Share

Sandiwara Terbongkar

Author: YuRa
last update Last Updated: 2025-04-13 20:04:19

Bu Siti mengerutkan kening, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa maksudmu, Esti?"

Haris menunduk, tak sanggup menatap ibunya. Dewi segera meraih tangan Bu Siti, berusaha menenangkannya.

"Ibu, maafkan kami karena tidak memberi tahu lebih awal," ujar Dewi hati-hati. "Kami hanya tidak ingin Ibu kaget dan sakit lagi."

Bu Siti masih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca. "Jadi... selama ini kalian hanya berpura-pura di depan Ibu?" suaranya bergetar.

Erlin ikut bicara, "Ibu, kami hanya ingin Ibu bahagia. Kami takut kalau Ibu tahu ini saat masih belum pulih, kondisinya malah memburuk."

Bu Siti menatap mereka satu per satu. Matanya dipenuhi luka dan kekecewaan. Ia merasa telah dibohongi oleh anak-anaknya sendiri.

"Tapi Ibu tetap mengetahuinya, kan?" ujar Bu Siti lirih. "Seandainya kalian memberitahu sejak awal, mungkin Ibu bisa lebih siap."

"Maafkan aku, Ibu. Aku harus menikahi Indah, bertanggung jawab atas kehamilannya. Esti mengusirku dari rumah," kata Haris perlah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Hidup Terus Berjalan

    Dengan tiba-tiba, ia bersimpuh di kaki Haris, membuat semua orang terpaku.“Mas… nikahi aku. Aku berjanji akan sadar posisiku sebagai istri kedua. Aku tidak akan menuntut apa-apa, hanya jangan tinggalkan aku…”Esti terperangah, tangannya menutupi mulutnya, air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Om Wisnu menatap anaknya dengan tatapan marah sekaligus putus asa.Haris menatap Widya yang menangis di kakinya, lalu menatap Esti, pilihan yang akan menentukan segalanya.“Widya…,” ucap Haris pelan, “aku mencintai Esti. Aku tidak bisa dan tidak akan menghancurkan rumah tanggaku. Berdirilah, pulanglah bersama ayahmu.”Widya masih berlutut di kaki Haris, tangisannya tersengal. Tapi tiba-tiba tubuhnya melemas, dan ia jatuh tak sadarkan diri.“Widya!” teriak Om Wisnu panik, langsung memeluk tubuh anaknya.Haris berjongkok membantu, sementara Esti hanya bisa berdiri terpaku, antara iba dan sakit hati.“Cepat! Kita bawa ke rumah sakit sekarang!” kata Haris tegas.Om Wisnu mengangguk, wajahnya pucat. “To

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Istri Kedua

    Widya tiba-tiba menangis, air matanya jatuh deras, membuat suasana yang sudah tegang menjadi semakin rumit.“Aku… aku nggak sanggup lagi, Mbak,” suaranya bergetar, nyaris tersedu. “Aku cuma ingin seseorang mendengarkan ceritaku, tapi sekarang aku malah disalahkan seolah aku perebut suami orang.”Esti menatapnya tajam. “Lalu pesanmu itu? Kata-katamu yang jelas mengatakan kamu masih mencintai Haris? Itu hanya keluhan biasa menurutmu?”Widya menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Aku… aku nggak tahu harus bicara sama siapa lagi. Sejak bercerai, semua orang menghakimiku. Aku merasa sepi. Aku cuma ingin ada yang peduli.”Dewi mendengus sinis. “Jangan mainkan peran korban di sini, Widya. Kita semua bisa lihat apa niatmu.”Namun Bu Siti tampak mulai bimbang, melihat tangisan itu. Haris sendiri hanya bisa menunduk, menahan diri untuk tidak bersuara.“Apa salahku mencoba mencari perhatian? Apa salahku ingin merasa dicintai lagi?” seru Widya di sela tangisnya, membuat suasana semakin emosional

