Share

Ch.05 SAH!

Author: Rein_Angg
last update Huling Na-update: 2023-12-05 11:05:11
Tersenyum kagok, tetapi mengikuti drama Rex dengan sebisa mungkin. “I-iya, Mas ….”



Narsih buka suara, “Masalahnya, kami tidak ada dana untuk menikahkan Lyra, Bapak dan Ibu Adiwangsa. Hutang operasi jantung ayahnya saja masih belum lunas.”



Harlan tersenyum, lalu menjelaskan, “Semua biaya kami yang menanggung. Acara akan diadakan di hotel di Malang kota besok lusa. Seluruh saudara dan kerabat dari Pak Suripto dan Bu Narsih silakan datang. Kami membawa 50 undangan, nanti silakan diisi sendiri dan dibagikan.”



“Kami juga sudah menyewa wedding organizer untuk melaksanakan pesta ini dengan baik. Semua sudah mereka atur. Kalian cukup datang, itu saja. Nanti saya juga akan mengirim kendaraan kemari untuk menjemput.”



Suripto dan Narsih saling pandang terbelalak. Begitu pula dengan Endaru dan Gayatri. Lalu, keempatnya menoleh pada Lyra.



“Iya, Pak, Bu, seperti yang aku jelaskan di telepon. Pak Harlan akan ke luar negeri dalam waktu lama. Jadi, pernikahannya dimajukan,” jelas Lyra dengan satu kebohongan pula.



Dasarnya keluarga Suripto memang orang desa yang sangat jarang berburuk sangka dengan orang lain, mereka menerima saja semua ini meski ada keraguan dalam hati.



“Bagaimana, Pak, Bu? Setuju, ya?” Harlan menunggu kepastian.



“Enggeh, manut mawon, Pak Adiwangsa,” angguk Suripto diikuti hal serupa oleh anggota keluarga yang lain.



Selesai sudah kesepakatan itu. Tak lama lagi, Lyra akan menjadi Nyonya Rexanda Adiwangsa.



Tanpa terasa, pesta pernikahan yang digelar di salah satu hotel bintang empat kota Malang berlangsung sederhana. Tamu undangan yang datang 90% adalah dari pihak keluarga Lyra. Sementara keluarga Rex hanya sekitar lima orang tambahan yaitu paman dan bibi dari Jakarta.



“Rex apa tidak salah pilih istri? Lihatlah, Ajeng. Mereka masuk hotel pakai sarung dan pakaian para wanitanya … ya, ampun, sudahlah,” erang Nastiti.



Ajeng melirik kesal pada adiknya, “Diam kamu! Aku sudah sangat malu, ya! Jangan buat aku makin darah tinggi!”



“Lihat yang itu! Pakai tas ada lambang Chanel! Pasti beli di pasar seharaga puluhan ribu saja!” kikik Nastiti menggeleng. “Mereka tidak malu memakai barang yang palsunya kelewatan?”



“Aduh, Tante Nastiti ini apa tidak tahu? Mereka itu orang kampung! Mana tahu malu? Liat saja alas kaki mereka! Tidak ada yang layak masuk hotel!” imbuh Eva ikut menertawakan. “Aku tadi seperti melihat ada yang memakai sandal jepit! Luar biasa memang orang kampung itu menjijikkan!”



Nastiti tertawa bersama kakak dan keponakannya. “Sial benar nasib Rex punya istri seperti ini, oh, My God! Tapi, yah, namanya juga cinta itu buta.”



Tidak ada yang tahu kisah di balik pernikahan ini. Mereka hanya mengira Rex benar-benar mencintai Lyra dan ingin segera menikah. Sepanjang pernikahan, Ajeng bersama Nastiti dan Eva terus mencibir, menghina, serta menertawakan keluarga Lyra. Mereka sama sekali tidak mau bergabung dan menyapa para besan.



Suripto dan Narsih bukannya tidak sadar sikap Ajeng yang menolak untuk bersama mereka. Akan tetapi, mereka lebih kepada ….



“Sudahlah, Pak. Mereka orang kaya dari Jakarta. Kita ini siapa? Biarkan saja mereka tidak menyapa kita.” Narsih mengusap punggung sang suami.



Mengangguk dengan menghela lirih, “Ya, kamu benar, Bu. Kita cuma orang kampung yang miskin. Mungkin mereka malu dengan kita.”



“Yang penting Rex mencintai Lyra. Anak kita bahagia, sudah itu saja.” Narsih memaksa diri untuk tersenyum walau perih.



