แชร์

Bab 3

ผู้เขียน: Calla Widjaja
Beberapa hari kemudian, Shanaya keluar dari rumah sakit. Dia telah menemukan sebuah rumah di internet dengan harga sewa 100 juta per tahun yang dibayar tahunan. Saat pergi ke ATM untuk menarik uang, dia baru menyadari bahwa hanya tersisa beberapa ratus ribu di rekeningnya.

Selina mau tak mau mengumpat lagi, "Stanley itu orang terkaya di Kota Himar yang punya aset ratusan triliun! Sialan! Pelit banget dia ke istrinya!"

"Dia nggak berhenti hamburkan ratusan miliar dan triliunan untuk selingkuhannya, juga ajukan penawaran tertinggi di acara lelang dan sumbangkan gedung! Dia bahkan rela kasih beberapa koin emas ke pengemis di tepi jalan, tapi kenapa sikapnya ke istrinya begitu buruk, bahkan lebih buruk daripada ke orang asing! Naya, hidup macam apa yang kamu jalani selama beberapa tahun terakhir?"

Hati Shanaya terasa getir. Stanley pasti sangat membencinya.

Empat tahun yang lalu, Eva mengundang Shanaya ke Kediaman Keluarga Herdian. Malam itu, hujan turun sangat deras dan dia tidak bisa pulang. Jadi, Eva menyuruhnya untuk tidur di kamar di sebelah kamar Stanley.

Malam itu, Stanley menghadiri acara sosial dan seseorang menaruh obat perangsang ke alkoholnya. Di tengah malam, dia pulang dalam keadaan mabuk berat dan masuk ke kamar yang salah, lalu berhubungan intim dengan Shanaya.

Eva pada dasarnya memang berusaha menjodohkan mereka. Keesokan harinya, setelah melihat mereka tidur bersama, dia menggunakan alasan ini untuk memaksa Stanley menikahi Shanaya.

Stanley pun salah paham terhadap Shanaya. Dalam hatinya, Shanaya adalah seorang wanita yang akan menghalalkan segala cara untuk menikah dengan keturunan keluarga kaya. Dia yang tidak bersedia dimanipulasi orang membalas dendam pada Shanaya dengan caranya sendiri.

Jika dipikir-pikir lagi, Siska akan selalu menghinanya habis-habisan setiap kali memberinya uang saku.

"Kamu nggak perlu beli bahan makanan atau masak, juga nggak perlu bayar tagihan listrik atau biaya pemeliharaan properti. Memangnya kamu butuh uang untuk apa? Sudah cukup bagus Tuan memberimu beberapa juta sebulan!"

Shanaya adalah orang yang tuntutan materinya sangat rendah. Asalkan bisa bersama Stanley, itu sudah merupakan kebahagiaan terbesar baginya. Dia tidak pernah merasa ada yang salah dengan pengaturan seperti itu.

Setelah dipikir-pikir lagi sekarang, Shanaya baru menyadari betapa menyedihkan dirinya dalam berperan sebagai istri Stanley selama ini.

Saat memasukkan kembali kartu itu ke dompetnya, Shanaya tiba-tiba menemukan sebuah kartu lama di dompetnya. Itu adalah kartu yang digunakannya semasa kuliah. Beasiswa tahunan dan hadiah dari memenangkan kompetisi selalu disimpannya di kartu ini. Menurutnya, jumlah uang dalam kartu ini seharusnya sudah cukup untuk membayar uang sewa rumah.

Shanaya memasukkan kartu itu ke mesin ATM. Serangkaian angka panjang yang muncul di layar membuatnya terkejut.

Selina yang berdiri di sampingnya juga tercengang. "Wow! Apa sistemnya rusak? Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh ...."

Selina menghitung angka-angka itu dengan cermat sebelum berseru, "Ada lebih dari 200 miliar!"

Shanaya juga terkejut melihat nominal uang itu. Setelah memeriksa secara rinci, dia menemukan bahwa itu adalah dividen hak paten dari sebuah perusahaan farmasi yang menghasilkan miliaran setiap bulannya.

Selama masa kuliah, Shanaya mengikuti dosen pembimbingnya melakukan penelitian medis, lalu berhasil mengembangkan obat mujarab dan bahkan memperoleh hak paten. Berkat prestasinya itu, pihak universitas pun memberinya kesempatan istimewa untuk meraih gelar doktor di luar negeri.

Pada saat itu, Shanaya hanya berpikiran untuk menikahi Stanley dan tidak memiliki minat untuk melakukan hal lainnya. Dia merelakan kesempatan berkuliah di luar negeri dan menyerahkan hasil risetnya kepada dosen pembimbingnya.

