yang dibawa Santi.

“Kamu pakai apa yang sudah Santi siapkan, lakukan semua yang pernah aku beritahukan. Malam ini kalian akan bersama, lakukan dengan sempurna. Lebih cepat lebih baik.” Ponsel ditutup tanpa menunggu jawaban Alana. 

Seketika hawa panas bercampur dingin memenuhi setiap bagian diri Alana. Seperti ada yang menggelitik di dada dan perut. Bulu kuduk pun turut meremang. 

Transaksi jual beli yang sebenarnya akan segera dimulai.

“Nona… Nona baik-baik saja?”

Santi membuyarkan angan. Entah mendapat perintah dari mana, Santi menggenggam tangan Alana yang sedingin es.

“Sabar ya, Nona. Saya paham ketakutan Nona. Nggak sekali ini Bu Ratri mendapat penolakan saat mencari gadis yang bersedia melahirkan keturunan untuk Tuan Tara. Tapi, saat Nona Alana bersedia, Bu Ratri sangat bahagia.”

Alana menunduk, entah karena alasan apa dia menangis begitu pilu.

“Aku takut kalau nggak bisa memenuhi ekspektasi Bu Ratri, Santi.”

“Aku takut kalau semua rencananya gagal karena aku. Aku juga takut sama Tara.”

Santi paham, memenuhi keinginan orang berkuasa itu menyeramkan, kalau berhasil uang sebanyak apa pun pasti akan diberi, tapi jika gagal, nyawa pun bisa jadi taruhan.

“Saya yakin Nona bisa melewatinya dengan baik.”

Setelah saling menenangkan satu sama lain, Santi mulai membantu Alana mempersiapkan beberapa hal.

Ya, menjual diri berkedok menjadi istri.

Alana ingat betul bagaimana saat dirinya pertama kali bertemu Ratri. Alana menangis di ujung lorong rumah sakit meratapi nasib sang ayah dan tentu saja dirinya. 

Hari yang tenang sejak pagi berubah kalut di siang harinya.

Alana yang sebelumnya bekerja sebagai kasir di salah satu toko bunga pun harus meninggalkan pekerjaannya untuk menjaga sang ayah. Keadaan tidak memberinya kesempatan memilih.

“Aku dengar ayahmu sedang koma.”

Ratri memulai pembicaraan langsung pada inti.

Alana yang merasa asing hanya mengerutkan kening tanda tak paham.

“Aku bisa membantumu, asal ….” Kalimat itu mengambang.

“Maaf, Anda siapa?”

Ratri tersenyum, senyum berupa jebakan kehidupan.

“Apa? Sa-saya harus hamil?”

Wanita paruh baya berkemeja hitam itu mengangguk yakin setelah berceloteh tentang rencananya.

“Kamu hanya perlu hamil dan melahirkan dengan baik. Maka aku akan membayar mahal untuk semua itu. Jangankan pengobatan ayahmu, kamu bisa membeli rumah, mobil, atau apa saja yang kamu mau.”

Alana tak langsung setuju. Ini bukan keputusan main-main. Bisa dibilang, dia harus menjual diri untuk mendapatkan semua itu. Satu lagi, bagaimana mungkin setiba-tiba itu dirinya diberi tawaran tak masuk akal seperti ini?

Ratri mengerti kebingungan Alana. Wanita itu memberi jeda waktu untuk berpikir. Bersabar demi sebuah keputusan besar. Entah apa yang mendorongnya begitu yakin pada sosok Alana.

Derap langkah cepat dari beberapa tim medis ditambah suara bising dari ruang rawat sang ayah membuat sendi Alana semakin melemas.

“Ayah!” teriaknya sembari berlari dengan sisa tenaga.

Alana tak sampai pintu. Tubuhnya tak mampu. Tersungkur membentur lantai.

Samar-samar dia bisa mendengar percakapan dari dalam. “Kondisinya tidak stabil. Ini akan mengancam nyawa jika tidak segera dilakukan tindakan operasi. Hubungi keluarga untuk informed consent.”

