LOGIN"Apa yang terjadi padanya, Dok?" Renzo nampak cemas saat menanyakan kondisinya pada dokter khusus yang memang tersedia di kawasan mansion keluarga Rossi.
"Tenang dulu, Lorenzo." Pria paruh baya itu masih mengecek sekali lagi kondisi Viona yang masih belum sadarkan diri.
Lalu, dia meminta perawat untuk memasang selang infus secepatnya.
Sesudah itu, dia barulah menceritakan kondisi pasien pada suaminya.
"Istrimu kelelahan!"
Jawaban singkat dokter membuat Renzo serasa ditampar. Apa dia terlalu memaksakan kehendaknya semalam?
"Maksud Anda apa, Dok? Dia tidak melakukan pekerjaan fisik apapun di rumah ini." Dia berusaha membela diri.
"Renzo, Renzo! Apa kau pikir aku ini anak kecil?" Sanggah sang dokter. "Apa semalam kalian melakukan hubungan suami istri?"
Ditanya demikian, ketua mafia itu justru tak bergeming.
Apa hanya gara-gara itu semalam dia sampai terkapar begini? Rasanya tak mungkin!
"Berapa ronde kalian melakukannya?"
Semakin merasa dipojokkan, Renzo makin tak bisa memberi alasan. Ini adalah argumen yang baginya cukup sulit untuk dijelaskan.
"Dokter, apa kita perlu membawa pasien ini ke kemarnya? Karena di luar sudah ada beberapa anggota lain yang butuh diperiksa juga!" Seru perawat yang kini sudah siap membawa Viona keluar dari ruang periksa di klinik kecil itu.
"Sebaiknya jangan dibawa ke kamar dulu. Taruh dulu di ruang perawatan yang hanya berisi satu orang di ruang tengah klinik," Perintah sang dokter yang disetujui oleh perawat.
"Baik, saya juga akan meminta penjagaan ke beberapa orang karena ini adalah istri Tuan Renzo."
Perawat itu pun pergi dan tinggal Renzo beserta dokter saja di ruangan.
"Renzo, aku tahu kamu sangat antusias. Tapi, tolong, kendalikan dirimu! Kamu itu ibarat seekor singa kelaparan dan istrimu adalah domba muda yang masih... sedikit naif!"
"Sudah cukup! Aku harus pergi, terima kasih!"
Emosi Renzo seperti mau meledak lagi. Kalau tidak ingat klinik ini berguna bagi keluarga Rossi dan anggota mafianya, mungkin ia sudah membakar habis tempat ini.
Sebelum Renzo pergi bertugas, ia mengecek kondisi Viona di kamar perawatan. Tubuhnya masih nampak lemah dan terlelap.
"Jaga Viona baik-baik..." Pesannya pada anggota mafia kepercayaannya. "Aku harus ke Rusia beberapa hari ke depan. Pastikan dia makan dan istirahat dengan cukup! Satu lagi... jangan sampai berita ini tersebar ke manapun di rumah ini!"
"Baik, Tuan. Kami akan menjaga kerahasiaan soal ini!"
Langkah berat Renzo menjauh dari tempat istrinya dirawat.
**
Beberapa hari lamanya Renzo berada di kota Saint Petersburg, Rusia.
Setelah melakukan negosiasi soal stok senjata dan pelatihan keamanaan bersama mafia di sana, rupanya keluarga Rossi menyuruhnya untuk lanjut terbang ke Italia.
Perjalanan yang seharusnya memakan waktu lima hari, kini harus extend menjadi delapan hari berturut-turut.
"Don Renzo, apakah ada yang ingin Anda lakukan selagi di Italia?" Tanya salah satu asistennya.
"Apa maksudmu?"
"Barangkali mengunjungi kasino atau sekedar menghabiskan malam bersama gadis tercantik di sini? Saya bisa memesankan untuk Anda gadis yang masih benar-benar perawan untukmu!"
Selama jauh dari rumah, Renzo untuk pertama kalinya merasa tidak tenang. Apa iya dia sedang merindukan kehangatan ranjang ditemani seorang wanita?
"Bagaimana, Don?"
Terhitung sudah seminggu ia tak menyentuh wanita manapun. Ini adalah waktu yang cukup lama.
"Siapkan satu untukku malam ini!" Ucapnya asal.
Dan benarlah, saat malam menjelang, seorang gadis berkulit putih sudah terbaring di ranjang hotel miliknya.
Tubuhnya sempurna dengan wajah cantik khas Eropa!
"Selamat malam, Don Renzo! Selamat menikmati malam di Italia..."
"Siapa kamu?" Renzo terkejut bagaimana bisa seorang wanita masuk di kamarnya.
Barulah dia ingat, pasti ini adalah wanita pesanannya tadi sebelum meeting dengan mafia di Italia.
"Aku? Namaku... Valentina!"
