แชร์

Bab 6

ผู้เขียน: Calla Widjaja
Damian dan Rafael hanya pernah bertemu Shanaya sekali, yaitu di hari pernikahan Stanley. Jujur saja, Shanaya memang cantik. Bahkan setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Damian dan Rafael masih bisa langsung mengenalinya. Sebagai teman masa kecil Stanley, mereka berdua juga sangat membenci Shanaya.

Damian berkata dengan nada sarkastis, "Stanley, kehidupan rumah tanggamu lagi kacau, ya? Istrimu bahkan datang kemari untuk memergokimu selingkuh."

Stanley mendengus. "Memangnya dia pantas?"

Baik itu kata-kata dingin Stanley, senyum bangga Devina, maupun ejekan Damian dan Rafael, semuanya sangat menusuk hati Shanaya.

"Maaf, aku salah jalan," ujar Shanaya. Kemudian, dia langsung menutup pintu dan keluar.

Sikap tenang Shanaya agak mengejutkan Damian dan Rafael.

"Bukannya wanita normal akan ngamuk kalau melihat suaminya bersama wanita lain? Kenapa dia begitu tenang? Stanley, jangan-jangan dia sudah nggak mencintaimu lagi?"

"Mana mungkin? Dia begitu tergila-gila sama Stanley. Dia pasti takut diusir, makanya nggak berani buat keributan."

Di luar pintu, Shanaya menarik napas dalam-dalam. Dia mencoba menenangkan diri dan meyakinkan dirinya untuk tidak terlalu memikirkan kata-kata mereka.

"Kakak cantik!"

Pada saat ini, model pria sebelumnya berjalan ke arah Shanaya. "Aku sudah cari kamu dari tadi. Ternyata kamu ada di sini, ya."

Model pria itu merangkul pinggang Shanaya dengan alami dan melanjutkan, "Ayo pergi. Jangan biarkan Kak Selina tunggu kelamaan."

Meskipun merasa sedikit tidak nyaman, Shanaya tidak menolak pendekatan model pria itu.

Ketika melihat Shanaya dan model pria itu berjalan memasuki ruangan privat lain dengan mesra melalui jendela kaca pintu, Damian pun berseru, "Buset! Stanley, kalian berdua mainnya ngeri banget! Ternyata istrimu datang kemari untuk pesan model pria!"

Rafael menganalisis, "Jadi, dia datang kemari bukan untuk memergoki suaminya selingkuh, melainkan salah masuk ruangan?"

Wajah tampan Stanley langsung menjadi luar biasa muram.

Shanaya bernyali sekali! Sebagai istrinya, Shanaya bukannya menjalankan kewajiban sebagai seorang istri, tetapi malah datang ke tempat seperti ini untuk bersenang-senang dengan laki-laki lain. Dia sama sekali tidak peduli pada harga diri suaminya!

Ketika Shanaya kembali ke ruang privat, Selina sudah agak mabuk.

"Naya, kamu ke mana saja? Kenapa baru kembali?"

"Aku salah masuk ruangan."

Shanaya tidak menceritakan pertemuannya dengan Stanley.

Selina menyarankan, "Gimana kalau kita main saling oper kartu pakai mulut? Siapa yang kartunya jatuh harus minum!"

Shanaya tidak terlalu tertarik dengan permainan aneh seperti itu. Namun, Selina meraih tangannya dan menariknya untuk duduk di sofa.

"Ayo dong! Jangan merusak suasana."

Shanaya terpaksa ikut bergabung.

Seorang model pria yang tampan menghampiri Shanaya dengan menggigit selembar kartu. Kedekatan orang asing itu membuatnya secara naluriah memalingkan muka. Setelah beberapa kali gagal menerima kartu, dia pun dihukum minum beberapa gelas alkohol. Pada putaran terakhir, dia baru berhasil mengatasi rasa malunya dan menerima kartu itu dengan mata tertutup.

Pada saat ini, Damian yang berada di luar sedang diam-diam merekam semua adegan ini dengan ponselnya. Berhubung belum cukup puas dengan hanya menyaksikan keseruan itu, dia menunjukkan video itu kepada Stanley.

"Stanley, istrimu liar banget! Jangan-jangan, kamu yang cuma pulang ke rumah setengah bulan sekali sudah menguntungkan pria lain?"