Entah mendapat kekuatan dari mana, Alana dapat kembali berdiri bahkan berlari, tapi kali ini dia berbalik arah, menemui Ratri dengan senyumnya yang kini terlihat angkuh. Seperti berhasil mendapatkan umpan.

“Aku menerima tawaranmu, Bu. Bersumpahlah jangan pernah mengingkari janji. Tolong selamatkan ayahku,” ucapnya dengan linangan air mata. Sebuah kalimat sakral tanpa pikir panjang yang secara otomatis menyeretnya dalam kerumitan luar biasa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia di Rahim Alana   Perebutan Kekuasaan

    “Hari ini aku mau ke rumah sakit, Santi.” Alana mematut dirinya pada cermin. Dress putih panjang dibawah lutut bermotif bunga kecil warna-warni itu membuatnya tampak berbeda. Alana yang dulu hanya dress well saat ada acara saja, sedang belakangan baju hariannya sudah seperti akan menghadiri pesta sederhana.“Apa perlu aku temani?”Alana menggeleng. Dia ingin menikmati kesendiriannya. Satu bulan terus menerus berada dirumah membuatnya jengah.“Aku udah kabarin Bu Ratri. Dia izinkan aku, tapi syaratnya jangan pulang sampai sore.”Santi tersenyum. Alana begitu lemah lembut, meski full fasilitas gadis itu tak semena-mena. Meski istimewa, tapi tak pernah mau merepotkan.Santi menyerahkan sebuah tas bekal ukuran sedang warna silver. “Ema sudah siapkan makan siang, cemilan, dan vitamin. Nikmati saat bersama ayahmu.”“Ah, kalian berlebihan. Aku hanya pergi sebentar.”“Ini titah Nyonya Ratri. Bagaimanapun kesehatan Nona nomor satu.” Santi mengerling disambut senyum simpul Alana.Dengan perasaa

  • Rahasia di Rahim Alana   Kecemburuan Asyila

    “Nona, Nona Alana harus makan.” Kali ini Ema berusaha membujuk.Alana sadar dirinya tak pantas merajuk, tapi rasa dalam dirinya masih begitu berantakan, dan kini hari sudah menjelang malam.“Ema, aku nggak tau apa aku bisa menelannya.”Ema tersenyum. “Ini adalah potato cheese bread hangat kesukaan nona. Aku tambahkan banyak keju di dalamnya.” Lantas menyodorkan sepiring tanggung kue yang dimaksud.“Aromanya enak,” gumam Alana. Aroma butter, keju dan susu yang menggoda.Sebenarnya dia lapar, entah apa yang membuat Alana malas makan. Tidak semua orang bisa cepat menerima perubahan bukan? Begitupun dengan Alana.“Dan ini susu cokelat hangat.”Akhirnya Alana beranjak, duduk perlahan di tepian ranjang. Bagian bawah tubuhnya masih terasa ngilu.“Aku mau susu cokelatnya dulu aja, Ema. Terima kasih banyak.”Ema mengangsur mug putih dari atas meja.Alana menerima lalu meneguknya perlahan. Hangatnya pas, jadi bisa meluncur nyaman di tenggorokan.“Tadi ada telepon dari Nyonya Ratri. Katanya dia

  • Rahasia di Rahim Alana   Hari Subur

    Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Alana duduk tegang di pinggiran ranjang dengan tangan saling meremas keras, hati serta pikirannya gagal membuat santai.Bunyi detik waktu menambah serunya permainan semesta. Alana menunggu Tara dengan tidak sabar. Bukan karena Alana menginginkannya. Gadis itu hanya penasaran, apakah sang suami siri benar-benar akan mendatanginya malam ini atau tidak.Tak lama, suara deru mobil membuatnya memejam kaku. Satu … dua … tiga ….Derap langkah cepat dan suara pintu dibuka dengan kasar sontak membuat Alana menoleh.Tara datang dalam keadaan kacau. Aroma alkohol menguar tajam, kemejanya tak serapi biasanya. Alana bimbang, bergerak mendekat untuk menyambut atau justru menjauh karena jujur dia sangat takut.Sorot tajam Tara menusuk mata Alana. Pintu kamar ditutup dengan sangat keras, lalu Tara mengancing serta melempar kuncinya ke sembarang arah.“Kamu nggak akan bisa melarikan diri. Kamu bilang aku bisa melakukan hal terburuk sekalipun kan? Jangan menyesal

