Beranda / Rumah Tangga / SETELAH AKU DIMADU / Pertemuan Tak Terduga

Share

Pertemuan Tak Terduga

Penulis: Kak Semok
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-28 02:29:52

Kepalaku masih saja berdenyut nyeri ketika aku terbangun. Aku mendengar suara air dari pancaran shower yang ada di dalam kamarku dan mas Irwan. Suamiku yang bajingan ini ternyata sudah pulang. Sudah puas mungkin dia bercumbu dengan gundiknya. Aku mengepalkan jemari yang tertaut terbenam ke dalam lengkungan seprai. Aku mencengkramnya kuat, menahan segala bentuk kemarahan yang sebenarnya ingin sekali aku ledakkan di depan wajah mas Irwan sekarang.

Perlahan aku bangkit dari tempat tidur, ketika ku s***k tirai, ternyata senja telah memayungi langit. Tampak rumput di bawah sana basah, rupanya sempat hujan. Aku tak tahu, sebab sudah begitu pulas tidur tadinya selama beberapa jam. Lalu kemudian sayup-sayup terdengar mas Irwan keluar dari kamar mandi. Aku menoleh sesaat kepadanya.

"Udah bangun? Aku tadi lihat kamu pulas tidurnya, jadi gak mau bangunin."

Dia berkata dengan santai, perlahan bergerak mendekatiku. Aku diam saja ketika dia sekarang bergerak semakin mendekat, menyibak sedikit anak rambut yang menutupi sebagian wajahku. Namun, teringat kejadian siang tadi ketika tangan lelaki ini sempat merengkuh dengan mesra perempuan lain, aku jadi refleks bergerak ke samping. Risih.

"Kenapa?" tanyanya tak paham dengan kening yang berkerut.

"Aku pengen ke kamar mandi, Mas. Kamu entar turun aja, atau pergilah menemui Rafa. Dia kangen berat seharian gak lihat kamu."

"Iya, rencananya aku memang mau ajak kamu sama Rafa buat makan di luar malam ini."

Aku menatapnya sekilas. Kalau saja aku tidak mengalami semua kesakitan karena pengkhianatannya, aku mungkin akan sangat bahagia mendengar ajakannya saat ini. Namun, sekarang rasanya aku engga. Tapi, aku tentu harus memikirkan Rafa. Puteraku sudah lama ingin punya waktu bersama ayahnya.

"Baik, Mas. Aku mandi dulu, nanti aku nyusul ke bawah."

Mas Irwan tampak mengangguk dan tersenyum kecil. Aku segera menjauh darinya, membawa handuk ke dalam kamar mandi dan membuka bajuku di sana. Dia nampak keheranan karena aku tidak membuka baju di depannya seperti biasa. Namun, tak ku pedulikan tatapan bingungnya itu.

Aku hanya merasa, mas Irwan tak lagi pantas untuk melihat bagian tubuhku yang lain setelah aku melihat sendiri kemesraannya dengan perempuan lain. Saat ini, aku harus bisa menahan dan juga berlagak tidak tahu kebusukannya selama ini. Bukti yang aku dapatkan belumlah banyak, jadi aku harus bisa bermain cantik meskipun sudut hatiku nyeri sekali dan ingin memaki.

Setelah aku selesai mandi dan telah selesai pula berhias dan mematut penampilanku di cermin, gegas ku langkahkan kaki. Namun, aku segera kembali ke depan cermin, kulihat diriku sendiri yang nampak cantik. Aku merasa begitu terluka, apa yang kurang dariku? Aku cukup cantik, tubuhku juga cukup terawat. Mengapa mas Irwan bisa tergoda dengan perempuan lain? Setitik airmataku jatuh tapi aku segera menghapusnya.

Aku harus terlihat biasa seolah tak mengetahui apapun yang selama ini telah terjadi demi mendapatkan banyak bukti lagi. Meskipun aku muak, muak melihat wajah mas Irwan. Wajah yang selama ini selalu aku rindukan setiap hari, kini berganti dengan wajah yang manipulatif, penuh dengan dusta dan berlindung di balik topengnya yang terbungkus dengan manis, sebagai figur yang begitu sayang kepada keluarga kecilnya. Hatiku nyeri sekali, begitu hebatnya mas Irwan memainkan dua peran sekaligus, dia protagonis juga antagonisnya.