Dalam video itu, Shanaya dan model pria itu hampir berciuman. Melihat ini, amarah Stanley pun memuncak. Sebenci apa pun dia terhadap Shanaya, dia juga tidak bisa menerima istrinya bermesraan dengan pria lain.

"Stanley." Devina yang ada di samping berkata, "Dia cuma mau coba menarik perhatianmu dengan cara ini."

Damian tiba-tiba mengerti. "Benar juga! Shanaya bahkan tega memberimu obat perangsang. Mungkin saja dia memang sengaja sewa model pria untuk pancing emosimu."

Stanley menghabiskan alkohol di gelasnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia diam-diam menghubungi manajer bar dan menuntut agar model pria tersebut dipecat. Bagaimanapun juga, Shanaya adalah istri sahnya. Tak seorang pun boleh menyentuhnya.

Setelah meninggalkan bar, Shanaya membawa Selina yang mabuk pulang ke rumahnya.

Malam harinya, Stanley kembali ke Vila Bluebay.

"Tak!" Dia menyalakan lampu kamar dengan ekspresi kesal, tetapi malah melihat tempat tidur yang kosong melompong. Shanaya bahkan tidak ada di kamar.

Siska yang mendengar suara pun bergegas naik ke lantai atas. "Tuan sudah pulang."

"Di mana dia?"

"Nyonya nggak pulang hari ini."

Stanley pun mengerutkan kening. Tidak pulang? Apa mungkin Shanaya menginap di hotel bersama model pria itu?

"Nyonya sudah lama nggak tinggal di rumah. Dia minta aku untuk berikan ini kepada Tuan," ujar Siska sambil menyodorkan surat kesepakatan cerai itu.

Stanley menerimanya, lalu melihat tulisan kapital "surat kesepakatan cerai" dan tanda tangan Shanaya yang elegan di halaman terakhir. Dia pun tersenyum sinis.

Sebelumnya, Stanley sudah sering mengajukan cerai kepada Shanaya. Selama Shanaya setuju untuk bercerai, dia akan memberikan Shanaya sejumlah uang. Namun, Shanaya selalu menolak. Untuk apa wanita itu tiba-tiba meminta cerai sekarang? Apa Shanaya ingin menggunakan taktik mundur untuk maju supaya bisa mempertahankannya?

Stanley menandatangani surat kesepakatan cerai itu tanpa ragu. Dia justru berharap mereka bercerai.

Keesokan paginya.

Shanaya menyiapkan sarapan sederhana, yaitu roti lapis, susu hangat, dan salmon panggang yang dihiasi dengan sedikit selada dan tomat. Selina keluar dari kamar dengan memegang kepalanya yang terasa berat.

"Sudah bangun? Ayo makan dulu."

Selina menyantap hidangan lezat itu sambil menatap Shanaya yang berdada besar, berpinggang ramping, dan berkulit seputih susu. Meskipun tanpa riasan, Shanaya tetap terlihat sangat cantik.

Selina pun menghela napas dengan pelan sambil berpikir, 'Haih. Naya begitu cantik, juga berkepribadian baik. Tapi, si berengsek Stanley itu benar-benar nggak tahu bersyukur dan sama sekali nggak hargai Naya!'

Setelah sarapan, Shanaya menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal. "Apa ini Bu Shanaya?"

"Ya, ini siapa, ya?"

"Aku Julian, pengacara Pak Stanley. Aku mau wakili Pak Stanley untuk diskusikan masalah perceraian kalian. Aku sudah tinjau surat kesepakatan cerai itu. Pak Stanley mau memberimu sejumlah kompensasi secara finansial. Kalau kamu butuh, dia juga bisa memberimu rumah di Vila Bluebay."

Stanley juga baru menyadari isi surat kesepakatan cerai itu pagi ini. Shanaya tidak meminta apa pun dan meninggalkan rumah dengan tangan kosong.

Namun, dia bukanlah orang yang pelit. Lagi pula, Shanaya sudah tidur dengannya selama empat tahun. Dia bersedia memberi Shanaya puluhan atau bahkan ratusan miliar sebagai kompensasi.

"Nggak usah." Shanaya menolak tawaran pengacara itu dan berujar, "Ikuti saja surat kesepakatan cerai itu. Aku nggak mau apa-apa. Kapan perceraian ini bisa diproses? Kalau bisa, secepat mungkin."

Jawaban Shanaya agak mengejutkan pengacara itu. "Aku akan bicara dengan Pak Stanley, lalu hubungi kamu lagi setelah pastikan waktunya."