Keduanya memandangi anak gadis yang kini telah menjadi istri orang. Hanya doa yang bisa mereka panjatkan agar sang putri merasa bahagia seterusnya.



***



Pesta telah usai, kini Lyra dan Rex kembali berada di satu kamar setelah kejadian nahas beberapa waktu kemarin. Lyra yang sudah selesai membersihkan diri keluar dari kamar mandi dengan perasaan berdebar. Tanpa mengucap apa-apa, ia berjalan melintas di depan ranjang, menuju sisi yang tidak ditiduri oleh Rex.



Namun, mendadak sang suami yang sudah lebih dulu membersihkan diri menggeser posisi duduknya menjadi ke tengah ranjang. “Siapa bilang kamu bisa satu ranjang denganku, Lacur?” desis Rex memanggil dengan sangat kasar.



Ia menyeringai sambil menatap benci. “Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Akan kubuat pernikahan kita seperti di neraka.”



“Nah, selamat datang di neraka …!”



Mendengar ucapan Rex yang berdesis kepadanya dengan sorot kebencian, Lyra berhenti melangkah. Tubuh yang segar dari kamar mandi setelah mandi air hangat berubah menjadi lemas.

“Jangan bermimpi bisa tidur satu ranjang denganku, sialan!” maki Rex menyeringai.

Terengah, tetapi Lyra menutupi kebingungannya. “Lalu, aku tidur di mana?”

“Kamu pikir aku peduli? Tidur saja di lantai kalau perlu! Pokoknya, jangan mimpi bisa tidur denganku di ranjang yang sama!” Rex kembali membentak. “Minggir! Kamu menghalangi televisi, bodoh!”

Lyra mengangguk, kemudian duduk di kursi dekat jendela. Menyibak tirai, melihat jalanan kota Malang saat malam hari dengan lampu-lampu kendaraan berlalu lalang.

 Matanya berkaca-kaca, menahan pedih. Bukan seperti ini pernikahan yang dia dambakan. Dulu, saat masih di desa, julukan untuknya adalah Kembang Desa karena ia dianggap begitu cantik dan memukau para pemuda di sana.

Sekarang, dia tak ubahnya seperti wanita murahan yang terus dimaki dan dipanggil dengan kata kasar. Pria yang telah menodainya tetap tidak memiliki perasaan bersalah sama sekali. Bukannya memperbaiki, tetapi justru menambah kesakitan itu.

“Aku tahu kamu sengaja menjebakku. Kamu pasti sengaja membuatku terangsang hingga akhirnya menidurimu!” desis Rex sambil matanya terus menatap lekat pada televisi.

Menggeleng, suara Lyra kian parau. “Aku tidak akan melakukan hal sebejat itu, Rex.”

“Heh! Siapa suruh memanggilku Rex? Kamu pikir kamu istriku sungguhan? Panggil aku Tuan! Sampai kapan pun aku akan jadi majikanmu! Dan kamu hanyalah pelayan bodoh!” bentak pemuda itu kini menatap Lyra dengan pandang memerah.

Terhentak, tenggorokan Lyra terasa kering luar biasa. Pundak sampai naik turun menahan gelontoran sakit yang menerjang bak air bah. “T-tapi … kita sudah menikah ….”

Rex melompat dari ranjang dan dia langsung menempeleng kepala Lyra. “Tolol! Barusan aku bilang apa kamu pikir kamu sungguh-sungguh menjadi istriku!” teriak pemuda itu kesetanan.

Kedua telapak tangan mencengkeram pundak ringkih, lalu mengguncang dengan sangat kencang hingga menimbulkan rasa nyeri.

“Rex! Sakit, sakit!” jerit Lyra merasa kuku suaminya menancap di kulit seolah menembus pakaiannya.

“Tuan Rex! Panggil aku Tuan Rex!”

Plak!

Satu tamparan kencang mendarat di pipi putih mulus Lyra hingga meninggalkan warna merah. Masih belum puas, ia dorong lebih kasar lagi hingga istrinya terjatuh ke atas lantai.

Terjerembab sampai lengannya menghantam kaki kursi, Lyra terengah sambil menunduk. Ia meremat pakaiannya sendiri di bagian dekat pundak dan lengan yang sakit. Saking syok-nya sampai tidak bisa berkata apa-apa.

Jangankan berkata sesuatu, menatap Rex saja dia tidak berani. Telapak tangan gemetar hebat karena syok serta ketakutan. Menelan saliva sendiri saja tidak bisa.

“Tidur saja di lantai! Jangan mimpi bisa naik ke ranjangku, Lacur!” desis Rex menendang tumit Lyra cukup kencang dan wanita itu lagi-lagi spontan menjerit sakit.