"Itu Mama, sekarang kita berangkat. Papa sudah pesan makanan di restoran mewah."

Aku mendengar mas Irwan menunjuk ke arahku yang baru saja turun dari tangga.

"Asyyiiik, akhirnya Papa ada waktu untuk kita ya, Ma."

Seruan Rafa membuatku hanya bisa tersenyum miris. Namun, aku tetap berusaha tampil biasa saja, jangan sampai membuat mas Irwan curiga bahwa aku telah mengetahui segala kecurangannya meskipun baru sedikit bukti yang aku dapatkan.

Kami kemudian pergi dengan mobil mas Irwan. Aku merasa risih lagi, tiba-tiba saja terbayang entah apa yang sudah dilakukan suamiku dengan perempuan itu di dalam mobil ini. Lalu mataku menangkap sebuah tisu yang terselip dekat jendela mobil. Ada noda semacam lipstik di sana.

Aku melirik mas Irwan yang masih asyik dan fokus menyetir. Dugaanku sepertinya memang tak salah, suamiku memang telah mendua. Aku berusaha menahan mati-matian airmata yang hampir saja tumpah.

"Kamu pucat banget, Sayang. Sakit?" tanya mas Irwan penuh perhatian. Aku menggeleng, malas saja menjawabnya dengan suara.

"Kamu enggak lembur, Mas?" tanyaku, mengalihkan perhatiannya yang membuatku risih.

"Enggak, udah hampir beres kok kerjaanku. Bisa dikerjain besok."

"Oh." Aku hanya ber- oh ria saja.

Ya jelas dia tak lembur lagi hari ini. Mungkin sudah puas olahraga ranjang bersama gundiknya siang tadi. Memikirkan itu, membuatku semakin tersiksa saja.

"Kamu beneran gak apa-apa kan?" tanyanya lagi.

Aku menggeleng dan akhirnya mas Irwan pun mengangguk. Tak berapa lama kemudian, kami sampai di restoran yang cukup mewah. Malam ini pun tak terlalu ramai. Kami segera turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam restoran.

Makanan kami ternyata memang telah disiapkan. Kami segera menikmati makanan dengan diiringi alunan musik dan merdunya suara penyanyi. Saat sedang menyantap makanan dengan perlahan, mataku menangkap seorang perempuan yang baru saja masuk ke dalam restoran.

Aku yakin betul, dia adalah perempuan yang tadi siang bersama suamiku. Dan perempuan itu sekarang mengambil tempat tak jauh dari kami. Aku bisa melihat dia sesekali melirik ke meja kami saat ini. Ku lirik mas Irwan yang tiba-tiba saja merasa gugup. Dia mungkin rak menyangka jika gundiknya malah datang ke tempat yang sama.

"Kenapa, Mas?" tanyaku pura-pura tak tahu.

"Nggak apa-apa, aku ke toilet dulu ya."

Aku mengangguk saja. Tak lama setelah perempuan itu memesan makanannya, aku lihat dia juga beranjak. Arahnya juga ke toilet. Aku terdiam sesaat, apa aku harus menyusul mereka?

Awalnya aku ragu, tapi aku sangat tidak tenang saat ini. Jadi kuberanikan diri untuk pergi ke toilet juga, meninggalkan Rafa sendiri dulu sementara.

Aku tak melihat mas Irwan, jadi aku masuk ke dalam toilet. Saat itu aku melihat perempuan itu sedang sibuk di depan cermin tapi dia fokus melihat ponselnya sambil tersenyum sendiri.

Untuk menghindari kecurigaannya, aku berlagak masuk ke dalam salah satu bilik yang ada di sana lalu keluar lagi kemudian. Kulihat, perempuan itu masih di sana kali ini dia sedang merapikan riasan make up dan tatanan rambutnya.

Aku bersisian dengannya, aku tahu sekarang dia sedang melirikku.