Meskipun dosen pembimbingnya sudah berusaha membujuk dan menasihatinya, Shanaya tetap menolak untuk mendengar nasihat itu. Pada akhirnya, dosen pembimbing itu juga tidak berdaya dan hanya meminta nomor rekening banknya. Dosen pembimbing itu bahkan tidak menghadiri pernikahannya.

Sekarang, Shanaya baru menyadari bahwa dividen dari hak paten tersebut disetorkan ke rekeningnya setiap bulan.

Setelah mendengar cerita tentang asal-usul uang itu, Selina pun berujar dengan penuh kekaguman, "Naya, kamu itu benar-benar seorang genius! Kamu bahkan bisa hasilkan begitu banyak uang cuma dari sebuah riset semasa kuliah! Hebat banget kamu!"

Pikiran Shanaya tiba-tiba melayang. Setelah bertahun-tahun menjadi istrinya Stanley, dia hampir lupa bahwa dirinya adalah seorang genius.

Ketika baru menginjak usia 15 tahun, Shanaya sudah diterima di universitas kedokteran terbaik di dalam negeri dengan predikat ujian terbaik. Pada usia 20 tahun, dia telah mengembangkan obat mujarab yang menimbulkan sensasi di industri farmasi.

Saat sedang termenung, agen properti menelepon. "Bu Shanaya, apa kamu jadi mau sewa rumah itu?"

"Nggak. Tolong tanyakan apa pemilik rumahnya berniat untuk jual rumah itu nggak. Aku mau membelinya."

Agen itu pun terkejut dan menjawab, "Aku akan segera hubungi pemiliknya!"

Sore itu, Shanaya menandatangani kontrak pembelian, menyelesaikan prosedur pengalihan kepemilikan, dan pindah ke rumah barunya. Selina membantunya mendekorasi rumah itu dan bahkan mengadakan upacara pindah rumah kecil-kecilan.

"Naya, selamat kamu akhirnya tinggalkan bajingan itu! Mulai sekarang, semuanya akan membaik!"

Pada malam hari ketika hendak tidur, Shanaya tiba-tiba menerima telepon dari Arifin. Arifin adalah sopir mendiang ayahnya. Arifin tidak mungkin meneleponnya selarut ini jika bukan karena ada sesuatu yang mendesak.

Shanaya pun menjawab panggilan itu. "Paman Arifin."

"Nona, kematian Tuan dan Nyonya dulu mungkin bukanlah kecelakaan. Sepertinya ada orang yang memang ingin membunuh mereka."

Mata Shanaya seketika terbelalak. "Paman Arifin, kamu sudah temukan sesuatu? Apa sebenarnya alasan orang tuaku meninggal? Siapa yang mau celakai mereka?"

"Pelakunya itu pamanmu, Alvin. Aku belum punya bukti konkret yang bisa membuatnya dijatuhi hukuman, tapi aku yakin dia terlibat dalam kematian Tuan dan Nyonya!"

Alvin ....

Shanaya jatuh terduduk di tempat tidur. Sejak kematian orang tuanya, orang yang mendapatkan keuntungan adalah keluarga pamannya. Mereka telah merebut semua jerih payah orang tuanya selama 20 tahun.

Awalnya, Shanaya mengira mereka hanya serakah. Dia tidak pernah curiga bahwa ... mereka tega membunuh orang tuanya demi uang!

Shanaya tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam. Begitu menutup mata, pikirannya langsung dipenuhi oleh adegan kematian orang tuanya.

Shanaya terbangun dari mimpi buruk dengan terengah-engah. Dia bertekad untuk mencari tahu fakta di balik kematian orang tuanya dan membuat keluarga si pelaku merasakan akibatnya!

Keesokan paginya, Selina mengajak Shanaya pergi berbelanja.

"Naya, kenapa raut wajahmu begitu buruk? Apa kamu kurang tidur semalam?"

"Mungkin aku belum terbiasa dengan tempat tidur baru ini."

Selina mengoleskan sedikit lipstik ke bibir Shanaya. "Kamu terlihat jauh lebih baik sekarang! Ayo jalan! Kamu begitu cantik, juga punya bodi yang bagus. Sayang banget kalau kamu nggak dandan yang cantik!"

Selina mengajak Shanaya ke mal paling mewah di Kota Himar. Ketika memasuki sebuah toko, Shanaya langsung jatuh cinta pada sebuah gaun off-the-shoulder berwarna silver muda.

"Nona, seleramu bagus banget. Gaun ini edisi terbatas peragaan busana kami tahun ini dan cuma ada satu!"

