Share

SKBUS-5

Author: Hima Runa
last update Huling Na-update: 2023-11-16 14:38:57

Minggu kedua .... 

"Mas, apa gak berlebihan kita makan kayak gini terus? Emm ... maksud Adek, kalau beras sekilo buat tiga hari mungkin masih wajar, Mas. Tapi, ini sekilo buat seminggu ... mana ada yang sanggup, Mas," ucapku hati-hati saat kami selesai sarapan pagi ini. 

"Kenapa? Adek gak terima kalau Mas kasih makan sedikit? Lihat, buktinya Adek seminggu kemarin aja, sanggup makan sedikit tiap hari. Dan Mas lihat-lihat, berat badan Adek malah kayaknya makin bertambah." Mas Joko menatapku penuh selidik. Aku langsung menggigit bibir gelagapan. 

'Ya, gimana gak kuat aku seminggu kemarin, Mas. Wong tiap hari aku jajan terus kalo situ gak di rumah. Hihi. Untung aku masih ada sisa uang dari ibuku kemarin. Kalo enggak? Hmm ... Mungkin aku udah kabur dari seminggu yang lalu.' Aku membatin sendiri mendengar ucapan Mas Joko yang mengatakan aku makin gemuk. Padahal berat badanku turun satu kilo. 

"Sanggup, sih. Tapi aku pengennya kita biasa aja kayak orang lain, Mas. Jangan terlalu hemat sampai nyakitin badan sendiri. Nanti jadi penyakitan gimana? Asam lambung, kurang gizi juga." Aku mencoba menyadarkan pemikiran vulgar living eh maksudnya frugal living Mas Joko. 

"Orang kurus itu gak penyakitan, Dek. Malahan sehat. Yang penyakitan itu yang gendut kayak kamu. Diabetes lah, jantung, kolesterol, darah tinggi, rata-rata yang punya penyakit kayak gitu tuh, yang gendut." Enteng sekali moncong Mas Joko itu berucap. Masa body bohai begini dikata gendut. 

Aku langsung mengerucutkan bibir tak terima. Enak saja dia bilang gendut. Padahal berat badanku masih ideal. Tinggi 155cm dengan berat 60kg, bagiku itu sangat ideal sekali. Kalau kata orang-orang sih, 'bahenol'. 

"Yang penting kita masih bisa makan, Dek. Makan banyak-banyak juga nanti ujung-ujungnya di buang jadi kotoran. Mending kita makan seadanya. Nanti uangnya bisa kita tabung buat bikin rumah atau buat buka usaha yang lebih besar." Aku memutar bola mata malas. Sesulit itu memang bicara dengan Mas Joko ini. Pantas saja badannya sejak dulu kurus kering, tambah lagi dengan kumis tipis, sudah mirip sekali dengan model video klip lagunya sendiri, 'Mas Joko, tak u uk'. 

"Kalo gitu, Mas Joko juga harus ngirit kalo malem-malem lagi pengen Adek 'layanin'. Toh, Adek gak pernah di kasih jatah uang sama kamu,Mas.Jadi, kamu juga jangan minta jatah sama Adek. Oke?" Aku bangkit dan berlalu ke kamar. Kesal juga lama-lama menghadapi sifat suami qorunku itu. Jangankan memberi nafkah untuk keperluan istrinya sehari-hari, makan saja aku sampai sebegitu diaturnya. Sudah mirip seperti kasih makan kucing saja pikirku. 

Kekesalanku semakin bertambah ketika tahu kalau Mas Joko bukannya menyusul ke kamar dan membujukku, tapi malah terdengar pergi begitu saja tanpa pamit. 

Dasar suami tak peka!

Kadang aku menyesal kenapa harus menikah dengannya. Apa ini sifat asli Mas Joko sebenarnya? Padahal, setahun terkahir dia tak seperti ini. Ck! Aku tak bisa seperti ini terus. 

