Kami tadi memang sempat ngobrol, tapi tidaklah lama. Tak banyak yang bisa kuketahui dari dirinya melalui obrolan yang sangat singkat.
Dan HPku yang "hilang" ternyata membawa keberuntungan tersendiri. Tadi Syarif sempat menawarkan diri untuk menghubungi nomorku pakai HP dia. Alhamdulillah, tersambung. Yang menerima adalah Dian."Halo, ini HP Ryana. Tertinggal di kantor. Orangnya sedang ada acara di luar. Saya temannya, Dian. Ada yang bisa dibantu?""AIhamdulillah, ternyata tidak hilang." aku menatap Syarif sambil tersenyum bahagia, merasa amat bersyukur.Lebih bersyukur lagi karena secara tidak langsung bantuan Syarif membuatku berhasil mendapatkan nomor HPnya, tanpa harus kupinta.Sesampai di kantor, segera kucek fitur received call di HP. Nomor Syarif kusimpan rapi di phonebook. Ada godaan untuk menghubungi dia, sekadar mengucapkan apa kabar. Tapi rasa malu dan gengsi menguasai diriku. Hm... rasanya kok tidak pantas. Seperti perempuan murahan saja.Lagipula aku kan belum tahu, apakah dia masih single atau sudah punya pacar, atau justru sudah menikah. Banyak lho, orang yang masih 20-an tahun tapi sudah berumah tangga. Tentu sangat memalukan jika aku berharap pada seorang pria yang sudah jadi milik wanita lain! Aku tak mau jadi pelakor!Tapi entah kenapa, bayangan Syarif terus menghantuiku, mengejar-ngejarku, memenuhi seluruh ruang pikiranku, membuat hatiku melambung tinggi, berharap sangat banyak padanya.Kuharapkan dia meneleponku, bertanya apa kabar, sudah makan siang atau belum, mengirimiku setangkai bunga, mengajakku jalan-jalan dan bermesraan di sebuah taman yang sangat indah.Duhai! Kenapa aku jadi begini? Aku dan pemuda itu baru kenal sebentar, hanya sekejap. Tapi kenapa aku langsung berkhayal dan berharap terlalu banyak dari dia? Padahal dia mungkin sama sekali tidak tertarik padaku. Dia mungkin sudah lupa padaku. Dia bahkan mungkin sudah jadi milik wanita lain!Aku ingin menetralisir perasaan yang mulai kacau. Tapi semua rasa dan hasrat itu seperti air bah yang membanjiri kalbu. Aku ingin sekali menghubungi dia. Ingin berbincang dengannya. Ingin ngobrol lebih lama. Ingin mengenal dirinya lebih dekat.'Ya Allah.... Kenapa godaan ini begitu menyiksa?'‘Ryana, ada apa dengan dirimu?’ sebuah bisikan bergema di pikiranku. ‘Kamu baru satu kali bertemu pemuda itu, pertemuan yang sangat singkat, namun kamu sudah sangat jatuh cinta padanya. Kamu sudah sangat berharap banyak darinya. Aneh kamu ini!’'Aku tak peduli!'‘Dia bahkan tidak memenuhi kriteria calon suami idealmu.’'Aku tak peduli!'Ya, entah kenapa aku tiba-tiba lupa pada semua kriteria mengenai calon suami ideal yang telah kutetapkan.Syarif bukan lulusan S1, sepertinya dia belum mapan dari segi finansial, usianya bahkan lebih muda dariku. Masalah kesolehan, jiwa pemimpin dan hafalan Al Quran, aku sama sekali belum tahu. Tapi entah kenapa, aku jatuh cinta padanya. Cinta yang teramat dalam, padahal aku baru saja mengenalnya!Aku tiba-tiba seperti orang gila yang lupa segalanya. Cinta memang bisa membuat kita bersikap sangat tidak rasional. Membuat gelisah dan stres luar biasa. * * *Hari-hariku kini banyak diisi oleh lamunan. Bayangan Syarif bermain-main di pikiranku. Kami baru satu kali bertemu, tapi rasa kangen padanya seperti kerinduan sepasang kekasih yang telah bersatu selama puluhan tahun. Ini benar-benar aneh!Saking kangennya pada Syarif, aku pernah masuk kamar mandi, menangis di sana, sebuah tangisan yang tidak jelas apa maksudnya, dan di dalam hati aku berkata dengan getir, "Aku kangen banget. Kangen banget sama Syarif!"Dan tiap kali melihat handphone, yang kutunggu hanya pesan dari Syarif. Aku berharap dia menyapaku lewat W******p.Ketika notifikasi W******p berbunyi, aku buru-buru mengeceknya, berharap itu WA dari Syarif. Dan ternyata bukan dari dia. Aku pun kecewa, lalu stres.Bahkan tiap kali mengecek W******p, yang kurasakan hanya kecewa demi kecewa, karena tak ada pesan yang masuk dari Syarif. Hanya pesan dialah yang kutunggu. Pesan dari orang lain menjadi terasa sangat