Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 169. Meja Runding di Tengah Bayangan

Share

Bab 169. Meja Runding di Tengah Bayangan

Author: Quennnzy
last update Last Updated: 2025-09-17 18:07:05

Kabut merah perlahan menipis, tapi ketegangan yang ditinggalkan sosok bayangan tadi masih menggantung di udara. Aula Obsidian bergetar halus, seolah dinding-dinding batu hitamnya turut mendengar ancaman yang baru saja dilontarkan.

Alura berdiri tegak di depan singgasananya, matanya berkilau tajam. Ia tidak bergerak, tidak juga berbicara. Hening yang ia biarkan seakan menjadi ujian tak tertulis.

Rafael masih memegang pedang hitamnya, senjatanya menempel di lantai obsidian yang berdenyut halus, seperti jantung makhluk raksasa. Arga, di sisi lain, tampak seperti singa yang terkurung, rahang mengeras, tangan masih menggenggam erat gagang pedang, matanya tidak pernah lepas dari sudut-sudut aula yang penuh bayangan.

Para tamu tidak bisa menyembunyikan kegelisahan mereka. Para imam menunduk, salib cahaya di tangan mereka bergetar. Para bangsawan manusia mulai berbisik dengan panik, sementara penyihir dari Menara Kristal berdiri rapat, saling menatap satu sama lain seolah mencari jawaban y
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 188. Bisikan dari Darah

    Aula Obsidian masih diselimuti keheningan yang berat. Aroma darah dan asap hitam dari ritual sumpah belum juga hilang, menempel di dinding dan mengendap di napas siapa pun yang ada di dalamnya. Para utusan berdiri kaku, sebagian berusaha mengatur napas, sebagian lain masih pucat dan gemetar, seolah baru saja melihat neraka. Alura duduk di singgasananya, tubuhnya tegak namun pandangannya tajam menusuk ke setiap wajah. Matanya berkilat merah emas, memantulkan cahaya api biru yang masih berkobar di sepanjang dinding. Namun, di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang hanya dia yang merasakan. Sebuah suara. Bukan suara manusia. Bukan suara iblis yang dikenalnya. Suara itu datang dari dalam darahnya sendiri. "Ikatan sudah terjalin… darah telah menetes… pintu telah terbuka." Alura menutup matanya sebentar, lalu membukanya lagi dengan ekspresi dingin. Tidak ada satu pun yang boleh tahu bahwa sumpah yang ia ciptakan tidak hanya mengikat para utusan, tapi juga memanggil sesuatu yang lebih

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 187. Harga Sebuah Pengkhianatan

    Api hitam yang melahap tubuh utusan pertama masih bergema dalam ingatan semua orang yang hadir di Balairung Obsidian. Bau daging terbakar bercampur dengan desisan jiwa yang terpecah membuat udara terasa semakin berat. Tak ada yang berani bergerak terlalu cepat; bahkan napas pun ditahan seolah takut api itu berpaling pada mereka. Alura berdiri tegak di tengah lingkaran darah yang kini berdenyut samar, bagai jantung yang baru saja terbangun. Gaunnya yang hitam berkilauan diterpa cahaya api biru, membuatnya tampak seperti sosok yang lahir dari kegelapan itu sendiri. Tatapannya menyapu satu per satu wajah para utusan, hingga tak seorang pun berani menurunkan pandangan. “Lihatlah,” suaranya dingin, nyaring, namun tenang, “itulah harga sebuah pengkhianatan. Sumpah ini bukan sekadar kata-kata, bukan pula hanya simbol. Ia adalah kehidupan yang kalian berikan kepada takhta ini. Dan kehidupan, jika dikhianati, akan menuntut balasan.” Tak ada yang berani menjawab. Beberapa wajah pucat, bebera

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 186. Harga dari Sumpah Darah