Setelah Shanaya menutup telepon, Selina berkata dengan agak kecewa, "Naya, kamu bodoh banget! Kenapa kamu tolak kompensasi uang itu? Kamu seharusnya minta lebih!"

Shanaya menggeleng dengan pelan dan menjawab, "Asal bisa cerai secepatnya, semua itu nggak penting lagi."

Sejak awal, Shanaya menikahi Stanley bukan demi uang. Dia telah hidup hemat di Keluarga Herdian selama bertahun-tahun. Jika dia meminta uang pada Stanley saat bercerai, itu malah akan memperkuat tuduhan bahwa dia adalah wanita materialistis.

Di Grup Herdian.

Pengacara itu menyampaikan pesan Shanaya kepada Stanley. "Pak Stanley, Bu Shanaya bilang dia nggak inginkan apa pun, cuma berharap perceraian ini bisa diproses sesegera mungkin."

Stanley agak terkejut. Dia memiliki aset ratusan triliun. Apa Shanaya benar-benar rela tidak mendapatkan sepeser pun?

"Kalau begitu, lakukan saja semuanya sesuai keinginannya. Aku ada perjalanan bisnis ke Negara Mirki sore ini. Aturkan saja janji temu pengambilan akta cerainya di Rabu depan."
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 50

    Stanley mengerutkan kening dan menjawab, "Aku akan segera kembali."Setelah menutup telepon, dia menatap Shanaya. "Jangan lupa oles obat tepat waktu."Shanaya tidak menjawab.Baru saja keluar dari kamar Shanaya, Stanley kebetulan bertemu dengan Zevon yang baru keluar dari kamar sebelah. Saat tatapan mereka bertemu, udara terasa membeku.Zevon melirik ke arah Stanley dan pintu kamar 1806 secara bergantian. "Pak Stanley? Apa yang kamu lakukan di sini selarut ini?"Stanley membetulkan kancing kemejanya dengan santai dan menjawab, "Pak Zevon perhatian banget ke bawahan sampai rela berjaga di luar pintu malam-malam begini."Zevon menyahut dengan nada yang jauh lebih dingin daripada biasanya, "Setidaknya, aku melakukannya secara terang-terangan, nggak kayak seseorang. Kalau kamu nggak mencintainya, untuk apa kamu mengganggunya malam-malam begini?"Bibir Stanley melengkung, tetapi senyumnya tidak mencapai matanya."Sebaiknya Pak Zevon pahami situasinya. Shanaya itu istriku. Meski aku tidur di

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 49

    Sekarang, Shanaya malah terkesan lebih ingin bercerai daripada dirinya. Stanley menatap wajah Shanaya yang tenang, lalu tiba-tiba merasakan kejengkelan yang tak terjelaskan."Tok, tok, tok."Terdengar ketukan di pintu."Bu Shanaya, aku datang untuk antarkan gantungan baju yang kamu minta."Shanaya secara refleks ingin menjawab, tetapi takut orang lain mengetahui Stanley sedang berada di kamarnya. Ketika dia merasa ragu, terdengar lagi suara ketukan pintu. "Bu Shanaya? Apa kamu ada di dalam kamar?"Pintu kamar sebelah terbuka dan suara lembut Zevon bergema. "Ada apa?"Karyawan itu menjelaskan situasinya kepada Zevon.Zevon pun mengambil gantungan baju itu dan berujar, "Berikan saja padaku. Aku akan memberikannya kepadanya."Setelah karyawan itu pergi, Zevon mengetuk pintu kamar Shanaya."Naya, gantungan bajunya sudah dibawa kemari. Kamu ada di dalam?"Suara Zevon terdengar dekat, tepat di luar pintu. Detak jantung Shanaya tiba-tiba bertambah cepat, sedangkan jari-jarinya tanpa sadar me