"Duluan ya, Mbak," katanya kemudian. Aku tersenyum simpul lalu mengangguk. Bisa aku lihat senyumannya yang lain sebelum dia benar-benar keluar dari toilet ini. Tanganku terkepal begitu saja. Aku yakin dia sempat bertemu dan berbicara dengan suamiku tadi sebelum aku sampai ke toilet ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SETELAH AKU DIMADU   Satu Atap Dua Ratu

    Mana bisa? Mana bisa dalam satu istana ada dua ratu di dalamnya? Aku masih menekan dadaku sendiri saat ini di kamar tamu, tempat sekarang aku berada. Mataku memang sudah memanas sedari tadi, tapi aku tak akan membiarkan rintik ini menganak sungai membanjiri pipi. Memang bajingan lelaki yang masih bergelar suamiku itu. Lebih bajingan lagi ibu mertuaku yang telah membuat aku terkucil dari rumah ini. Rumah yang seharusnya nyaman aku diami bersama keluarga kecilku. "Mama?" Aku tersentak, lalu menoleh dan mendapati Rafa sedang menatap bingung, kepalanya sesekali menoleh ke atas lalu kembali ke arahku. Dia tentu tak tahu siapa perempuan yang sekarang sedang menggamit manja lengan mas Irwan. "Rafa, kemari sebentar, Mama mau bicara." Nampaknya aku memang harus memberi tahu sekaligus memberi pengertian kepada puteraku ini tentang Erika. Meski berat sekali mengucap tapi aku tidak bisa lagi menyimpan ini lebih lama. "Mama, siapa tante yang sedang bersama papa? Kenapa tampak mesra sek

  • SETELAH AKU DIMADU   Tinggal Bersama

    Setelah kemarin acara pernikahan mas Irwan dan Erika digelar, aku begitu terkejut ketika hari ini mendapati keduanya datang ke rumah. Padahal aku dan mas Irwan sudah sempat menyepakati bahwa Erika tidak akan tinggal di rumah ini karena aku masih menjaga perasaan Rafa. Namun, sekarang kenapa Erika ikut pulang bersama mas Irwan, bahkan membawa koper dan beberapa barangnya?"Kenapa dia ikut ke sini, Mas? Kita udah sepakat ya, dia nggak tinggal di sini sama kita. Kamu bisa bebas pergi dengannya dan tinggal dengannya, asal gak di sini," ujarku yang langsung melayangkan protes kepada mas Irwan. "Kenapa kamu yang mengatur? Ini kan rumah suamiku juga, jadi aku juga berhak untuk tinggal di sini dong! Enak aja kamu mau tinggal di sini sendirian sama anakmu aja! Aku juga lagi mengandung anaknya Mas Irwan, jadi aku juga berhak!" Aku memandang sengit Erika. Sudah dipastikan bahwa kehidupan rumah tangga ini akan kacau setelah kehadirannya di sini. Aku tidak akan pernah mau berbaikan dengan peremp

  • SETELAH AKU DIMADU   Dan Mereka Menikah

    Dan mereka pun menikah, ya, mereka menikah. Aku tak hadir di pernikahan mas Irwan dan Erika. Aku hanya berdiam diri di rumah saja, aku menghabiskan waktu menonton televisi yang sesekali diselingi airmata. Tak ada isak yang keluar dari mulutku, hanya airmata yang senantiasa mengalir menandakan aku tengah terluka. Meski aku mencoba untuk menerima ini semua, tapi tetap saja rasa sakit menyerangku tanpa ampun. "Ma." Gegas ku hapus airmata. Rafa tidak boleh melihatku dalam keadaan menangis seperti ini. Aku segera menoleh dan memberikan senyum terbaikku kepadanya. "Ma, papa udah berapa hari ini kok enggak pulang?" tanya puteraku kebingungan. Aku menarik nafas panjang, sulit sekali menjelaskan kepada Rafa tentang semua ini tetapi aku juga tak bisa jika membiarkan Rafa terus dibohongi. Namun, setiap kali ingin mengatakan kepada Rafa hal yang sebenarnya, pasti aku langsung terdiam, tak sanggup. Rafa masih cukup kecil untuk menerima kenyataan bahwa ayahnya telah menikah lagi dan malah dia

  • SETELAH AKU DIMADU   Apa Rasanya Berselingkuh?