    Aula Obsidian masih bergetar meski raungan dari langit sudah mereda. Api biru di sepanjang dinding menari liar, kadang redup, kadang meledak, seolah terhubung langsung dengan sesuatu yang jauh lebih tua daripada benteng itu sendiri. Udara berat, dipenuhi aroma besi dan belerang yang menusuk hidung. Para utusan berdiri dalam lingkaran, tubuh mereka tegang, mata terbelalak ke arah tanda hitam di lantai yang baru saja meminum darah mereka. Lingkaran itu kini berdenyut perlahan, seperti jantung yang hidup, memancarkan cahaya merah samar dari retakan-retakan kecil yang menyebar. Alura berdiri tegak di singgasananya. Ia tampak anggun, tapi tatapannya tajam, bagai pisau yang siap menusuk siapa pun yang berani goyah. Rafael berdiri tidak jauh dari sisi kanan singgasana, pedang hitamnya sudah tersarung kembali, meski tangannya masih berada di gagang. Arga bersandar pada pilar batu, wajahnya sinis namun matanya memperhatikan dengan penuh kewaspadaan. “Dengan darah kalian,” suara Alura mengge

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 185. Bayangan dalam Sumpah

    Aula Obsidian masih dipenuhi sisa gema sumpah darah. Api biru di dinding yang tadinya tenang kini bergetar, seolah ikut menahan napas. Para utusan berdiri dalam diam, beberapa masih menatap tanda hitam di telapak tangan mereka dengan wajah pucat. Tak seorang pun yang berani bicara duluan. Bahkan Liora yang biasanya lantang, kini hanya menggenggam tongkatnya erat, tatapannya beralih dari simbol di kulitnya ke wajah Alura. “Ini…” salah seorang imam berbisik, suaranya nyaris patah, “…ini bukan sekadar perjanjian saja. Ada sesuatu yang ikut masuk.” Alura berdiri dari singgasananya. Gaun hitamnya berdesir ringan, namun setiap langkahnya terdengar jelas, menekan dada mereka. “Kalian baru saja mengikat diri dengan darah kalian sendiri. Itu adalah harga paling jujur yang bisa dibayar.” “Bukan hanya darah kita!” Liora akhirnya bersuara. Matanya menyala oleh kilatan panik dan marah. “Aku merasakan mata yang lain… mengawasi. Sesuatu yang bukan dari ruangan ini.” Rafael menoleh cepat. T

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 184. Retakan Pertama

    Ruang bawah tanah Obsidian masih bergetar tipis setelah perjanjian darah itu selesai. Udara di sana, yang sebelumnya penuh dengan aroma dupa dan api biru, kini terasa berat seakan dilapisi oleh kabut tak kasat mata. Setiap orang merasakan sesuatu yang asing menempel pada kulitnya sebuah ikatan yang tak bisa diputuskan lagi. Alura berdiri di tengah lingkaran, telapak tangannya masih memerah akibat torehan darah yang baru saja ia lakukan. Matanya menatap ke arah cahaya redup di atas mereka, seakan ingin menembus langit-langit batu. Di dalam pupilnya, sesaat tadi muncul bayangan yang hanya dia yang melihat: siluet Myra, berdiri di antara reruntuhan, tersenyum samar namun matanya kosong. Nafasnya tertahan, tapi wajahnya tetap tenang. Ia tahu tak ada seorang pun yang boleh tahu apa yang barusan ia lihat. “Ap—apa yang kau lakukan pada kami?” salah seorang imam manusia berbisik gemetar. Tangan tuanya meraba tanda merah samar di pergelangan, bekas dari ikatan sumpah. “Aku bisa merasakan se

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 183. Tinta yang Jatuh ke Bumi

    Langit di atas Obsidian pecah seperti kaca yang disapu palu raksasa. Retakan merah melebar, dan dari celah itu, tetes-tetes hitam jatuh perlahan. Tidak cepat, tidak deras, justru karena lambat, setiap tetesan terasa seperti ancaman yang disengaja, seperti tinta dari pena yang sedang menulis ulang takdir dunia. Satu tetes pertama jatuh ke tanah di luar dinding benteng. “Jangan sentuh!” teriak Rafael cepat, melihat beberapa prajurit manusia hendak mendekat. Tapi peringatan itu terlambat. Seorang prajurit, wajahnya masih pucat dari ujian sebelumnya, mengangkat tangan mencoba menyentuh cairan hitam yang menetes di ujung tombaknya. Begitu kulitnya bersentuhan, jeritannya membelah udara. Daging tangannya melepuh seketika, bukan terbakar, bukan membeku, tapi seperti dilahap dari dalam. Urat-urat hitam menjalar cepat ke lengannya, merayap ke dada. Dalam hitungan detik, tubuhnya kaku, matanya kosong. Tubuh itu jatuh ke tanah dengan suara tumpul, dan dari bekas lukanya, kabut hitam merembes

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status