Share

Bab 4

Malam ini aku kedatangan tamu yang tak diundang, Ibu dan Dinda datang kemari meminta permohonan maaf atas tindakan yang dilakukan putranya.

 

Hmm, kukira mereka akan minta maaf karena sudah berbuat dzalim pada pernikahan ini.

 

"Mobilmu itu masih banyak, Farah, ikhlaskan saja," kata ibu mertuaku menggampangkan, dipikir beli mobil itu pake dedaunan.

 

"Iya, Farah, maafkan aku." Kini Mas  Andra bersuara memasang tampang iba minta dikasihani.

 

"Aku sudah maafin." Mereka nampak menghirup napas lega.

 

"Tapi tetep mobilnya harus diganti," celetukku lagi, seketika mereka semua mendelik tajam.

 

"Sama suami perhitungan banget sih, Kak, biasanya juga ga gitu, kenapa Kakak berubah?" Kini Dinda bersuara.

 

Anak ingusan itu memang kerap ikut campur urusan orang tua, selalu ingin tahu dan berkomentar sesuka hati tanpa peduli orang lain akan tersinggung atau tidak.

 

"Tahu, Nih! Durhaka kamu kalau kaya gitu terus," sindir ibu tak terima

 

Ibu memang begitu kalau maunya tak dituruti maka ia akan berubah bengis, sedangkan jika maunya dituruti ia akan berubah jinak seperti seperti hewan peliharaan.

 

Aku sudah muak menyaksikan sandiwara mereka yang penuh dusta, apapun alasannya mempermainkan pernikahan itu jauh lebih dosa.

 

"Lebih durhaka lagi orang yang mempermainkan pernikahan, pokoknya kamu harus ganti, Mas!" tegasku  sambil menatapnya serius.

 

"Dan kalau kamu ga bisa ganti pake uang, maka sebagai gantinya mobil Dinda aku sita." Gadis itu terperangah lalu menatapku tak terima.

 

"Kok, mobil Dinda yang jadi korban, jangan lah, Kak, gimana nanti Dinda kuliah kalau ga bawa mobil," rengek gadis manja itu.

 

Aku mengerling malas, ia tak terima karena takut mati gaya jika ke kampus tanpa naik mobil, padahal yang dipakai itu mobil orang lain, beruntung surat-suratnya masih kupegang sebagian, hanya STNK yang kuberikan.

 

"Kamu tuh kebangetan ya, Farah, kejam!" tegas ibu sambil mendelik, kalau begini sikap asli mereka ketahuan 'kan.

 

"Lebih kejam mana dengan orang yang suka morotin duit orang habis-habisan."

 

Ketiga orang tak tahu diri itu saling memandang heran, mungkin merasa tersindir atau merasa tak menyangka jika lidahku akan setajam pedang.

 

"Mobil itu harganya ratusan juta, aku ga mau tahu pokoknya kamu harus ganti!" tegasku sekali lagi lalu melenggang pergi naik ke lantai atas.

 

Terdengar suara teriakkan mereka memanggil, tak berselang lama terdengar lagi suara umpatan dan makian yang ditujukan untukku, menantu ga punya perasaan, Kakak ipar kej4m, istri durh4k4 dan lain sebagainya, masa bodoh lah terserah mereka.

 

Kini aku harus menelpon Hengky, untuk mengucap terima kasih dan menanyakan keberadaan mobilku.

 

"Hallo, Rah," ucap Hengky dari sebrang sana.

 

"Hemm, mobilku di mana, Ky? tanyaku dengan suara pelan, tak lupa mengunci pintu kamar agar tak ada yang menguping.

 

"Mobil kamu ada sama aku, aman. By the way nih mobil mau diapain?"

 

"Aku mau jual, bisa cariin pembelinya ga? duitnya mau aku sedekahkan untuk anak yatim."

 

"Ohh gitu, bisa-bisa nanti kelengkapan surat-suratnya antar ke sini ya dan kalau pembelinya udah ada aku kabarin langsung," ujarnya membuatku lega.

 

"Siap, soal harga sesuai harga pasaran aja ya."

 

"Iya lah kamu nego aja sebisa mungkin, tar ada bagian untuk anak dan istrimu kalau laku."

 

Ia terkekeh mendengarnya.

 

"Terima kasih juga ya, Ky udah bantu, coba aja kita bisa tetanggaan kaya dulu."

 

Memoriku berputar ke masa belasan tahun silam, aku dan Hengky sering bermain lumpur di selokan atau di sawah Nenekku, kami teman akrab sejak kecil sampai kuliah, hingga ia menikah maka hubungan kami sedikit renggang.

 

Aku sudah memberikan penawaran padanya untuk bekerja di perusahaanku, tapi ia menolak dengan alasan tak ingin jadi karyawan dan ingin menjadi seorang bos, katanya cape hidup di bawah telunjuk orang.

 

"Kaya sama siapa aja, harus pake imbalan," ujarnya sambil tertawa.

 

"Imbalannya buat anak dan istrimu, bukan buatmu, haha," jawabku dengan jumawa.

 

"Ya iya, serah kamu dah, aku harap imbalannya bisa buat renovasi rumah ya," lanjutnya sambil terkekeh.

 

"Siapp gua jabanin."

 

"Bercanda, Farah, rumahku udah bagus kok, ada hal yang lebih penting yang harus aku kasih tahu ke kamu."

 

"Hal penting apaan?"

 

"Tentang laki Lo," jawabnya enteng, tapi hatiku sudah mulai tak enak.

 

Dia memang begitu kalau ngomong kadang gue Lo, kadang aku kamu kalau lagi seru-serunya.

 

"Kenapa laki gue?" tanyaku penasaran.

 

"Yakin mau denger? aku takut kamu kena serangan jantung." Ia terkekeh lagi, bener-bener ngeselin.

 

"Engga lah, cepetan kasih tahu Mas Andra kenapa, Hengky?" tanyaku sangat penasaran.

 

"Temenku yang hipnotis dia di lokasi bilang katanya Andra naik mobil berdua sama cewe, mesra lagi, waktu itu temenku nelpon terusin ga rencananya karena dia ragu yang di dalem mobil itu istrinya si Andra, aku bilang terusin orang istrinya lagi di kantor," jawab Hengky membuatku terperangah.

 

Benar apa katanya aku hampir jantungan mendengar kabar ini, bukan hanya diporotin tapi juga diselingkuhin, malang bener nasibmu, Farah.

 

"Ahh yang bener, Ky?"

 

"Beneran, kemarin temen aku sempet potoin muka ceweknya kalau kamu mau lihat dan udah siap aku kirim potonya sekarang ya," ujarnya membuat tenggorokanku tercekat.

 

Dada ini berpacu hebat juga rasa mual mendera lambungku, seperti biasa penyakitku ini akan kambuh jika merasa tegang atau mendengar kabar yang tak sedap.

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status