Aluna mual saat seringai pria itu muncul. Ketika ia melirik lagi layar ponsel dalam genggamannya, semua kembali ke angka nol. Ajaibnya, pria anjing itu mendadak di belakang Aluna dan bersiul di dekat telinganya. Siulan bernada lirih dan menyedihkan yang langsung mengambil kesadaran Aluna. Siulan aneh membangunkan Aluna. Berlesehkan di atas rumput basah, bola matanya mengendar getir ke sekeliling. Ia terjebak dalam jeruji besi. Dingin dan bau. “Sudah bangun ya?” Aluna terperangah, langsung meluruskan pandangan. Tiga orang berjejer di luar. Aluna memelototi orang yang berdiri di sisi kiri, Caspian. Sementara yang tadi bertanya ialah seorang gadis berperawakan kecil, Lilith Anna. Semua aman jika rambut biru menyalanya tertutupi tudung hitam. “Kenapa bengong? Ada kata-kata terakhir? You next.” Giliran Neill Hasby yang mengoceh. Laki-laki pirang. Ia mencabut sehelai rambutnya. Memang keriting, tapi kekuatannya lurus dan sanggup membelah gunung. Mereka dikenal Tiga Anjing Neraka. Utusa
Althar menarik kain merah jambu yang menutupi papan tulis beroda. Rahang Skyder seolah jatuh terkesima pada rangkaian panah merah yang menghubungkan skema perang. Milky mengeratkan kepalan tangan tersembunyinya di bawah meja. Dia sama sekali tidak menyangka harus membuang-buang waktu untuk berperang dengan dimensi sihir. Jalan cerita film yang sulit dia percaya. Milky ingin cepat-cepat ini berakhir agar kehidupan normalnya kembali. Banyak mimpi yang belum tercapai, termasuk rencana masa depannya bersama Zerikyu. Semua ini memuakkan. Namun di sisi lain, dia takut akan kekalahan. Bagaimana jika dunia ini hancur sebelum ia mencapai akhir bahagia? Rubanah atau ruang bawah tanah kampus Marionette memang kebanyakan diisi perabotan bekas dari kayu. Selain tempatnya yang tenang, Althar menyarankan tempat ini sebab segala macam sihir tidak bisa mendeteksi keberadaan di bawah tanah. Althar, laki-laki istimewa. Dia enggan pergerakan tercium oleh makhluk lain, terutama dari Tiga Anjing Nera
“Sekarang.” Zerikyu mengomando dari gerbang utama Marionette seiring mendekatnya sek. Mini earphone yang tertaut di satu telinganya terkoneksi dengan headphone Milky di ruang kontrol. Milky menoleh sebentar pada Skyder di belakangnya. Skyder menekan saklar. Tulisan “MARIONETTE THEATER SCHOOL” berjalan dihiasi lampu warna-warni di dalam kotak persegi panjang yang menempel di atas gerbang. “Welcome to Marionette Theater School. Di sini adalah tempat pembinaan untuk menggabungkan seni peran dengan suatu hal yang baru yaitu ... musik.” Lewat speaker, tutur kata Milky yang bulat dan mendayu Milky membuat orang-orang terkesima. Beberapa di antara mereka saling berpandangan. Bertanya-tanya apa maksud dari satu kata asing yang baru saja disebutkan. “Musik? Apaan tuh?” “Mumgkin budaya asing dari suku pedalaman?” “Hahaha, kepikiran aja. Duh jadi penasaran. Pengen cepet masuk.” “Gue tahu.” Sementara anak-anak muda saling menyahut bercanda, Ditto tersenyum tipis. Ia menaikkan ransel hitam d
“Sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri.” Althar menggeser dari podium.Ia mantap melanjutkan. “Saya Althar Dominic, Grandmaster dari Marionette Theater School,“ ucapnya sembari membungkukkan setengah badan.Decak kagum menguar. Mata mereka membulat. Sulit percaya bagaimana pria semuda itu bisa bergelar Grandmaster yang mana posisi tertinggi. Mereka saling menebak berapa sesungguhnya umur Althar. “Jangan-jangan beliau udah empat puluhan?” “Yang bener aja, mukanya gak berkerut sama sekali.” “Dia ikut pendidikan yang cepet itu kali, apa sih namanya?” “Akselerasi.”Sahut-menyahut berakhir saat Althar menegak dan mengarahkan telapak tangan ke belakang.“Di belakang saya ada Elizabeth dan Skyder selaku master orkestra. Kalian tahu apa itu orkestra?”Tiga detik hening. Murid-murid berpandangan bingung. Tak lama kemudian, Elizabeth mengambil biola di belakang kursi, lalu mulai menggesek. Alunan melodi membulatkan semua pasang mata. Beberapa orang menangkup mulut tidak percaya.“What
