Share

Bab 5

"Mas, jangan masuk dulu," aku bicara takut-takut.

"Kenapa?" Mas Adit heran.

"Aku lupa gak bawa buah tangan, Mas."

"Santai saja," ucapnya setenang mungkin. Ya iya lah dia tenang, ini kan rumahnya sendiri. Dasar mas Adit.

Kami memasuki halaman yang sangat luas. Mas Adit mematikan mesin Mobil, lalu dengan cepat membukakan pintu untukku. Dinginnya kota Batu di malam hari membuatku semakin mulas. Hatiku semakin tak karuan. Bagaimana kalau Mama mertua tak menyukaiku?. Kug erat tangan Mas Adit untuk menghilangkan rasa gugupku. Seolah merasakan apa yang ku rasa, Mas Adit menggenggam erat tanganku.

"Assalamualaikum, Ma. Aku bawa oleh-oleh buat Mama sama Papa," Mas Adit langsung mengajakku ke ruang tamu, karena pintu rumah dalam keadaan terbuka.

Ternyata rumah mas Adit sangat mewah dan megah. Jika dibanding dengan rumahku, tak ada apa-apanya. Mak Ida pasti pingsan kalau tahu semua. Betewe, bagaimana keadaan Mak Ida sekarang, ya?.

"Mas, kita kan gak bawa oleh-oleh, kenapa Mas bilang bawa oleh-oleh, tadi?" Mas Adit hanya tersenyum.

Kini kami tengah duduk di ruang keluarga dengan sofa yang empuk sambil menunggu  empunya rumah keluar. Di depanku, terpampang televisi super besar. 

Benar-benar rumah orang kaya. 

"Apa ini yang dinamakan home theater, ya?" aku membatin.

"Loh, anak mama kok sudah disini?" Mama terlihat heran. Aku mencium punggung mama mertua yang masih sangat cantik walaupun usianya sudah tak muda lagi. Mama balik mencium kedua pipiku penuh cinta. Bayangan tentang mertua yang jahat, sirna di kepalaku. Ternyata keluarga Mas Adit sangat hangat.

"Mama gak suka, Adit pulang?" Mas Adit manyun.

"Bukan begitu, kata keluarga Reina kan belum boleh keluar kalau belum sepasar. Mama heran aja, kenapa kalian sudah nekat ."

"Bukan nekat, Ma, tadi Adit gak sengaja kalau mau kesini ceritanya," Mas Adit mengerling kepadaku. Aku menunduk malu dan bingung, jangan sampai Mas Adit membongkar rahasiaku tadi.

"Gak sengaja kok bisa sampai sini?. Sudah pamitan belum?"

"Sudah Ma, tenang aja."

"Ya udah ayo makan dulu, pasti kalian lapar," ajak Mama seraya menuju ke meja makan.

"Kita sudah makan tadi, Ma," ucapku.

"Makan di mana tadi, Na?" Mama beralih kepadaku.

"Di dekat alun-alun, Ma."

"Reina tadi mabuk, Ma. Karena Reina pengen sekali jalan-jalan ke alun-alun, jadi sekalian deh tadi mampir terus makan," Mas Adit ikut menjawab.

"Ya Allah, kamu mabuk Sayang, ayo cepat ke kamar, istirahat!. Adit, kamu ini bagaimana, istrinya sakit gitu masih aja diajak kelayapan," mama terlihat khawatir.

"Reina udah sembuh, Ma. Tidak perlu khawatir, lagian tadi Reina pengen sekalian jalan-jalan," aku mengulas senyum.

"Pasti Adit bawa mobilnya ugal-ugalan ya, makanya kamu mabuk. Dasar Adit," mama menjewer mas Adit gemas.

"Aduh sakit lah, Ma," mas Adit meringis kesakitan. 

"Kalau sampai Reina kenapa-kenapa, awas ya kamu!" Mama mengancam.

"Anaknya Mama itu Reina apa Adit. Sekarang Mama pilih kasih," mas Adit merengut.

Aku senyum-senyum sendiri melihat tingkah anak sama mamanya ini. 

"Assalamualaikum, ada apa ini ribut-ribut, Ma?" Papa mertua masuk. "Nyampe jam berapa tadi, Dit?" 

"Adit, Pa, masa Reina mabuk Adit santai saja," Mama menyela.

"Ayo kalian istitahat saja, gak usah dengar ocehan mamamu," Papa menyuruh kami istirahat.

Kesempatan ini tak disia-siakan Mas Adit. 

Dia langsung melenggang ke kamar. 

"Reina ke kamar dulu, Ma," aku menyusul Mas Adit. 

"Ini kamarmu, Mas," aku terkagum.

"Iya, Mas mandi dulu, ya, gerah rasanya. Mau mandi gak?" 

"Malam-malam mandi?" 

"Iya, gerah banget."

"Gak dingin, Mas?" 

"Pake air anget dong ,Yang," Mas Adit melepas kaosnya. 

"Ih, kenapa buka baju disini, Mas, buru gih ke kamar mandi ," kupalingkan mukaku sambil mendorong mas Adit ke kamar mandi. Entahlah, malu sekali rasanya melihat mas Adit bertelanjang dada di depanku, meskipun kita suami istri.

Sembari menunggu Mas Adit mandi, aku merebahkan badan yang pegal-pegal setelah dari perjalanan dari Kediri ke Batu. Ku sempatkn berselancar ke dunia maya sejenak sekedar mencari hiburan.

"Sayang," ada yang memanggilku.

"Yang," lagi, kali ini disertai ciuman di pipi.

"Apa, sih. Aku ngantuk," ucapku setengah bergumam.

"Ayo, sekarang ya?" mas Adit menggoyang bahuku.