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 48

    "Dia disengat ubur-ubur. Segera suruh dokter pergi ke kamar presidensial di lantai teratas!" perintah Stanley sebelum menggendong Devina masuk ke lift.Saat Stanley melewati Shanaya, ujung-ujung baju mereka saling bergesekan. Namun, rasanya seperti ada dinding tak terlihat di antara mereka. Rekan-rekan kerja Shanaya memandang punggung Stanley dan Devina dengan rasa iri."Wow! Pak Stanley baik banget ke pacarnya! Jarang banget ada pria yang begitu tampan, kaya, dan setia seperti dia. Pacarnya pasti pernah selamatkan galaksi di masa lalunya, makanya dia seberuntung itu di kehidupan ini."Zevon melirik Shanaya dengan khawatir. "Ya sudah, kalian semua kembali saja ke kamar untuk istirahat."Sementara itu, di kamar presidensial, dokter sedang merawat luka Devina. "Ini cuma sengatan kecil dan akan membaik setelah dioleskan obat."Setelah dokter pergi, Stanley mengambil jasnya dari kursi dan bersiap untuk pergi."Istirahatlah yang baik."Devina meraih tangan Stanley dan berkata, "Stanley, k

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 47

    "Pak Zevon!"Semua orang sontak berseru terkejut. Mereka mengira Zevon tidak bisa berenang. Tak disangka, gaya renangnya malah begitu sempurna, layaknya atlet profesional. Di tengah keterkejutan semua orang, Zevon dengan cepat menyelamatkan Sonny.Semua orang pun tercengang."Pak Zevon, kamu masih berani bilang kamu nggak bisa berenang?"Zevon menyeka air dari wajahnya dan tersenyum malu. "Waktu kuliah, aku itu anggota tim renang ....""Pak Zevon, kamu terlalu rendah hati!"Para karyawan pun berseru kagum."Ayo kita lomba!"Zevon diseret semua orang ke dalam air.Melihat Zevon kembali dengan selamat, Shanaya yang duduk di tepi pantai langsung menghela napas lega. Rekan-rekannya sedang bermain di laut. Shanaya yang bosan pun bermain ponsel. Tiba-tiba, ada sebuah notifikasi yang merekomendasikan trending topic kepadanya.Akun Devina baru saja diperbarui dengan serangkaian foto. Itu adalah foto dirinya yang sedang berjinjit untuk mencium pipi Stanley, dengan seekor lumba-lumba yang melom

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 46

    Stanley melihat dengan jelas tangan Zevon menyentuh pinggang Shanaya selama tiga detik. Dia juga melihat bagaimana Zevon menyampirkan jaket UV itu ke bahu Shanaya, tetapi Shanaya tidak menolak."Lagi lihat apa kamu sampai bengong?"Damian tiba-tiba mencondongkan tubuh dari belakang dan langsung merebut teropong dari tangan Stanley. Stanley masih tetap memasang ekspresi datar, lalu mengambil sampanye dari atas meja dan menyesapnya."Eh, bukannya itu calon mantan istrimu?" Damian bersiul dan melanjutkan, "Perkembangan mereka cepat banget! Stanley, menurutmu, mungkin nggak mereka sudah lama bersama ....""Memangnya kenapa?" sela Stanley. Ekspresinya terlihat dingin dan acuh tak acuh.Menyadari bahwa orang yang dilihat Stanley dari teropong adalah Shanaya, ada secercah kesuraman yang melintasi mata Devina. Namun, dia segera memasang senyum cerah. Dia berjalan cepat ke arah Stanley, lalu merangkul lengannya. "Stanley, dengar-dengar, sering ada lumba-lumba yang muncul di daerah ini pada sor

  • Saat Aku Pendarahan, Suamiku Menemani Simpanannya   Bab 45

    Matanya pun berkilat tajam. Saat melewati Shanaya, dia berpura-pura tidak sengaja menabrak Shanaya."Ah!"Sup panas itu langsung tumpah dan sebagian besarnya mengenai pergelangan tangan Shanaya yang ramping. Bekas merah yang mengerikan langsung muncul di pergelangan tangan yang putih itu.Stanley segera memegang bahu Devina dan bertanya dengan khawatir, "Apa kamu terluka?"Devina menggeleng dengan tampang sedih. "Aku baik-baik saja." Dia melirik pergelangan tangan Shanaya yang bengkak dan merah, lalu pura-pura berkata, "Tapi tangan Naya sepertinya terluka ...."Stanley melirik luka Shanaya dengan dingin, lalu menyahut dengan acuh tak acuh. "Dia bisa mengurusnya sendiri."Shanaya pun terpaku di tempat. Nada Stanley yang dingin dan setiap patah kata yang terasa bagaikan untaian es yang menancap dengan mendalam di hatinya.Zevon yang menyaksikan kejadian ini dari kejauhan segera berlari mendekat."Minggir!"Dia mendorong Devina yang menghalangi jalannya, lalu mengambil sebotol air minera

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status