Menatap lantai berlapis karpet di bawahnya, jangan ditanya bagaimana perasaan wanita muda itu saat ini. Tidak hanya batin yang luluh lantak hingga terasa perih bak disilet tipis, tetapi juga raganya yang menerima berbagai pukulan serta hinaan.

Merayap perlahan ke dinding yang tertutupi tirai panjang, Lyra bergerak dengan menahan gemetar ketakutan. Lemas lunglai tubuh, padahal tidak baru saja berlari sekian kilometer.

Punggung disenderkan dan lutut ditekuk ke atas, lalu kedua tangan memeluk kaki lemas tersebut. Ia tundukkan kepala di antara lutut dan dada. ‘Ya, Tuhan … tolong kuatkan aku,’ pintanya bermunajat dengan mata memanas, mulai berkaca-kaca.

Suara ponsel berbunyi nyaring terdengar dari atas ranjang. Rex menerima panggilan tersebut, “Halo, Marina Sayang!”

Deg!

Kian terengah dada Lyra. Suaminya memanggil sayang kepada orang lain sementara ia dikasari seperti ini? Mimpi buruk yang sepertinya tidak akan segera usai dalam waktu dekat....

BERSAMBUNG

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.87 Buah Hati Tercinta (END)

    “Apa-apaan! Kalian apa sudah gila menuduhku begitu!” bentak Marina dengan dada kembang kempis dan wajah yang mulai memucat. Dua polisi tetap tenang dan hanya tersenyum datar. “Anda baru saja melakukan pemerasan terhadap Tuan Rexanda Adiwanga. Semua bukti percakapan telah direkam, dan bukti pengiriman uang telah dilakukan oleh beliau.”“Oleh beliau? Beliau siapa?” engah Marina menggeleng. “Ini sebuah kesalahan! Aku tidak melakukan apa pun!”“Itu, pria yang ada di depan restoran yang telah melaporkan kasus ini kepada kami sejak tadi malam.”Dua lelaki bertubuh besar menggeser posisi mereka agar Marina bisa melihat siapa yang dimaksud. Mata wanita licik itu tebelalak saat memandang siapa yang ada di depan pintu restoran.Rexanda berdiri di sana, merangkul Lyra dengan mesra. Keduanya menatap ke arah Marina sambil tersenyum puas. Kali ini, tidak akan ada lagi yang mengganggu rumah tangga mereka. “Selamat menikmati penjara sampai beberapa tahun ke depan!” seru Rex sambil memberikan kiss b

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.86 Transaksi Dengan Marina

    “Pilihan apa yang kamu punya, hah? Mau hamil seorang diri? Mumpung kehamilanmu masih di awal, lebih baik punya suami supaya tidak malu!” bentak Harlan. “Kamu punya calon lebih baik?”Rex menghela panjang, “Sudahlah, Eva. Terima saja, kamu tidak ada pilihan lain. Kalau mencari lelaki yang sederajat dengan kita, mana ada yang mau?”Gadis itu menangis tersedu sembari menangkup wajahnya. Ia kembali didera perasaan sedang dihukum. Dulu selalu menghina Lyra orang kampung. Sekarang, dirinya pun akan memiliki suami orang kampung. Harlan mengembus berat, penuh beban, “Sudah, itu adalah yang terbaik. Minggu depan mereka datang ke rumah dan kalian akan menikah secara sederhana. Kita akan mengatakan pada orang-orang karena Mama sedang sakit, maka tidak jadi mengadakan pesta.”“Apa Papa sudah berhasil menemukan Ichad?” isak Eva masih berharap kekasihnya yang akan menikahi dia.“Polisi masih mencarinya. Tapi, saat ditemukan pun, kata polisi bukti penipuan adalah lemah. Kamu dengan sengaja dan sada

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.85 Apakah Lyra Beruntung

    “Kurang ajar! Wanita siala4n!” Rex memaki layar ponselnya sendiri. “Bisa-bisanya kamu mengancamku!”Dengan terengah, ia segera menelepon Marina. “Bangs4t kamu, ya!”Namun, yang dimaki hanya tertawa santai, “Kamu yang bangs4t, Rex! Kamu dulu janji mau menikahi aku saat mengambil keperawananku. Masih ingat, tidak?”“Waktu itu, saat kamu menelanjangiku, kamu bilang … aku mencintaimu, Marina. Aku akan menikahimu, aku berjani. Dan aku percaya, aku serahkan kesucianku padamu. Nyatanya apa? Dua tahun berlalu, kamu justru meniduri pembantu sialan itu!” desis foto model seksi itu tersenyum culas. Rex terengah, “Kalau sampai kamu sebar video itu, aku akan membuat perhitungan denganmu, brengs3k! Aku tidak akan tinggal diam!” “Silakan saja, silakan buat perhitungan denganku. Kamu pikir aku takut? Biar semua teman-teman kita, biar semua keluargamu melihat kita sedang sama-sama telanjang. Aku mau tahu, apa kamu dan istri kampungan tercinta masih bisa hidup nyaman setelah itu?” tawa Marina makin t