  • Rahasia di Rahim Alana   Tiba-Tiba Menikah

    Ijab kabul dilaksanakan dengan sangat privat, hanya ada saudara sang ayah yang mewakili Alana sebagai wali, Ratri, Tara dan Penghulu.Pernikahan mereka sah secara agama. Tidak ada sesi foto bersama atau hal-hal yang membahagiakan di momen ini. Hening dan singkat. Bahkan, sang paman tidak diperbolehkan banyak berbincang dengan Alana.Gadis itu kembali ke kamarnya segera setelah ijab kabul selesai. Seperti sebuah permainan gelap yang hanya membutuhkan sedikit formalitas saja agar semua tetap berjalan dengan semestinya.Meski hanya sebuah pengukuhan ikatan semu, tapi hari ini Alana tetap dirias menawan meski sederhana. Alana mematut diri di cermin besar pojok kamar. Baju kurung putih dipadukan dengan bawahan songket warna abu-abu tua membuatnya berbeda. Anggun dan cantik. Sayangnya, sama sekali tidak ada yang peduli akan hal itu saat ini. Alana hanyalah alat untuk mewujudkan impian seorang kaya yang ingin tetap kaya.Tanpa sadar Alana tersenyum pada kaca. Senyum pahit yang entah bermak

  • Rahasia di Rahim Alana   Perjanjian

    Beberapa kantong belanja berjajar di lantai kamar Alana. Belum lagi di kasur dan meja rias. Alana bingung saat memasuki ruangan barunya ini."Ini semua dari Nyonya Ratri." Penjelasan singkat datang dari Ema sebelum Alana bertanya."Untuk apa semua ini, Ema?"Ema berjalan mengitari barang-barang itu. "Ada baju tidur, parfum, perawatan wajah dan tubuh, ada juga beberapa buku bacaan. Semuanya untuk Nona." Mata Ema berbinar. Pasalnya semua produk ini dari merk brand terkenal."Ah, bukankah ini terlalu berlebihan?""Tentu tidak, karena Nyonya Ratri menganggap Nona spesial."Alana tersenyum, bukan karena lucu tapi lebih ke menertawakan dirinya. Spesial dari mana? Saat ini Alana hanya sedang menjual diri."Apa ada yang Nona butuhkan lagi? Nona mau makan malam?"Alana menggeleng cepat. Seharian melakukan pemeriksaan medis ini dan itu membuatnya kehilangan selera makan. Sejujurnya, gadis itu berdebar menunggu hasilnya keluar. Dia takut jika tidak sesuai dengan apa yang Ratri inginkan."Terima

  • Rahasia di Rahim Alana   Disewakan, Segera!

    "Jangan berharap lebih! Pernikahan ini akan berakhir tepat di hari kamu melahirkan! Tidak lewat satu menit pun!"Alana bungkam, tidak ada pilihan lain. Mau tidak mau dia harus setuju."Tandatangani ini dan segera pindah ke rumah yang sudah disiapkan."Sekali lagi, tidak ada penolakan dari gadis berambut ikal yang hidupnya serasa berada di ujung tanduk itu."Ingat Alana, bersikaplah profesional." Seorang wanita paruh baya yang Alana kenal bernama Ratri itu pergi begitu saja membawa berkas yang sekaligus harapan baginya.Mata kering nan panas itu memejam sesaat. Entah benar atau salah keputusan yang diambil, tapi demi operasi sang ayah, Alana harus melakukan perjuangan hingga titik darah penghabisan."Aku yakin ini yang terbaik. Tuhan beri cobaan sepaket dengan jalan keluar. Aku percaya ini salah satu petunjuk untuk bisa keluar dari masalah ini." Sekali lagi Alana meyakinkan dirinya.Tak lama, sebuah panggilan telepon memecah heningnya lorong rumah sakit. "Alana, kemasi barang penting

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status