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Melampaui Batas

    Haris menarik napas panjang, lalu menatap Esti dengan sorot mata penuh ketegasan.“Sayang, dengar aku baik-baik. Aku tidak mencintai Widya. Aku mencintai kamu, hanya kamu. Dan sekarang aku akan buktikan.”Tanpa ragu, Haris mengambil ponselnya. Ia mengetik pesan balasan untuk Widya, membacakan setiap kata dengan lantang agar Esti mendengar.[Widya, jangan hubungi aku lagi. Apa pun yang kamu rasakan, aku tidak bisa membalasnya. Aku sudah berkeluarga dan akan menjaga rumah tanggaku. Semoga kamu bisa memahami.]Setelah itu, Haris langsung memblokir nomor Widya. “Sudah. Tidak ada lagi pesan darinya yang bisa masuk,” ucapnya mantap, lalu meletakkan ponsel di meja, menjauhkan dari dirinya.Esti terdiam, masih dengan wajah tegang, namun perlahan ekspresinya mulai melembut. “Kamu yakin ini akan selesai begitu saja?”“Tidak tahu,” jawab Haris jujur. “Tapi aku akan hadapi. Yang penting kamu tahu bahwa aku memilihmu, bukan dia.”Esti menarik napas panjang. Meski masih ada rasa curiga, kejujuran H

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Masih Memiliki Rasa

    Haris kembali ke kantornya dengan langkah berat. Senyum Widya, tatapan matanya, dan kata-katanya terus berputar di pikirannya.Ia duduk di meja kerjanya, mencoba menatap layar komputer, tapi huruf-huruf di laporan tampak kabur."Kenapa aku merasa seperti ini? Aku sudah bahagia dengan Esti… kan?" gumamnya dalam hati.Bayangan masa lalu datang, saat Widya pernah menyatakan perasaannya dengan polos, dan Haris menolaknya demi menjaga hati Esti. Ia yakin keputusan itu benar, tapi mengapa sekarang perasaan itu kembali, justru ketika situasi semakin rumit?Telepon di mejanya berdering, membuatnya tersentak. Ternyata dari Esti. Haris menatap layar ponsel, bimbang beberapa detik sebelum mengangkat.“Mas, jadi pulang cepat, kan? Anak-anak mau kita ajak makan malam di luar,” suara Esti terdengar riang.Haris tersenyum samar, meski hatinya penuh gejolak. “Iya, Sayang. Mas segera selesaikan kerjaan dulu.”Setelah telepon ditutup, Haris bersandar di kursinya. Dalam hati, ia berbisik pada dirinya se

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Jangan Tergoda

    “Pak Haris, ada yang mencari Bapak,” ujar seorang pegawai sambil berdiri di ambang pintu.Haris yang tengah berkutat dengan laporan kerjanya mendongak. “Siapa?” tanyanya, sedikit terganggu namun penasaran.Namun saat ia menoleh penuh, pegawai itu sudah tidak ada di sana. Hanya terdengar suaranya dari kejauhan, sibuk berbicara di telepon.“Siapa ya? Jangan-jangan… Widya?” gumam Haris, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya.Ia berdiri, merapikan kemeja, lalu melangkah menuju lobi. Setiap langkah terasa berat, penuh tanda tanya.Dan benar saja… dugaan Haris tepat. Sosok itu berdiri di sana, menunggunya, dengan tatapan yang sulit diterka—antara rindu, penyesalan, dan sesuatu yang tak ingin diucapkan.“Widya? Ngapain kamu ke sini?” tanya Haris, terkejut setengah mati melihat sosok yang selama ini hanya ada di pikirannya.“Mas sudah janji… untuk menemuiku,” jawab Widya lirih, tapi matanya menatap penuh arti.“Tapi aku lagi banyak pekerjaan,” elak Haris, mencoba mengalihkan.

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Jangan Beri Celah

    Haris menunduk, rasa bersalah dan bingung bercampur jadi satu. “Aku janji, Esti. Nggak akan ada apa-apa. Aku nggak akan kasih dia kesempatan untuk berpikir lebih dari sekadar saudara.”Esti menghela napas panjang, lalu berkata pelan, “Aku ingin percaya tapi aku juga ingin kamu sadar, aku nggak mau sakit hati lagi.”Keheningan memenuhi kamar, hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak pelan. Namun di hati keduanya, percakapan tadi meninggalkan jejak yang sulit dihapuskan.Esti terdiam sejenak, menatap Haris tanpa berkedip. “Jadi kamu pernah jadi tempat dia curhat tentang rumah tangganya? Tanpa aku tahu?”Haris mengangguk pelan, berusaha meyakinkan. “Tapi itu sudah lama sekali, Esti. Aku cuma mendengar. Aku nggak ada maksud apa-apa.”Esti menarik napas dalam, lalu berkata dengan nada yang tenang tapi mengandung luka, “Mas, kamu tahu kan, perempuan nggak akan curhat masalah rumah tangganya pada laki-laki kecuali dia percaya. Kadang terlalu percaya.”Haris merasa terpojok. “Aku nggak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status