    "Totalnya lima ratus lima puluh dua ribu, Mbak." Aku mengangguk, mengeluarkan uang dari dalam dompet dari dalam tasku. Aku sedang berada di dalam supermarket, membeli kebutuhan rumah tangga yang sudah mulai habis. Sudah tiga hari semenjak mas Irwan membawa selingkuhannya ke rumah kami, dia tak pulang ke rumah lagi. Aku juga tak lagi mengharapkan kepulangannya. Aku takut dia akan menyentuhku sebab aku tak lagi rela tubuhku dijamah olehnya. Meski aku tahu bahwa dia masih berstatus sebagai suamiku, tapi aku sungguh tak lagi menganggapnya demikian.Katakanlah aku bodoh karena masih bertahan. Namun, kulakukan semua ini demi Rafa. Aku tak mau kehilangan puteraku. Sampai hari ini, Rafa juga tak tahu apa yang telah terjadi pada hubungan kedua orangtuanya dan aku rasa, Rafa belum cukup umur untuk mengerti akan hal itu. "Mas, aku sekalian beli alat-alat mandi ya, di rumah soalnya udah pada habis." Aku mendengar suara yang akhir-akhir ini tak lagi asing di telingaku. Suara perempuan yang suda

  • SETELAH AKU DIMADU   Dihina Miskin

    "Tega kamu, Mas!" Setelah sekian detik aku menahan gejolak amarah akhirnya meledak juga rasa sakit yang selama ini aku tahan. "Dan kamu! Kamu juga gak punya perasaan. Sebagai perempuan, harusnya kamu bisa menjaga harga diri kamu! Ada banyak lelaki di dunia ini kenapa harus suamiku?!"Kemarahanku meluap-luap tanpa bisa ku cegah lagi. Aku mendekat ke arah Erika bersiap untuk menampar wajahnya tetapi mas Irwan segera menghalangiku hingga tamparanku mendarat sempurna di pipinya. "Inggit, tenang! Aku yakin ini bisa diselesaikan secara baik-baik!" bentak mas Irwan menangkap tanganku yang kembali hendak melayang."Baik-baik katamu?! Kamu pikir aku mau dimadu hah?!" Aku berseru di depan wajahnya."Mbak nggak punya pilihan selain membiarkan mas Irwan menikahiku! Aku sudah hamil, Mbak! Lihat, perutku sudah semakin membesar!" Erika berkata dengan nada keras. "Kamu mau menikahinya, Mas?" tanyaku kepada mas Irwan dengan penuh penekanan. "Ya, semakin lama perut Erika akan semakin membesar. Ada a

  • SETELAH AKU DIMADU   Aku Memang Tidak Pernah Beruntung

    "Kamu memang gak pernah beruntung." Setelah mengatakan itu, lelaki bernama Baskara itu benar-benar melangkah pergi. Aku hanya menatapnya dengan pandangan yang masih sama yaitu benci. Setelah bertemu secara tak sengaja barusan, ingatanku tentang peristiwa masa silam ketika aku masih berseragam abu-abu kembali terlintas begitu saja. Wajah Baskara yang tampan dan menyebalkan juga sikapnya yang semena-mena terhadapku dahulu kembali terbayang. Aku membawa diriku pergi, secepatnya kembali ke dalam kamar hotel. Aku duduk termangu di sisi ranjang. Aku merasakan dua kesakitan sekaligus saat ini, rekaman video perselingkuhan suamiku juga pertemuan tak sengaja aku dengan Baskara barusan. Mataku memanas, terkenang satu kata Baskara beberapa saat yang tadi. 'Kamu memang tidak pernah beruntung.'Ingin sekali aku membalas perkataannya tadi, tapi aku seperti membeku dan hanya bisa membalasnya dengan tatapan benci. Harusnya lelaki itu sadar bahwa dia adalah salah satu sumber kesialan di dalam hidup

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status