Pramuniaga toko menurunkan gaun itu, lalu menyerahkannya kepada Shanaya. Tepat saat Shanaya hendak mengambilnya, sebuah tangan menarik sisi gaun yang lain.

"Gaun ini bagus. Mbak, tolong bungkuskan gaun ini."

Shanaya berbalik dan melihat wajah yang dikenalnya. Wanita yang berdandan cantik dan mengenakan pakaian yang elegan itu tidak lain adalah putri pamannya, Devina Wiriandi. Dulu, setelah vila keluarganya dirampas dan ketika mereka masih tinggal bersama, Devina juga sering menindasnya.

Setelah teringat telepon Arifin semalam ... Shanaya pun makin membenci Devina.

Shanaya berujar dengan dingin, "Aku yang melihatnya duluan! Tolong singkirkan tanganmu!"

Devina juga mengenali Shanaya dan matanya dipenuhi keterkejutan. Dia mengamati Shanaya dari atas sampai bawah dengan tatapan meremehkan, lalu berujar dengan penuh keraguan, "Gaun ini harganya 560 juta. Shanaya, kamu yakin kamu mampu membelinya?"

"Mampu atau nggak, itu bukan urusanmu!" Selina pada dasarnya adalah orang yang blak-blakan. Dia langsung menyambar gaun itu dan berkata, "Naya, kamu coba pakai saja dulu."

Ketika Shanaya hendak pergi ke ruang ganti, sebuah tangan yang kuat tiba-tiba mencengkeram lengannya. Sebuah suara berat dan rendah yang memancarkan wibawa tak terbantahkan bergema di atas kepalanya.

"Berikan gaun itu kepada Devi. Kamu boleh pilih yang lain sebagai kompensasi."

Shanaya mendongak dan langsung terpaku di tempat. Pria yang berdiri di samping Devina dan menyuruhnya memberikan gaun itu kepada putri musuhnya ternyata adalah suaminya, Stanley!
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 50

    Stanley mengerutkan kening dan menjawab, "Aku akan segera kembali."Setelah menutup telepon, dia menatap Shanaya. "Jangan lupa oles obat tepat waktu."Shanaya tidak menjawab.Baru saja keluar dari kamar Shanaya, Stanley kebetulan bertemu dengan Zevon yang baru keluar dari kamar sebelah. Saat tatapan mereka bertemu, udara terasa membeku.Zevon melirik ke arah Stanley dan pintu kamar 1806 secara bergantian. "Pak Stanley? Apa yang kamu lakukan di sini selarut ini?"Stanley membetulkan kancing kemejanya dengan santai dan menjawab, "Pak Zevon perhatian banget ke bawahan sampai rela berjaga di luar pintu malam-malam begini."Zevon menyahut dengan nada yang jauh lebih dingin daripada biasanya, "Setidaknya, aku melakukannya secara terang-terangan, nggak kayak seseorang. Kalau kamu nggak mencintainya, untuk apa kamu mengganggunya malam-malam begini?"Bibir Stanley melengkung, tetapi senyumnya tidak mencapai matanya."Sebaiknya Pak Zevon pahami situasinya. Shanaya itu istriku. Meski aku tidur di

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 49

    Sekarang, Shanaya malah terkesan lebih ingin bercerai daripada dirinya. Stanley menatap wajah Shanaya yang tenang, lalu tiba-tiba merasakan kejengkelan yang tak terjelaskan."Tok, tok, tok."Terdengar ketukan di pintu."Bu Shanaya, aku datang untuk antarkan gantungan baju yang kamu minta."Shanaya secara refleks ingin menjawab, tetapi takut orang lain mengetahui Stanley sedang berada di kamarnya. Ketika dia merasa ragu, terdengar lagi suara ketukan pintu. "Bu Shanaya? Apa kamu ada di dalam kamar?"Pintu kamar sebelah terbuka dan suara lembut Zevon bergema. "Ada apa?"Karyawan itu menjelaskan situasinya kepada Zevon.Zevon pun mengambil gantungan baju itu dan berujar, "Berikan saja padaku. Aku akan memberikannya kepadanya."Setelah karyawan itu pergi, Zevon mengetuk pintu kamar Shanaya."Naya, gantungan bajunya sudah dibawa kemari. Kamu ada di dalam?"Suara Zevon terdengar dekat, tepat di luar pintu. Detak jantung Shanaya tiba-tiba bertambah cepat, sedangkan jari-jarinya tanpa sadar me

