Share

Dijemput Suami

                “Sudah dua hari kamu di sini, Dek,” desah Galuh.

                “Kalau kamu enggak berniat pulang, maka setidaknya cerita ada apa? biar bisa aku goreng itu si Rajendra. Kan mau aku samperin dan gebuki juga kalau enggak tahu apa yang dibela jadinya kampret banget. Tell me, hem?” Galuh membelai kepala adik sepupunya yang berbaring miring di kamar tamu dalam apartemennya sejak sudah dua hari lamanya.

                “Ok aku akan pulang saja kalau Abang keberatan aku di sini.” Yudith melempar bantal gulinh ke sisi lain tempatnya berbaring.

                “Astaga ya Tuhan ... aku enggak mengusir kamu, Dek.” Galuh menahan lengan Yudith yang hendak berlari ke luar kamar tamu.

                “Aku akan pulang kalau sudah ingin pulang, Bang. Dan Abang enggak perlu melakukan apa-apa. Sudah diam saja pokoknya,” dumel Yudith.

                “Bagaimana bisa aku hanya diam melihat adik manis aku menangis terus dan hanya tidur saja di kasur. Panggilan suami kamu enggak kamu angkat, katakan sama aku dia melakukan apa sampai menyakiti kamu begini padahal kalian baru juga menikah. Dia harusnya sujud syukur punya istri seperti kamu.” Galuh menyingkirkan helai rambut di kening Yudith dengan senyum hangat.

                “Kenapa Abang enggak mau menikahi aku saja kalau bilang harusnya bersyukur menikah sama aku. Sepupu boleh menikah kan, setahu aku?” Yudith kembali duduk menjuntai kaki di tepi ranjang apartemen Galuh.

                Galuh menyentil kening Yudith lumayan kencang hingga jerit kesakitan terlepas dari mulut sepupunya dan menjadikan ia terkekeh mengusap kening tersebut sebagai permintaan maafnya.

                “Kamu tahu kita bukan sepupu yang bisa menikah. Kalau boleh juga sudah aku kawinin kamu dari lulur kuliah, secara harta kamu enggak bakal habis tujuh turunan,” kelakar Galuh.

                “Sialan,” kekeh Yudith.

                “Heh mengumpat lagi, aku bilang tante Astrid biar dijewer ya kamu, Dek. Senang lihat kamu akhirnya bisa tertawa juga.” Galuh membelai punggung Yudith dengan senyuman.

                Yudith menipiskan bibirnya, ia menyadari jika memang sudah dua hari ini bagai mayat hidup di apartemen sepupunya.

                “Thanks ya Bang, sudah bolehin aku nebeng tidur. Aku sudah setua ini tapi enggak punya rumah sendiri. Papa mama enggak pernah bolehkan aku beli rumah atau apartemen dari dulu,” keluh Yudith.

                “Ya pastilah Dek, kamu anak tunggal. Ibarat berlian, kamu harus di jaga jangan sampai lecet sedikit saja. Banyak orang jahat di luar sana yang mengincar kamu terang-terangan dan hei rumah tante om sebesar istana dengan anak satu. Kamu bisa main bola di sana.” Galuh dengan berlebihan menjawab kekesalan Yudith mengenai ia yang tidak diperbolehkan keluar rumah tinggal sendirian.

                “I see Bang, Abang enggak masuk kerja? aku sudah bolos dua hari, Abang enggak boleh ikutan bolos juga. Yang ada karyawan pada tidur nyenyak enggak ada yang mengawasi,” kelakar Yudith.

                “Mana bisa aku meninggalkan kamu yang gelisah galau merana karena suami kamu itu, dia enggak memukul kamu, kan?” Galuh menelisik raut wajah pucat Yudith.

                “Enggak kok, Bang. Akan aku laporkan polisi kalau sampai hal itu terjadi. Sudah ah aku mandi dulu, belikan aku makanan enak, Ya. sekalian malak abang sendiri sesekali.” Yudith kabur ke kamar mandi sebelum dapat jitak dari Galuh.

                Yudith langsung makan nasi mandi yang dibelikan Galuh seusai membersihkan diri. Ia menghentikan kunyah di mulut saat Galuh memberikan sebuah informasi.

                “Tadi aku angkat panggilan Jendra, gemas sekali kan getar terus. Aku minta dia jemput, tunggu jangan bilang aku mengusir ya Dek. Aku ras cukup main kabur-kaburannya, hadapi, bicara baik-baik. Aku mendengar Jendra begitu cemas saat menanyakan keadaan kamu. Aku suruh langsung ke sini, aku akan ajak bicara dia dulu sebelum bertemu kamu. Aku bukan mau ikut campur, kalian sudah menikah, komunikasi harus di jaga semarah apa pun kamu. Jika memang kamu sudah sangat tidak bisa memaafkan ... aku akan bantu urus perceraian kalian.” Galuh menepuk punggung tangan Yudith yang terkulai di atas meja masih dengan memegang sendok.