Tepat tengah malam. Antara sadar tak sadar, Dahlia meregangkan tubuh. Penglihatan Dahlia memang masih sedikit buram, tapi ia yakin jarum jam menunjuk angka dua belas. Apa yang membangunkannya? Ah, ya... Dahlia sempat tersentak oleh musik menyeramkan di dalam mimpinya. Dahlia terduduk di pinggir ranjang kecil, sibuk menggosok matanya yang lekat. Tunggu. Di tengah rasa dahaga yang memuncak, wanita berusia empat puluhan itu mendadak tertegun. Ia fokus menajamkan indera pendengaran. Seiring kesadaran Dahlia sepenuhnya pulih, sayup-sayup musik lambat laun terdengar semakin jelas. Oh, tidak. Rupanya ini bukan mimpi. Musik aneh itu sungguh hadir di dekatnya. Dahlia lekas beranjak. Hanya ada dirinya dan Aluna Cathryn di rumah, sedangkan sopir berada di bangunan lain. Jadi sudah jelas tujuan asisten rumah tangga adalah memeriksa keadaan majikannya terlebih dulu. Apalagi akhir-akhir ini, Aluna tampak sering melamun dan lebih baik diam. Seakan-akan mengisyaratkan kondisi
Jemari Jason Skyder lincah menari di atas kibord laptop. Sesekali punggung tangannya menyeka pelipis, padahal dia tidak berkeringat, hanya perasaannya saja yang kepanasan.Satu gadis pirang di samping Skyder saling beradu pandang terheran-heran dengan Milky.“Dia daritadi kayak gitu? Ngapain?” bisik Milky.Elz mengangkat bahu. “Aku gak tau dia kenapa.”Milky lantas mengetuk-ngetuk meja di depan Skyder. “Lo kenapa? Ada tugas dadakan?” “Lo tau, kan, gue suka banget teori konspirasi?” Skyder balik bertanya.“Terus?” Milky mengangkat alis.“Gue lagi ngumpulin teori soal musik-musik nyeremin. Liat dah!” Skyder memutar laptopnya ke depan muka Milky.Mata gadis itu menyipit, berusaha membaca baris demi baris jurnal yang diberi judul, ‘Musik Tidak Benar-Benar Musik Sampai Kita Tahu Sihir yang Di Baliknya’.“Apaan, nih? Lo gak puyeng apa baca kayak gini? Kalau Milky mending baca ratusan lembar patrikur deh.”“Ih, lo gak tau ini seru, tau. Gue ngumpulin semua riset ini buat bikin lagu—” Skyder
Anak-anak Funtastic mulai terbiasa dengan berbagai macam bentuk menara di sepanjang jalan yang mereka lalui. Bahkan mayoritas rumah warga sendiri beratap lengkung. Warna pastel pun mendominasi, serasi bersama kelopak bunga yang bermekaran. Tak banyak warga setempat yang berada di luar. Karena bukan musim libur panjang, damainya situasi di sana masih kental terasa. Gemericik aliran sungai terdengar mengantar kicauan burung yang hinggap dari satu pohon ke pohon lain. Lampu-lampu kuning pun dinyalakan kala hari mulai temaram. Yang pasti, seratus delapan puluh derajat dari Kota New York yang tak pernah padam. Keempat muda-mudi itu berhenti di puncak jembatan kecil. Ikan-ikan kecil berlalu-lalang di bawah mereka. "Liat! Ikannya mirip kamu pas misuh-misuh," ledek Zerikyu, menunjuk salah satu ikan berpipi kembung. Sontak, Milky meninju pelan pundak laki-laki itu. "Pacar kamu ikan?" Zerikyu mengendikkan bahu. "Gak apa-apa
Pundak Zerikyu merosot dalam helaan napas berat. Kedua tangannya menekan wajah, sementara ada air mata yang memaksa terjun bebas. Keraguan Milky benar adanya. Zerikyu benar-benar tidak berpikir untuk beristirahat apalagi berhenti. "Yang buruk-buruk mulu yang dateng, sialan!" Zerikyu meracau. Kepalan tangannya meninju-ninju paha. Ada mimpi sang mama, yang harus dia wujudkan. Ada janji pada mamanya, yang harus dia tepati. Namun, tidak banyak waktu yang tersisa untuk keduanya. Tanpa sepengetahuan Reanna, Zerikyu diberitahu dokter bahwa tingkat keberhasilan operasi mamanya minim. Menutupi luka dalam diam. Zerikyu mempersiapkan diri untuk menerima yang terburuk. Mini konser kemungkinan besar adalah hadiah terakhirnya untuk mama. Selepas itu, Zerikyu akan melapangkan hati dan melepaskan mamanya pada takdir. Meski nyatanya, kita tidak akan pernah siap akan perpisahan. Namun sekarang, dunia seolah memberikannya pilihan terburuk dari