Terdengar seperti 'Viona' saat wanita itu bicara.
Apakah aku sudah mabuk? Renzo membatin. Bagaimana mungkin Viona ada di sini?
"Don, apa kita mau mandi bersama dulu? Atau..." Pelan-pelan wanita itu membuka baju luarannya dan yang tersisa hanyalah pakaian serba minim.
Kenapa Renzo merasa tidak menikmatinya? Justru ia merasa muak dengan kehadiran wanita itu.
Ia ingin Viona yang berada di sini sekarang!
"Keluarlah!" Bentak Renzo padanya.
"Kenapa? Aku kurang cantik dan kurang seksi?" Dia tak juga menyerah.
"Kubilang keluar atau aku akan mematahkan tangan dan kakimu sekarang!"
Iapun lari terbirit-birit keluar dan menutup pintunya kembali.
Kini ruangan kembali sunyi. "Apa yang kamu lakukan sekarang Viona?"
Dia terus memantau kondisi istrinya. Karena merasa sangat rindu, ia meminta orang kepercayaannya untuk menelpon dirinya saat Viona bisa dihubungi.
"Halo, Tuan... ini ada Nona Viona yang di sebelah saya. Silakan bicara dengannya!"
"Halo..." Begitu suara Viona terdengar, jantung Renzo seakan meledak seketika.
Suara ini yang begitu ia rindukan. Ingin rasanya memeluk istrinya sekarang.
"Halo? Renzo?"
Terlebih saat namanya dipanggil.
"Viona! Aku..."
Lama tak ada jawaban.
"Renzo, maaf.. aku sedang membantu orang yang akan merenovasi main dome di mansion utama! Aku harus mengakhiri telefonmu."
Renzo begitu kecewa saat istrinya memilih sibuk bekerja dibanding berbincang dengan suami yang merindukannya.
"Begitu? Apa sepenting itu acara renovasinya?"
"Aku diminta membantu arsiteknya untuk merencang langsung!" Sahut Viona bangga dan seakan tidak tahan berbincang lebih lama lagi.
"Viona, tapi..dengarkan aku!"
"Renzo, itu arsiteknya sudah kembali." Dia mengembalikan ponsel pada orang kepercayaan Renzo.
"Kenapa dia begitu semangat melakukan pekerjaan?" Renzo bertanya-tanya.
"Iya, Tuan. Karena salah satu perancangnya adalah teman Nona Viona, Alexander. Mereka adalah rekan saat kuliah dulu!"
Setelah tahu alasannya, Renzo membanting ponselnya ke lantai sekuat tenaga.
"Apa? Silvano itu jadi..."Viona tak mampu melanjutkan kata-katanya. Hati wanita mana yang tak hancur ketika tahu suaminya yang sebelumnya belum pernah menikah, ternyata telah memiliki seorang anak dengan wanita lain.Ini membuatnya sangat kecewa, meski ia tak pernah mengakui kalau dirinya memiliki rasa pada Renzo."Iya, Renzo belum tahu soal ini karena test DNA dilakukan Papaku secara tersembunyi..." Alfonso menjawab."Kamu pasti bohong!" Viona mengelak dan tak bisa mempercayainya."Buat apa aku bohong untuk hal sepenting ini? Kami para mafia tidak boleh berbohong untuk soal urusan anak!"Viona makin meradang, "berarti kalian boleh bohong soal yang lain?""Tidak begitu juga, Viona..." Alfonso adalah pria dari keluarga mafia yang punya perasaan halus.Ia tahu kalau apa yang ia katakan ini akan menyakiti hatinya."Aku..." Viona tak mampu lagi bagaimana harus menghadapi hal yang menurutnya sama saja dengan pengkhiana
"Kenapa mengkhawatirkan? Ia sudah dewasa dan pergi dalam keadaan baik-baik saja!" kata Alfonso menjelaskan.Ia paham kalau Viona menanyakannya karena ada suatu hal yang disembuyikan dari Alfonso.Untuk urusan rumah tangga, rasanya dia tak perlu tahu dan turut campur."Iya, sebaiknya mungkin aku kembali ke kamar tidur saja!" ia membawa satu lilin sebagai penuntunnya berjalan pelan-pelan ke kamar tidur.Rupanya, setelah bersusah payah menemukan kamar dengan lilin itu, ia mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari Alex."Ya ampun... aku lupa kalau aku harus mengecek lagi handphone-nya..." ia mengambilnya dari tempat di mana suaminya biasa meletakkan.Aji mumpung ketika suaminya tak berada di rumah, ia bisa menggunakannya sesuka hati."Halo, Alex?"Syukurlah pria itu bisa dihubungi dengan mudah."Viona? Kamu bisa menghubungiku juga akhirnya...""Iya, Alex. Aku..."Alex memotong pembicaraannya, "sementara ini keluarga Ivanov kebingungan karena kehilangan anak Viktoriya... dan... aku ha