Dengan langkah lunglai, aku memikirkan bagaimana menghadapi kelakuan suamiku yang seperti itu. Apalagi, uang dari ibuku sudah habis. Bagaimana jika aku kelaparan kedepannya? Aku tak bisa jika sehari saja tak jajan. Minimal aku harus beli mie instan atau beli cemilan setiap hari agar perutku tak kelaparan karena selalu diberi sarapan hanya sedikit. 

"Assalamu'alaikum ... Neng ...." Sebuah suara yang sangat familiar terdengar memanggil di depan rumah. Bergegas aku keluar dan membukakan pintu. 

"Ibu ...." Aku bersorak senang saat melihat ibuku datang. Kupeluk erat tubuhnya yang subur itu demi menyalurkan rasa rindu. Yang membuatku semakin bahagia selain melihat kedatangannya adalah kulihat ternyata dia menenteng sebuah kantong kresek besar. Aku yakin sekali kalau itu isinya adalah makanan. "Ayo masuk, Bu." Kuamit lengannya dan mengajaknya masuk. Tak menyangka, ibuku akan berkunjung secepat ini. Padahal baru seminggu yang lalu pindah dari rumahnya. Tapi, sekarang dia sudah ke sini lagi. Wajar juga sih, jarak kontrakan ke rumah ibuku itu memang tak terlalu jauh, hanya setengah jam perjalanan. 

"Sehat kamu, Neng? Kok, kayaknya kamu kurusan?" ucap Ibu setelah kami duduk lesehan di karpet lantai. Aku sama sekali belum membeli perabotan apapun kecuali kasur, lemari pakaian, dan lemari tempat penyimpan perabotan dapur. Setiap kali meminta beli ini itu, Mas Joko selalu bilang kalau perabotan bisa menyusul saat nanti kita sudah membuat rumahnya. Yah, mau bagaimana lagi? Toh, dia yang pegang uangnya sendiri. Aku mana tahu berapa uang tabungan Mas Joko sekarang dan berapa penghasilannya setiap hari. Setiap kali aku bertanya, dia selalu tak mau menjawabnya. 

"Kurusan dari mana, Bu? Perasaan enggak, ah. Malah Mas Joko bilang, aku gendutan." 

"Masa, sih? Ibu kok, liatnya kamu kurusan. Apa perasaan ibu aja, ya? Mungkin gara-gara seminggu gak ketemu kamu."

"Iya, mungkin cuma perasaan Ibu aja." Aku sengaja berdusta di depan ibuku. Tapi, apa kelihatan, ya? Padahal cuma turun sedikit tapi ibu bisa melihatnya. "Ngomong-ngomong, Ibu bawa apa itu? Pasti oleh-oleh buat Lastri, ya?" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan. 

"Eh, iya. Ini, Ibu bawain kamu mie instan kesukaan kamu, terigu, tapioka, telor, buah, sayuran, dan ... banyak, deh. Kamu liat aja sendiri. Itu bapakmu yang suruh bawain itu semua. Padahal, kamu juga pasti tiap hari makan enak, kan? Suami kamu pasti manjain kamu."

Aku hanya bisa tersenyum miris mendengar ucapan ibuku itu. Boro-boro di manjain suami, yang ada di suruh diet setiap hari batinku. 

"Eh, Ibu mau ikut ke toilet, dong, Neng. Dari tadi Ibu kebelet pengen pipis," ucap ibuku. 

"Boleh, Bu. Masuk aja, toiletnya ada di belakang. Tau, kan?" Dia mengangguk. 

Ibu langsung bergegas pergi ke belakang. Sedangkan aku sibuk mengintip apa saja yang dibawa olehnya tadi. Ternyata isinya banyak sekali makanan kesukaanku. Selain yang disebutkan ibuku tadi, ternyata didalamnya ada sosis, nugget, siomay kering, bakso ikan, bakso kecil, dan banyak lagi. Semua makanan kesukaanku. Ah, Ibu dan Bapak memang paling hapal sekali apa yang kubutuhkan. 

"Neng ... sini dulu, deh." Ibuku berteriak dari arah belakang. 