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.84 Balasan Setiap Perbuatan

    Mengurungkan niat untuk pergi ke restoran dan merayakan kehamilan Lyra, akhirnya justru mereka mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Kondisi Ajeng yang kritis membuat detak jantung Harlan dan Rex tidak bisa tenang.“Pak, Bu, maaf, karena kami harus segera kembali ke Jakarta siang ini juga. Nanti, saya akan kirim kontraktor kemari untuk memperbaiki rumah Bapak dan Ibu, ya,” pamit Rex sekaligus mengatakan itu semua saat mencium tangan kedua mertuanya.“Kontraktor untuk memperbaiki rumah? Tidak usah, Nak Rexanda. Bapak belum ada dananya. Lain kali saja, ya?” geleng Suripto menolak dengan gugup. “Saya yang menanggung biayanya. Bapak dan Ibu tenang saja dan tinggal menikmati rumah yang nanti lebih baik dari ini,” senyum Rex. Lyra yang ada di sebelahnya terbelalak, nyaris tak percaya.Ajeng menggeleng, “Aduh, jangan, Nak Rexanda. Nanti habisnya banyak. Sudah, yang penting Bapak dan Ibu titip Lyra saja. Perlakukan istrimu dengan baik dan penuh kasih sayang, itu sudah lebih dari cukup. K

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.83 Dua Garis Biru

    Pagi yang berembun di kaki gunung, tempat Lyra tinggal selama beberapa hari ini. Seperti biasa, mereka semua sarapan pagi bersama. Namun, kali ini ada yang berbeda. “Hmmppp!” Lyra menutup mulutnya secara mendadak dan berlari ke kamar mandi. “Hmppff!” Suara muntah tertahan semakin intens terdengar.Narsih dan Suripto saling pandang, begitu juga Rex dan Harlan yang bertukar tatap dengan bingung. Tanpa disuruh, Tuan Muda Adiwangsa cepat berlari mengikuti langkah istrinya menuju kamar mandi. “Hoeeek! Hoeeek!”Lyra memuntahkan apa yang dia makan barusan. Rasa mual menghajarnya dengan cukup ekstrim pagi ini. Rexanda memasuki kamar mandi, membantu menyibak ke belakang rambut hitam tebal dan panjang milik sang istri.Lalu, ia bertanya, “Kamu masuk angin, Sayang?” Dengan khawatir memijit tengkuk wanita yang ia cintai.Lyra tidak menjawab, terus saja ia memuntahkan sarapan yang baru beberapa menit masuk ke dalam lambung. Suara terengah hebat terdengar dari bibirnya.“Panggil dokter, ya?” Rex

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.82 Boleh Peluk Kamu?

    Tiga hari berlalu dan Lyra belum ada tanda-tanda akan luluh. Pagi keempat, saat sarapan bersama, wajah Rex terlihat pucat. Ia pun berkali-kali bersin dan berdehem. “Kamu sakit?” tanya Harlan melirik. “Cuma flu saja, Pa,” geleng Rex. “Tenggorokanku agak perih. Mungkin efek hawa dingin. Aku belum terbiasa.”“Di kamarmu ada AC yang selalu dipasang 18’, Mas. Apa iya kamu tidak tahan dingin?” sindir Lyra melirik dan tetap cemberut. Rex mengendikkan bahu, “Mungkin karena aku selalu tidur di lantai. Jadi, dinginnya lebih menusuk tulang.”“Nak Rex tidur di lantai? Ya, Tuhan! Lyra, kamu apa-apaan!” pekik Narsih terkejut. Lyra mendelik, menatap jengkel pada suaminya. Lalu, ia menoleh pada ibunya, “Kasur aku kan kecil, Bu. Mana muat dibuat tidur berdua? Jadi, ya, Mas Rex tidur di atas tikar.”Harlan terkikik, lalu menggeleng. ‘Sekarang kamu merasakan jadi orang susah, Rex!’“Tidak apa, Bu. Saya hanya flu biasa. Apa ada obat flu?” senyum Rex berusaha nampak sebagai menantu idaman yang tidak ba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status