                “Iya Bang, enggak usah bicara sama Rajendra. Nanti Abang tiba-tiba jadi kriminal karena emosian,” cibir Yudith.

                “Asem.” Galuh mengacak kepala sepupu yang bahagia mengejeknya.

                Yudith keluar kamar setelah didatangi Galuh dan memberitahukan bahwa ia sudah selesai bicara dengan Rajendra.

                “Nomor aku aktif 24 jam, kamu tahu bukan?” bisik Galuh.

                Yudith mengangguk membalas pelukan hangat Galuh sebelum mengikuti langkah Rajendra keluar dari apartemen tersebut. Saat tangannya hendak di gandeng, Yudith menolak, Rajendra menghela nafas menyugar rambutnya dan tidak memaksa. Sepanjang perjalanan pulang, Yudith diam seribu bahasa.

                “Kenapa kamu tidak cerita sama Galuh?” Pertanyaan Rajendra memecah sunyi perjalanan yang baru setengah mereka lalui.

                “Buat apa? kalau aku cerita, sudah pasti kamu akan mati di tangan bang Galuh,” jawab Yudith tanpa menoleh ke arah suaminya.

                Hela nafas kembali Yudith dengar di telinganya, ia tidak menggubris saat laki-laki di balik kemudi mengunci mulutnya kembali. Sesampainya di rumah mereka, Yudith hendak memasuki kamar saat suara berat suami menahannya.

                “Bisa kita bicara?” tanya Rajendra.

                “Mengenai apa? aku tidak peduli lagi kalau kamu mau menggugurkan kandungan Clara atau sekalian melenyapkan nyawa Clara. Aku sudah tidak peduli lagi, mari kita selesaikan sampai kontrak pernikahan kita habis. Sembilan bulan, seperti perjanjian awal kita. Selebihnya anggap saja aku enggak ada,” tutur Yudith.

                “Aku tidak menggugurkan kandungan Clara, kamu harus tahu itu,” timpal Rajendra.

                “Oh .... “

                “Oh?” Kening Rajendra berkerut dalam mendengar reaksi istrinya dengan wajah datar tanpa ekspresinya.

                “Aku harus memberikan reaksi bagaimana memangnya?” tuntut Yudith.

                Yudith tidak gentar di tatap lama penuh intimidasi dari Rajedra, ia membalas dengan wajah tanpa ekspresinya yang tidak tersentuh make up sedikitpun.

                “Untuk sementara aku akan tinggal di sini sampai aku menemukan jalan yang tepat,” ucap Rajendra.

                “Terserah kamu saja, toh ada atau tidak kamu di rumah ini ... aku tidak peduli.” Yudith mengatakannya seraya melangkah memasuki kamarnya.

                Benar, semenjak mereka menempati rumah tersebut, Yudith tidak pernah tidur dalam satu kamar dengan Rajendra. Bahkan setelah mereka melakukan malam pertama menyakitkan dulu, Rajendra memilih tidur di kamar lain dan meninggalkannya yang menggigil kedinginan dan kesakitan. Yudith sudah memutuskan akan menempatkan Rajendra sebagai orang yang tidak lagi ia pedulikan selama sisa hari perjanjian mereka. Ia hanya perlu bertahan sekitar enam bulan lagi, Yudith yakin ia sanggup melewatinya.

                Keesokan harinya, Yudith sudah berpenampilan rapi siap kembali bekerja setelah dua hari bersembunyi. Ia akan kembali menjadi manusia produktif.

                “Mobil kamu kemarin berasap, jadi aku bawa ke bengkel. Pakai mobil aku saja.” Rajendra meletakan kunci mobil di samping cangkir teh Yudith yang tengah sarapan sendirian tanpa menawari atau membuatkannya sarapan juga.

                “Tidak perlu, aku sudah minta dijemput driver kantor.” Yudith menggeser kunci mobil tersebut ke arah Rajendra duduk.

                “Ok,” jawab Rajendra singkat.

                Yudith tidak mengeluarkan suara sampai roti selai coklatnya habis berpindah ke dalam perutnya. Ia beranjak membawa piring serta cangkir teh ke sink, mencucinya dalam diam. Setelah itu memasukkan ke mesin pengering dan ia beranjak kembali ke kamar mengambil clutch, bersiap berangkat ke kantor.

                “Kamu mau bermain? Baik mari kita bermain dengan sungguh-sungguh?” Yudith berbisik pada diri sendiri saat melangkah anggun menuju mobil kantor yang sudah menunggunya di luar pagar rumah.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status