Home / Rumah Tangga / SIMPANAN OM-OM / Bab 3 – Masih Menjadi Rahasia Freya

Share

Bab 3 – Masih Menjadi Rahasia Freya

Author: Rae Jasmine
last update Last Updated: 2025-06-23 17:34:37

Hujan rintik masih turun membasahi atap seng kontrakan petakan itu ketika Freya mematikan aplikasi live streamingnya. Jantungnya masih berdebar keras, keringat dingin membasahi telapak tangannya. Ia menatap angka gift dan jumlah penonton yang baru saja menyaksikan siaran perdananya.

Di sudut kamar, ponselnya terus bergetar dengan pesan-pesan dari admin agensi:

“Keren banget Kak Freya, MrBlack sudah jadi donatur tetap nih!”

Freya tersenyum tipis. Namun kegembiraannya mendadak hilang ketika mendengar suara ibunya memanggil dari luar.

“Freya? Kamu sudah pulang?” Suara ibunya terdengar heran.

Freya tersentak. Ia lupa menutup pintu kamar rapat-rapat. Suara kecilnya saat live, sapaan dan tawa gugupnya, ternyata terdengar sampai ruang depan.

“Iya, Bu…” jawab Freya cepat. Ia buru-buru merapikan posisi ponsel dan selimut, mencoba menutupi keberadaan aplikasi di layar.

Ibunya sudah berdiri di depan pintu kamar, menatap putrinya dengan wajah penuh tanya. “Kok kamu di kamar dari tadi? Kamu nggak kerja hari ini?”

Freya menunduk. “Aku… tadi izin setengah hari, Bu. Capek banget, jadi mau istirahat.”

Ibunya mengangguk pelan, tapi matanya tak lepas dari raut wajah Freya yang tampak tegang. “Tadi Ibu dengar kamu kayak ngomong sama orang? Kamu telepon siapa, Freya?”

Pertanyaan itu menghujam Freya seperti panah. Ia menarik napas panjang, berusaha tersenyum. “Nggak, Bu. Aku cuma… ya, iseng aja, ngobrol di grup teman-teman lewat HP.”

Di sudut ruangan, ayahnya terbatuk pelan, bangun dari tidurnya. “Freya, kamu baik-baik aja? Bapak kira kamu masih di minimarket…” Suaranya serak, tubuhnya terlihat makin kurus.

Freya berjalan mendekat, duduk di sebelah ayahnya dan menggenggam tangannya. “Aku baik-baik aja, Pak. Aku tadi pulang cepat soalnya capek banget.”

Ibunya masih berdiri di pintu kamar, tatapannya penuh curiga. Hati seorang ibu memang tak mudah dibohongi.

“Kamu pasti nggak ada masalah kan di kerjaan?” tanya ibunya lagi, suaranya lembut tapi nadanya penuh kekhawatiran. “Jangan sampai kamu keluar kerja, ya. Kita ini cuma berharap dari kamu, Nak.”

Perkataan itu membuat dada Freya sesak. Ia ingin berkata jujur, tapi lidahnya kelu. Bagaimana menjelaskan bahwa tadi ia bicara di depan kamera, menghibur orang asing, menerima gift dari pria tak dikenal?

“Nggak, Bu… aku nggak keluar kerja,” jawabnya pelan.

Ibunya menghela napas, lalu berbalik ke dapur. “Ya sudah. Kalau capek, istirahat yang cukup, ya. Ibu mau siapin teh hangat buat kamu.”

Saat langkah ibunya menjauh, Freya duduk termenung di kasur tipis itu. Kepalanya penuh dengan rasa bersalah, tapi juga kebingungan. Ponselnya kembali bergetar—pesan dari admin agensi, pesan dari penonton yang mulai follow akunnya, dan… notifikasi gift baru yang dikirim MrBlack meski live sudah selesai.

“Kenapa dia ngirim terus?” bisik Freya. Wajahnya cemas, tapi di hatinya ada percikan kecil: harapan bahwa mungkin, inilah jalannya keluar dari kemiskinan.

Sambil menyeruput teh hangat buatan ibunya, Freya duduk di ruang depan bersama kedua orang tuanya. Ibunya memandangi wajah Freya lama-lama.

“Nak… kalau ada yang kamu pikirin, bilang ke Ibu. Jangan dipendam sendirian. Ibu khawatir lihat kamu murung begini,” kata ibunya.

Freya hanya mengangguk. Ponselnya ia letakkan di samping gelas teh, tapi matanya terus melirik ke layar yang menyala sebentar-sebentar.