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 48

    "Dia disengat ubur-ubur. Segera suruh dokter pergi ke kamar presidensial di lantai teratas!" perintah Stanley sebelum menggendong Devina masuk ke lift.Saat Stanley melewati Shanaya, ujung-ujung baju mereka saling bergesekan. Namun, rasanya seperti ada dinding tak terlihat di antara mereka. Rekan-rekan kerja Shanaya memandang punggung Stanley dan Devina dengan rasa iri."Wow! Pak Stanley baik banget ke pacarnya! Jarang banget ada pria yang begitu tampan, kaya, dan setia seperti dia. Pacarnya pasti pernah selamatkan galaksi di masa lalunya, makanya dia seberuntung itu di kehidupan ini."Zevon melirik Shanaya dengan khawatir. "Ya sudah, kalian semua kembali saja ke kamar untuk istirahat."Sementara itu, di kamar presidensial, dokter sedang merawat luka Devina. "Ini cuma sengatan kecil dan akan membaik setelah dioleskan obat."Setelah dokter pergi, Stanley mengambil jasnya dari kursi dan bersiap untuk pergi."Istirahatlah yang baik."Devina meraih tangan Stanley dan berkata, "Stanley, k

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 47

    "Pak Zevon!"Semua orang sontak berseru terkejut. Mereka mengira Zevon tidak bisa berenang. Tak disangka, gaya renangnya malah begitu sempurna, layaknya atlet profesional. Di tengah keterkejutan semua orang, Zevon dengan cepat menyelamatkan Sonny.Semua orang pun tercengang."Pak Zevon, kamu masih berani bilang kamu nggak bisa berenang?"Zevon menyeka air dari wajahnya dan tersenyum malu. "Waktu kuliah, aku itu anggota tim renang ....""Pak Zevon, kamu terlalu rendah hati!"Para karyawan pun berseru kagum."Ayo kita lomba!"Zevon diseret semua orang ke dalam air.Melihat Zevon kembali dengan selamat, Shanaya yang duduk di tepi pantai langsung menghela napas lega. Rekan-rekannya sedang bermain di laut. Shanaya yang bosan pun bermain ponsel. Tiba-tiba, ada sebuah notifikasi yang merekomendasikan trending topic kepadanya.Akun Devina baru saja diperbarui dengan serangkaian foto. Itu adalah foto dirinya yang sedang berjinjit untuk mencium pipi Stanley, dengan seekor lumba-lumba yang melom

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 46

    Stanley melihat dengan jelas tangan Zevon menyentuh pinggang Shanaya selama tiga detik. Dia juga melihat bagaimana Zevon menyampirkan jaket UV itu ke bahu Shanaya, tetapi Shanaya tidak menolak."Lagi lihat apa kamu sampai bengong?"Damian tiba-tiba mencondongkan tubuh dari belakang dan langsung merebut teropong dari tangan Stanley. Stanley masih tetap memasang ekspresi datar, lalu mengambil sampanye dari atas meja dan menyesapnya."Eh, bukannya itu calon mantan istrimu?" Damian bersiul dan melanjutkan, "Perkembangan mereka cepat banget! Stanley, menurutmu, mungkin nggak mereka sudah lama bersama ....""Memangnya kenapa?" sela Stanley. Ekspresinya terlihat dingin dan acuh tak acuh.Menyadari bahwa orang yang dilihat Stanley dari teropong adalah Shanaya, ada secercah kesuraman yang melintasi mata Devina. Namun, dia segera memasang senyum cerah. Dia berjalan cepat ke arah Stanley, lalu merangkul lengannya. "Stanley, dengar-dengar, sering ada lumba-lumba yang muncul di daerah ini pada sor

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 45

    Matanya pun berkilat tajam. Saat melewati Shanaya, dia berpura-pura tidak sengaja menabrak Shanaya."Ah!"Sup panas itu langsung tumpah dan sebagian besarnya mengenai pergelangan tangan Shanaya yang ramping. Bekas merah yang mengerikan langsung muncul di pergelangan tangan yang putih itu.Stanley segera memegang bahu Devina dan bertanya dengan khawatir, "Apa kamu terluka?"Devina menggeleng dengan tampang sedih. "Aku baik-baik saja." Dia melirik pergelangan tangan Shanaya yang bengkak dan merah, lalu pura-pura berkata, "Tapi tangan Naya sepertinya terluka ...."Stanley melirik luka Shanaya dengan dingin, lalu menyahut dengan acuh tak acuh. "Dia bisa mengurusnya sendiri."Shanaya pun terpaku di tempat. Nada Stanley yang dingin dan setiap patah kata yang terasa bagaikan untaian es yang menancap dengan mendalam di hatinya.Zevon yang menyaksikan kejadian ini dari kejauhan segera berlari mendekat."Minggir!"Dia mendorong Devina yang menghalangi jalannya, lalu mengambil sebotol air minera

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status