Share

Bab 5

 

"Tunggu bentar ya," titah Hengky, membuatku harus menghirup napas berkali-kali, dada ini mulai sesak serta rasa mual yang semakin kuat, belum lagi jantung yang makin berpacu hebat.

 

Keterlaluan kamu, Andra! Jika saja benar ada perempuan lain yang merusak pernikahan kita maka, aku akan membalasmu lebih pedih lagi, akan kubuat kamu deperesi dan gila.

 

Empat bulan pernikahan kami, harusnya masa itu adalah masa manisnya pernikahan ini, menikmati indahnya pengantin baru, saling berbagi cinta dan kasih sayang tulus dari dalam hati.

 

Menyedihkan sekali kau, Farah, entah sebesar apa dosa kakek buyutku pada keluarga Mas Andra, hingga ia mati-matian membalaskan semua ini padaku yang tak tahu apa-apa.

 

Sefatal apapun kesalahan keluargaku tak selayaknya mereka melampiaskan pada keturunannya yang tak bersalah.

 

"Hallo Farah, kamu masih hidup?" tanya Hengky ngeselin

 

"Masih, mana cepet katanya mau kirim Poto itu." 

 

Aku sudah tak sabar ingin segera melihat wajah wanita yang diperkirakan selingkuhan Mas Andra, aku pun takkan biarkan perempuan itu hidup tenang, jika saja ia mencoba mengusik rumah tangga kami diam-diam.

 

"Duh, potonya kehapus kayaknya sama istriku, maklum dia paling ga suka kalau di hape aku ada Poto cewe, hehe maaf ya, Rah," jawab Hengky sambil terkekeh.

 

Jujur aku kesal pada lelaki ini, harusnya sebelum bicara pastikan dulu potonya ada, jika begini aku bisa mati penasaran 'kan?

 

"Gimana sih lo, cari lagi lah."

 

"Udah dicari, tapi ga ada Farah," jawab Hengky lagi membuatku semakin kesal

 

"Ya sudah, gua matiin telponnya ya," ujarku merasa putus asa.

 

"Ok ok, sabar ya, Rah."

 

Telpon terputus, aku mondar-mandir di kamar memikirkan masalah ini dan solusinya, beruntung adzan isya berkumandang sepertinya ini sebuah tanda jika aku harus meminta padanya Yang Maha Kuasa.

 

'Ku adukan semua masalah hidup ini padanya, meminta segala solusi dan jalan keluar, juga kekuatan hati agar senantiasa tegar menghadapi kenyataan yang lebih menyakitkan lagi.

 

Setelah empat raka'at selesai aku segera melipat sajadah, mencoba untuk terpejam dan mengistirahatkan raga yang terasa lelah, bukan hanya fisik yang lelah tapi juga hati dan fikiran.

 

*

 

Pagi ini aku sarapan pagi tanpa Mas Andra, setiap akhir pekan ia memang selalu menginap di rumah ibunya, kebiasaan itu sudah dijalani rutin setelah kami menikah.

 

Kadang hari sabtu atau minggu ia tak pernah di rumah, dengan alasan ingin menginap dan berbakti pada ibunya, aku tak mempermasalahkan yang terpenting ia selalu kembali tepat waktu.

 

Entah kenapa juga ia tak pernah mengajakku jika menginap, katanya di rumah saja menjaga rumah, aku pun tak masalah karena selalu banyak pekerjaan kantor yang harus dikerjakan.

 

Semalam entah jam berapa ibu pulang ke rumahnya, sejak masuk ke kamar aku tak lagi keluar karena merasa kesal juga ngantuk yang tak tertahan.

 

Aku mengecek ponsel ternyata Mas Andra tak mengirimkan pesan, mungkin ia masih marah tapi itu tak masalah, jemariku bergulir melihat akun warna biru, baru membuka sudah nongol status Dinda yang menyindirku.

 

Katanya:

 

'Istri durhaka itu tempatnya di neraka'

 

Status Dinda sudah dikomentari oleh teman-temannya yang tak kalah alay, sebagai kakak ipar yang baik aku pun ikut mengomentari statusnya yang pedas itu, karena yakin tulisannya itu bermaksud untuk menyindirku

 

'Di dunia ini bukan hanya ada istri durhaka, tapi ada juga keluarga licik yang tak tahu terima kasih, semoga kita dijauhkan dari orang seperti itu ya,' komentarku tak kalah pedas.

 

Beberapa detik kemudian gadis manja itu kembali menuliskan status.

 

'Percuma kaya tapi pelit, duitnya ga berkah.'

 

Tak salah lagi tulisan itu ditujukkan untukku, tak ingin ikutan terpancing emosi aku segera mematikan ponsel, karena hari ini waktunya belanja bulanan, kebutuhan di rumah sudah hampir habis.

 

Melayani gadis manja itu bisa membuatku darah tinggi, untuk apa lebih baik memanjakan diri sendiri, sambil mencari ide bagaimana membalas perbuatan mereka diam-diam tapi menghanyutkan, takkan kubiarkan mereka bersikap semena-mena lagi.

 

Dengan mengenakan gamis sederhana dan kerudung pashmina aku berangkat ke pusat perbelanjaan yang lumayan besar dan terkenal, tak lupa kuajak juga Mbak Surti ART di rumah untuk menemani dan membantu membawakan barang belanjaan.

 

"Ehh Neng Farah, lagi belanja ya," tegur seorang wanita, saat aku menoleh ternyata ia Bu Pipit tetangga ibu mertua.

 

Selain tetangga dekat ia juga kawan ibu dalam bergosip, mereka berdua selalu kompak dalam masalah membicarakan kejelekan orang lain.

 

"Iya, Bu," jawabku singkat.

 

"Sendirian aja, si Andra mana?" tanyanya kepo.

 

"Dia 'kan lagi nginep di rumah ibunya, emang Ibu ga lihat mobilnya parkir di depan?"

 

Karena Ibu tak memilki garasi yang luas maka mobil Mas Andra selalu diparkir di teras.

 

"Ahh engga lihat tuh, kalau Andra ke sana mobilnya pasti ada 'kan di depan," ujar Bu Pipit sambil mengambil barang belanjaan.

 

"Masa sih, bukannya setiap sabtu atau minggu Mas Andra selalu nginap di rumah ibu ya." Aku tak mengerti kenapa Bu Pipit bisa bilang seperti itu.

 

"Haaah, sejak kapan? semenjak Andra nikah sama Neng Farah dia ga pernah tuh nginap di rumah ibunya lagi."

 

Aku tertegun mendengar ucapan si tukang gosip ini, lalu melirik wajahnya memastikan apakah ia sedang berbohong atau tidak.

 

"Ya pokoknya sejak kami menikah, Bu, masa sih Ibu ga pernah lihat?"

 

"Engga, Neng, orang setiap pagi Ibu selalu lewat depan rumah mertuamu kok, kecuali kalau siang iya saya suka lihat, tapi sorenya nanti pulang lagi."

 

Ya Tuhan, jika Mas Andra tak pernah menginap di rumah ibunya lalu ke mana dia selama ini? apakah dia berbohong?

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status