“Apa itu? HP kamu ramai sekali. Teman-teman kamu?” tanya ibunya pelan.

“Hmm… ya, teman-teman kerja, Bu,” jawab Freya sekenanya.

Ayahnya ikut bicara, suaranya pelan. “Freya… kamu jangan bergaul sama orang yang aneh-aneh ya. Ibu sama Bapak cuma punya kamu satu-satunya. Jangan sampai kamu nyasar ke jalan yang nggak baik.”

Ucapan ayahnya seperti tamparan keras. Freya menelan ludah. Ia tahu kedua orang tuanya selalu berharap yang terbaik untuknya. Tapi dunia baru yang mulai terbuka ini terasa terlalu menggiurkan untuk ditolak.

Malam itu, ketika kedua orang tuanya sudah tidur, Freya kembali menatap ponselnya. Pesan dari MrBlack terbaca jelas di layar:

“Aku suka cara kamu tersenyum. Besok live lagi ya?”

Freya menggigit bibirnya. Ia ingin mengabaikan pesan itu, tapi bayangan wajah ayahnya yang pucat dan tubuh ibunya yang lelah membuatnya menghapus niat itu.

“Besok aku live lagi,” bisiknya pada dirinya sendiri.

Di tempat lain, MrBlack menatap layar laptopnya, memperbesar wajah Freya di rekaman live. Senyumnya penuh arti. “Aku akan pastikan dia butuh aku… sepenuhnya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SIMPANAN OM-OM   Bab 8 – Ragu

    Langit Jakarta mulai menggelap, dan angin sore berhembus membawa aroma tanah basah dari sisa gerimis yang turun sejak siang. Di dalam minimarket, Freya berdiri mematung di balik rak, menatap ke arah pintu kaca. Jantungnya berdebar kencang, napasnya memburu tak beraturan.“Dia beneran nunggu di luar sana? Kalau aku keluar… gimana kalau dia maksa? Tapi kalau aku kabur, dia marah… berhenti kasih gift…”Kemudian ponselnya kembali bergetar di saku. Dengan tangan yang gemetar, Freya mencoba mengintip layar.“Aku di pojok, meja deket jendela. Café sebelah minimarket. Kamu di mana?”Freya menelan ludah. Tak sanggup membalas, hanya memandangi pesan itu lama. Ia merasa terjebak di persimpangan yang tak pernah ia bayangkan.Ia langsung menghela napas panjang, lalu memberanikan diri melangkah keluar dari kasir. “Kak, aku keluar sebentar ya. Ada keperluan mendadak,” bisiknya pada rekan kerja.Tanpa menunggu jawaban, ia melangkah keluar minimarket. Sore itu, jalanan lengang. Café kecil di sebelah

  • SIMPANAN OM-OM   Bab 7 – Pertemuan yang Ditakutkan

    Seminggu berlalu sejak Freya pertama kali menerima paket misterius dari Mr.Black. Seminggu pula ia semakin dalam tenggelam di dunia live streaming yang semula hanya ingin dicoba. Setiap malam, setelah pulang kerja dan berpura-pura lelah di depan ibunya, Freya akan mengunci diri di kamar. Di balik pintu kayu tipis itu, hidupnya terasa berbeda.Kini, jumlah penonton live streaming-nya makin banyak. Semakin sering ia muncul, semakin sering pula notifikasi gift berdatangan. Warna-warni animasi gift memenuhi layar ponselnya. Ada yang mengirimkan bunga virtual, mobil sport, bahkan rumah impian yang konon bernilai mahal di aplikasi itu.Dan di antara semua itu, satu nama paling sering muncul di daftar gift: Mr.Black.Setiap kali Mr.Black hadir di room live-nya, Freya merasa campuran antara bangga, senang, dan… takut. Gift dari pria itu selalu luar biasa besar. Kadang satu malam, jumlah gift dari Mr.Black cukup untuk membayar kontrakan dua bulan, membeli sembako, dan menyisihkan untuk skincar