"Aku ngantuk banget, nanti aja ya," ucapku tetap memejamkan mata.

"Reina, Sayang, ayo bangun!" Mas Adit menggelitik kakiku. Ku gulung diri ini dengan selimut, dingin sekali rasanya. 

"Apa lagi, Mas? Nanti ya. Dingin nih," ku tutup kepala menggunakan bantal biar mas Adit gak mengganggu lagi.

"Sayang, apanya yang nanti, ini sudah jam lima lewat, ayo buru bangun!"

"Hah, jam lima? kenapa Mas gak bangunin aku?" mataku langsung melek, ternyata sudah siang, perasaan baru tidur lima menit, kok sudah pagi aja?.

"Huh, dari tadi aku ngapain coba?" Mas Adit menggerutu.

"Ya udah aku mandi dulu, Mas. Jangan turun dulu, tungguin aku!" pesanku pada Mas Adit .

Gegas ku sambar handuk. Dengan berlari kecil, aku menuju kamar mandi. Tak perlu lama, lima menit cukup untuk mengguyur tubuh ini. Dulu, jurus ini sering kupakai saat buru-buru kuliah.

Keluar dari kamar mandi, kulihat Mas Adit sudah rapi dengan baju santainya, kaos putih dan celana olahraga. Ku poles sedikit wajah ini agar terlihat segar.

"Ayo buru turun, Mama pasti sudah bangun!" ajakku.

Di bawah, suara perkakas dapur saling beradu sudah terdengar. Gegas ku menuju dapur untuk membantu mama. Sedang Mas Adit, ke teras samping menghampiri Papa mertua.

"Ma, maaf Reina telat bangun," ucapku menahan malu. 

Gawat, bagaimana kalau Mama jadi membenciku lantaran aku bangun kesiangan.

"Udah bangun, Sayang?" ucapan mama justru membuatku tambah malu.

"Masak apa, Ma?" 

"Ini masak kesukaannya Adit, pecel sama ayam goreng tepung. Adit ini suka sekali sarapan nasi pecel, gak ada bosannya," sesekali Mama membolak-balik ayam agar tidak gosong.

"Reina bantu apa, Ma?" 

"Bantu siapkan di meja saja, habis itu kita sarapan bareng," ucap Mama ramah.

"Ma, aku bersih-bersih dulu, ya. Semua sudah siap dimeja," setelah hidangan pagi kusiapkan dimeja.

"Gak usah, Na. Nanti ada yang bersih-bersih di sini, namanya Mbok Yah. Nanti Mbok Yah yang bagian beres-beres di rumah ini."

"Belum datang, Ma?"

"Sebentar lagi juga datang, jam enam biasanya datang sama suaminya. Kalau Pakde Nur tugasnya membersihkan kebun dan halaman. Jadi Mama tugasnya masak aja, karena mama gak mau yang melayani Papa orang lain," ucap mama. 

Aku kagum dengan Mama. Meskipun beliau banyak uang, beliau tetap menyempatkan memasak dan melayani suaminya sendiri. Namun, untuk membersihkan rumah sebesar ini, aku mungkin juga tak sanggup kalau setiap hari.

Aku jadi malu, dulu ku bayangkan mempunyai pembantu agar aku bisa bersantai ria. Tapi, Mama mengajarkanku yang lebih baik.

"Adit, Papa, ayo kita sarapan!" seru Mama setengah berteriak.

"Wah, pecel spesial nih," Papa mengambil kursi.

"Harus spesial dong, Pa. Hari ini kan spesial, karena akhirnya Mama mempunyai anak perempuan," ucap Mama seraya merangkulku.

"Lihat Pa, sejak ada Reina, Mama sudah menganggp Adit sebagai anak tiri," Mas Adit pura-pura merajuk.

"Biar saja, Dit, Mamamu itu dari dulu pengen punya anak perempuan," celetuk papa.

"Jadi aku anak yang tak diharapkan, Pa?"

"Ha...ha...," kami tertawa berbarengan. 

"Kamu kira ini sinetron?" Mama menjewer telinga mas Adit. "kamu tetap jagoan Mama, Dit. Mama dari dulu pengen kasih kamu adik perempuan, tapi Allah belum berkendak sampai sekarang," ucap Mama sedih. 

"Tenang aja, Ma. Adit akan buatkan sesuai keinginan Mama," Mas Adit melirikku sambil tersenyum nakal.

"Uhuk, uhuk," aku tersedak.

"Minum dulu, Nak!" Mama menyodorkan gelas kepadaku.

Ish, mas Adit ini apaan sih. Malu tahu. Pasti wajahku sudah seperti kepiting rebus.

"Tidaaak..., aku ingin menghilang dari bumi," aku berteriak dalam hati.

"Adit, kamu ini suka sekali menggoda Reina," Mama memijat pelan punggungku. Nampak Mama begitu khawatir.

"Maaf, Sayang," Mas Adit ikut memijat punggungku. Mungkin dia merasa bersalah.

"Ma, habis ini Adit mau ajak Reina lari pagi. Nanti siang, mau ajak jalan-jalan," Mas Adit dan yang lain melanjutkan makan.

"Mau jalan-jalan kemana?" tanya papa.

"Lihat-lihat kebun Papa, biar Reina tahu."

"Mama gak diajak?" Mama menyela.

"Mama gak ada acara?. Biasanya kan sibuk terus," ucap mas Adit.

"Bilang aja gak mau diganggu mama."

"Mama kayak gak pernah pengantin baru aja," celetuk papa.

"Tapi Adit nanti malam gak pulang."

"Kenapa?" Mama terlihat khawatir.

"Aku mau honey moon dulu," mas Adit menggenggam tanganku.

"Uhuk..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status