"Ya, Bu. Sebentar ...." Aku bergegas menghampirinya. 

"Neng, ini apa? Kamu masak nasi segini tadi? Terus, kok, Ibu lihat gak ada makanan apapun di lemarimu? Suamimu gak pernah belanja makanan buatmu?" Ibu memperlihatkan panci penanak nasi yang isinya baru terambil sepertiganya. Dari isinya, otomatis ibu bisa memperkirakan sebanyak apa nasi yang di masak di sana. 

'Duh, tumben sekali Mas Joko lupa ngunci lemarinya? Jadi sekarang semuanya malah ketahuan sama Ibuku!' batinku kesal. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-48

    Sampai di depan rumah Yuni dan melihat wanita yang kucintai itu turun dari motor lelaki yang memboncengnya. Kuparkirkan mobilku agak jauh dari rumah Yuni agar dia tak melihatku yang membuntutinya sejak tadi.Setelah melihat dia masuk kedalam rumahnya bersama lelaki itu, bergegas aku menuju ke halaman rumahnya untuk melihat apa yang sebenarnya telah aku lewatkan selama tiga tahun ini. Apakah Yuni memang sudah menikah lagi dengan lelaki lain atau aku hanya salah paham saja.Beruntungnya, rumah Yuni ini pagarnya hanya terbuat dari bambu sehingga tak sulit untuk masuk ke dalam rumahnya.Aku mengendap-endap seperti maling menuju samping rumah Yuni dan mencuri dengar apa yang mereka bicarakan di dalam sana. Hati ini melengos saat mendengar suara Yuni yang tertawa bahagia bersama lelaki itu. Belum lagi, aku juga mendengar suara bapak Yuni yang sepertinya ikut mengobrol bersama di ruang tamu mereka. "Jadi kapan kamu akan menikah?" Kudengar suara bapak Yuni yang entah bertanya pada siapa. Tap

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-47

    Kuhampiri lelaki paruh baya itu dengan sedikit ketakutan di hati. Mencoba tersenyum tapi senyumku pudar saat menatap wajahnya yang garang. Dengan ragu, ku ulurkan tangan untuk kusalami dan kucium dengan takzim, tapi na'as, setelah tangannya itu kusentuh, lelaki yang berstatus Bapak dari perempuan yang ingin kupinang tersebut malah menarik tangannya dan mengusapkannya pada kain sarung yang melilit dipinggangnya. Apa aku semenjijikan itu, pikirku. "Pak, jangan gitu." Entah kapan datangnya, tiba-tiba Yuni sudah ada di belakang bapaknya. Saat aku menatapnya, dia hanya tersenyum sungkan. Aku tahu dia pasti merasa tak enak dengan sikap sang bapak barusan terhadapku. "Masuk, Mas." Tawar Yuni sambil melebarkan daun pintu. "Eh, eh, eh ... siapa emangnya yang ngijinin dia masuk? Gak usah! Ngobrol di luar aja. Paling cuma bentar," ketus bapak Yuni membuat nyaliku menciut. "Pak, kasian loh, Mas Joko nya." Yuni melayangkan protes. "Gak apa, Yun. Lagian gerah juga. Gak apa ngobrol di luar aja.

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-46

    Estrapart "Sus ...." Aku memanggil Suster Yuni yang baru saja lewat di depan ruanganku. "Ya." Dia menghentikan langkahnya dan berbalik menatapku. "Bisa bicara sebentar?" Keningnya terlihat mengkerut. Apa dia keberatan? "Itupun kalau Suster tak keberatan," lanjutku pada akhirnya. "Oh, ada apa, ya?""Ini ... soal pekerjaan yang kutanyakan kemarin. Apa sudah ada info?" tanyaku berbasa-basi. Bukan basa-basi sebenarnya, tapi memang aku butuh informasi tersebut. Apakah aku bisa tetap di sini atau harus pergi. Sungguh aku berharap bisa bekerja dan mengabdi di tempat ini. "Ah ... iya. Saya sudah menanyakannya kemarin pada Pak Kamal, tapi katanya nanti dia infokan lagi. Nanti saya tanyakan lagi, ya, Mas." Dia berucap di akhiri sebuah senyuman manis. Jujur, aku sudah terhipnotis dengan senyumnya itu sejak beberapa minggu ini. "Baiklah. Terima kasih." Yuni mengangguk dan berpamitan karena dia bilang dia harus berkeliling memeriksa pasien. Kutatap punggungnya yang berlalu begitu saja. Ada