"Kita ke mana, Paman Renzo?" tanya Silvano yang merasa bosan karena sepanjang jalan tiba-tiba Renzo jadi diam.Pria itu terus menyusuri jalanan yang mengarah semakin dekat dengan area tempat tinggal Silvano."Kita mau ke pegunungan...""Jangan!" ia mendadak menolak."Kenapa?" Renzo kaget."Aku lebih suka pantai dari pada gunung..." terangnya.Aneh, anak ini punya kesukaan yang sama dengan Renzo semasa kecil."Tapi suasana pantai akan sangat ramai. Sebaiknya... kita tidak ke pantai malam begini!" "Baiklah.. kita ke pegunungan saja kalau begitu! Tapi, jika ada orang yang bertanya tentangku, bilang saja Paman tidak tahu!" ia berjaga-jaga dan masih memiliki kecemasan kalau-kalau bertemu dengan body guard keluarga Ivanov nanti.Ada getaran yang tak biasa ketika ia mengatakan kalau Silvano adalah anaknya. Seolah ini adalah hal yang lumrah dan memang sewajarnya."Apa kamu tahu banyak soal orang bernama Alex itu?" Renzo sebenarnya sangat tidak menyukai pria itu lagi.Meski dulu sempat dikon
"Hey. bocah tengil...kembalikan!" teriak Viona mengejarnya sampai ke ujung rumah.Rupanya Silvano akhirnya menyerah.Ia segera menggeletakkan handphone itu ke lantai lalu berlari menjauh."Kenapa dia?" Viona tidak sadar kalau Alex masih belum menutup teleponnya."Halo? Viona?""Alex, maaf ada gangguan tadi..." kata Viona menyambung panggilan."Iya, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong siapa yang kamu teriaki bocah tengil tadi? Apakah aku?" tanya Alex."Tentu, bukan kamu... itu adalah... itu keponakan Alfonso yang baru datang. Dia memang sering usil dan mengganguku..." jawab Viona.Mereka berdua terdiam."Kalau aku boleh jujur padamu, aku juga merasa kamu berubah, Viona!" Alex mengakuinya.Perasaan yang selama ini ia pendam, kini ia lega bisa mengungkapkannya."Berubah apa maksud kamu?""Kamu jadi lebih... berpihak pada keluarga Rossi dari pada sebelumnya!"Viona mendadak emosi saat ia dibilang lebih
"Bau? Bagiku kamu selalu wangi, Viki..." sahut Alex gemas."Alex! Menjauhlah dariku..." suara Viktoriya terdengar lebih seperti menggoda daripada menyuruh teman prianya itu pergi."Apa aku perlu membantumu mandi?""Ya Tuhan... apa kata mereka nanti kalau tahu aku mandi bersama kamu?" Viktoriya nampak malu-malu dengan godaan pacar berondongnya."Viki... kita sudah dewasa dan sama-sama tahu... aku tidak mandi bersamamu, dalam konteks ini aku hanya memandikanmu..." Alex meralat kalimatnya."Hmmm... itu lebih terdengar seperti kamu memandikan binatang peliharaanmu, Alex..."Wanita yang lebih tua darinya itu berjalan menuju kamar mandi dan sengaja menanggalkan bajunya di depan pintu."Viki... aku harus menggantikan spreimu. Sepertinya sudah kotor dan..." Alex tak mendapati sahutan karena wanita itu sudah masuk ke dalam kamar mandi dan terdengar jelas suara gemericik air.Ia dengan cekatan melepaskan sprei dan menggantinya dengan yang baru.Nampaknya sudah disiapkan oleh pembantu namun belu
"Memangnya siapa anak ini?" Viona penasaran dan mengamati dari dekat anak kecil yang pintar bicara itu.Baginya, anak ini hanyalah seperti anak pada umumnya.Tak ada tanda-tanda keistimewaan bagi Viona."Doa bukan anak sembarangan, Viona!" Alfonso memberikan clue agar wanita itu mau sejenak berpikir.Masih juga ia belum menemukan apa yang dimaksudkan oleh adik iparnya.Bukan anak sembarangan? Lantas apakah maksudnya anak dari seseorang yang Viona kenal baik?"Kamu mungkin tak akan tahu siapa orang tuanya, tapi keberadaannya benar-benar akan merubah hidupmu!" ucapnya lagi."Apa wajahnya mirip denganmu juga?" tanya Viona setelah mengamati sejenak wajah dan bentuk tulang rahangnya."Ah... jadi kamu mengira anak ini adalah anakku? Sebuah tebakan yang bagus..." Alfonso tertawa terbahak-bahak."Jangan-jangan... ini adalah anak Papamu? Sehingga kamu adalah kakaknya meski kalian pantas sebagai ayah dan anak kalau dilihat dari umur kalian!"Pernyataan Viona layaknya tebakan seorang wartawan."