  • SIMPANAN OM-OM   Bab 6 – Wajah di Balik Layar

    Jakarta siang itu terasa pengap. Langit berwarna kelabu, seolah menambah beban pikiran Freya yang baru saja selesai shift siangnya di minimarket. Tubuhnya letih, tetapi pikirannya terus sibuk.Setiap langkah menuju kontrakan membuatnya cemas. Bukan hanya karena lelah, tetapi karena satu ketakutan baru: bagaimana jika suatu hari ada yang mengenalinya di dunia nyata?Sejak live streaming-nya makin ramai, Freya makin sadar bahwa wajahnya—meski tersamarkan filter—telah dilihat ribuan mata. Ada saja yang memuji, ada juga yang berkomentar genit. Di antara mereka, siapa tahu ada yang tinggal tak jauh darinya?“Kalau aku ketemu mereka di jalan, gimana? Mereka pasti kaget liat aku beda banget sama di live…”Pikiran itu terus menghantuinya. Maka, sejak beberapa hari lalu, Freya mulai memberanikan diri membeli skincare dan kosmetik. Setiap malam ia membandingkan wajahnya di cermin dengan wajahnya di layar ponsel saat live. Perbedaan itu nyata. Di dunia nyata, jerawat kecil masih terlihat, wajah

  • SIMPANAN OM-OM   Bab 5 – Batas yang Menipis

    Hujan turun sejak sore tadi, membasahi jalanan Jakarta yang sudah becek dan kotor. Genangan air bercampur tanah membuat langkah Freya semakin pelan saat menyusuri gang sempit menuju kontrakan. Bau sampah dari tong-tong yang tergeletak di pinggir jalan. Langkahnya berat, bukan hanya karena sepatu ketsnya basah kuyup, tapi juga karena beban pikiran yang makin menyesakkan dada. Sejak pagi, suasana di minimarket tak lagi sama. Tatapan teman-temannya terasa menusuk, seolah mereka tahu sesuatu yang selama ini Freya simpan rapat-rapat. Bisik-bisik, lirikan, dan gumaman yang seakan sengaja dibuat terdengar menjadi makanan telinganya seharian ini. “Eh, kamu liat nggak? Itu loh akun live yang dikirim di grup kemarin. Mukanya mirip banget sama Freya, ya?” suara seorang teman terdengar saat Freya lewat di belakang rak snack. “Iya, aku juga liat sih. Beda banget mukanya di kamera sama di sini. Di kamera cantik banget, ya?” sahut yang lain dengan nada mencibir. Freya pura-pura sibuk merapikan b

  • SIMPANAN OM-OM   Bab 4 – Dilema Sebagai Anak

    Malam itu, angin lembab dari sela-sela jendela kontrakan berhembus pelan. Freya duduk bersila di atas kasur tipisnya, menatap layar ponsel yang berkedip menandakan notifikasi masuk. Pesan dari MrBlack, admin agensi, dan beberapa penonton yang follow setelah live pertama memenuhi layar.Tangannya mengusap wajah. Wajah yang barusan dibasuh dengan air dingin, seolah ingin membersihkan semua rasa bersalah yang menempel di hatinya.“Aku harus bagaimana? Apa ini benar?” batinnya.Ia menoleh ke arah kedua orang tuanya yang sudah terlelap. Di bawah remang lampu bohlam, Freya bisa melihat garis-garis lelah di wajah ibunya. Ayahnya batuk pelan dalam tidurnya.“Andai mereka tahu aku tadi ngapain… apa mereka marah? Apa mereka kecewa?”Freya menarik napas panjang. Ia ingat betul pandangan ibunya sore tadi, penuh curiga tapi juga penuh kasih. Ibu yang tak pernah marah, tapi hatinya selalu bisa membaca gelagat putrinya.“Kenapa aku nggak bilang jujur aja?” tanyanya dalam hati.Tapi ia sendiri tahu

  • SIMPANAN OM-OM   Bab 3 – Masih Menjadi Rahasia Freya

    Hujan rintik masih turun membasahi atap seng kontrakan petakan itu ketika Freya mematikan aplikasi live streamingnya. Jantungnya masih berdebar keras, keringat dingin membasahi telapak tangannya. Ia menatap angka gift dan jumlah penonton yang baru saja menyaksikan siaran perdananya.Di sudut kamar, ponselnya terus bergetar dengan pesan-pesan dari admin agensi:“Keren banget Kak Freya, MrBlack sudah jadi donatur tetap nih!”Freya tersenyum tipis. Namun kegembiraannya mendadak hilang ketika mendengar suara ibunya memanggil dari luar.“Freya? Kamu sudah pulang?” Suara ibunya terdengar heran.Freya tersentak. Ia lupa menutup pintu kamar rapat-rapat. Suara kecilnya saat live, sapaan dan tawa gugupnya, ternyata terdengar sampai ruang depan.“Iya, Bu…” jawab Freya cepat. Ia buru-buru merapikan posisi ponsel dan selimut, mencoba menutupi keberadaan aplikasi di layar.Ibunya sudah berdiri di depan pintu kamar, menatap putrinya dengan wajah penuh tanya. “Kok kamu di kamar dari tadi? Kamu nggak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status