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-45

    PoV JokoAku membuka mata pagi ini, kemudian menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya dengan pelan. Mencoba melepas sesak yang akhir-akhir ini masih mengganggu. Sebelas bulan sudah aku berada di sini. Di tempat yang katanya khusus untuk orang tengah depresi. Kadang aku berpikir, aku depresi kenapa? Tapi, suster Yuni menceritakan semuanya padaku akhir-akhir ini. Janda satu anak itu menceritakan semuanya kenapa aku bisa berada di sini. Akhir-akhir ini hanya suster Yuni yang jadi temanku bercerita. Rasa sesak tiba-tiba menyeruak saat membayangkan kalau aku pernah akan melecehkan Lastri, bahkan hampir membuatnya kehilangan nyawa. Entah bagaimana ceritanya aku bisa seperti itu. Yang kurasakan sekarang hanyalah kosong. Aku tak mengingat apapun selain sehari setelah aku berpisah dengan Surti dan dia membawa anakku pergi. Rasanya duniaku hancur karena aku terlanjur sayang pada anakku itu. Ah ... anak. Bagaimana keadaan anakku sekarang? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana juga keadaan

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-44

    Mata lentik Lastri mengerjap merasakan satu tangan melingkar diperutnya. Saat ia sudah tersadar, tiba-tiba pipinya terasa panas dan bersemu merah ketika mengingat apa yang terjadi semalam bersama sang kekasih halalnya. Lelakinya itu berhasil mengobati traumanya dengan sekejap mata. Lastri pikir, semua trauma itu akan membuat hubungannya dengan sang suami menjadi renggang karena ia merasa ketakutan setiap bersentuhan dengan lawan jenis. Tapi dia merasa bersyukur, ternyata Putra bisa menghilangkan trauma yang ada pada dirinya dan mengubahnya menjadi sebuah kebahagiaan. Setelah cukup puas memandangi sang suami yang masih terlelap, Lastri perlahan mengurai lengan Putra yang masih erat memeluknya. Dia berniat ingin membersihkan diri karena sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang. Hanya saja, gerakan Lastri ternyata membuat Putra terjaga dari tidurnya. "Udah bangun? Mau ke mana, hmm?" Putra malah kembali menarik Lastri dalam pelukan. "Aku mau mandi, Mas. Sebentar lagi sudah subuh," u

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-43

    "Ya Allah, Joko ...!" Darmi datang dan langsung memukul lengan putranya dengan membabi buta. Joko yang sedang tertidur karena efek obat yang diminumnya kini kembali terbangun karena ulah sang ibu. Polisi yang berjaga langsung melerai aksi wanita paruh baya tersebut. Kemarin, setelah insiden kaki Joko yang ditembak petugas polisi, dia langsung di bawa ke RS Polri untuk mendapatkan penanganan. Darmi yang sejak pagi sudah sampai di kediaman Lastri, dikejutkan dengan kabar bahwa semalam mantan menantunya itu sudah di culik oleh sang anak. Darmi benar-benar merasa malu pada Lastri dan keluarnya karena ulah Joko. Niat Darmi datang ke kediaman Lastri H-2 pernikahan adalah agar bisa membantu-bantu sebelum acara. Lastri juga sudah berulang kali memberi pesan dengan nada memaksa agar sang mantan mertua dayang jauh-jauh hari. Hanya saja, Darmi memang merasa segan untuk datang. Mendengar kejadian semalam, Darmi langsung murka pada Joko dan memutuskan langsung menyusul ke RS tempat Joko di rawa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status