tidak penting.Ya ampun! Aku sudah sering jatuh cinta pada laki-laki. Tapi kenapa baru kali ini mengalami rasa cinta yang sangat mendalam bahkan super lebay seperti ini? Apakah karena dia adalah jodohku, belahan jiwaku?Aku benar-benar bingung. Jiwaku labil. Pada pada saat seperti itu, yang kulakukan adalah memanjatkan doa kepada Allah:‘Ya Allah, ampunilah hambaMu ini yang terlalu mudah jatuh cinta pada seseorang yang belum hamba kenal sama sekali. Mohon pertolonganMu, Ya Allah. Jika dia adalah jodoh Hamba, mohon permudah semua proses hubungan Hamba dengannya. Namun jika dia bukan jodoh Hamba, tolong pisahkan kami, dan bantulah Hamba agar bisa ikhlas melupakannya. SesungguhNya Engkau Maha Mengetahui terhadap hal-hal yang terbaik bagi HambaMu ini.’(Lanjutan orasi Farid) “Saudara-saudaraku seiman yang sangat kucintai karena Allah, Kita punya tugas mulia di gerakan dakwah ini. Kita hendak mengajak seluruh umat Islam untuk beragama secara lurus, tidak mudah terpengaruh oleh aliran sesat yang semakin gencar dikampanyekan oleh para musuh Islam. Kita tak boleh lengah, karena musuh-musuh Islam tak pernah tidur dan terus bekerja untuk menghancurkan aqidah kita. Jika kita mudah terpecah-belah hanya karena mengetahui aib masa lalu salah seorang saudara seperjuangan kita, bagaimana mungkin kita bisa sukses dalam perjuangan mulia di jalan dakwah? Justru para musuh akan semakin mudah memecah-belah dan menghancurkan kita. Justru cobaan seperti yang sedang kita hadapi ini, mari hadapi dengan penuh bijaksana. Kita harus menunjukkan pada dunia bahwa kita tetap solid, tetap bersatu dalam satu ukhuwah yang erat, tidak terpengaruh oleh fitnah keji yang sedang menghantam Gerakan Islam Lurus. Kita tak perlu
POV: SYARIF Kutinggalkan rumah Ryana dengan sangat berat hati. Kucoba merelakan bahwa dia kini bukan lagi istriku. Aku sudah kehilangannya, sebuah kehilangan yang terasa sangat menyakitkan bagiku. Tapi aku harus ikhlas menerima semuanya, karena ini terjadi akibat kesalahanku juga. Aku kini sadar bahwa cinta tak bisa dipaksakan. Cinta harus terjadi dengan cara yang alamiah. Kulangkahkan kaki dengan gontai, dengan perasaan yang hancur lebur. Jika Allah menghukumku atas semua dosaku selama ini, terutama dosa syirik yang telah kuperbuat, maka aku akan mencoba pasrah saja. Aku berjanji tak akan melakukan perbuatan terkutuk itu lagi. Aku taubat nashuha, dan berjanji akan mempelajari Islam secara lebih mendalam. Agar aku tidak sampai salah langkah lagi. Aku kembali pulang ke rumah orang tua angkatku, dan mencoba untuk memulai lagi hidup baru di sana. Sekitar lima hari setelah aku pulang ke rumah tersebut, secara tak terduga mas Farid menelep
Sungguh, Kawan! Aku sempat bingung, bahkan stres berat ketika memutar otak, berpikir dan mencari cara terbaik dan paling ampuh untuk mendapatkan cinta Ryana. Hingga suatu hari, aku bertemu lagi dengan seorang teman lama dari dunia anak jalanan. Tak perlu kusebut namanya, karena tidak penting. Aku bercerita padanya tentang niat dan tekad kuatku untuk mendapatkan cinta Ryana. Dan si teman ini pun menceritakan satu hal. “Di daerah kabupaten Bogor, ada seorang ustadz yang bisa membantumu. Ilmu dari dia terbukti tokcer, banyak yang berhasil.” “Ilmu apa? Bukan ilmu pelet, kan?” “Ya, tentu bukan. Dia seorang ustadz, lho. Yang dia gunakan juga ayat-ayat Al Quran, kok.” “O gitu?” “Iya.” Mendengar penjelasan seperti itu, maka aku pun tertarik untuk mendatangi pak ustadz tersebut. Berdua dengan si teman, kami pun naik motor boncengan ke sana. Jaraknya lumayan jauh. Badanku sampai pegal-pegal karena kelamaan dibonceng di at
POV: SYARIF Aku benar-benar tersudut! Serba salah! Bahkan salah tingkah dan mati gaya! Semuanya berawal dari kejadian malam itu, setelah aku bertemu Dika dan pulang ke rumah. Di dalam kamar, Ryana memegang secarik kertas yang diambil dari dompetku. “Ini kertas apa? Pakai tulisan Arab, tapi bahasanya kok aneh, ya?” Dan tidak berhenti sampai di situ. Berkali-kali dia menyebut istilah tukang pelet di depanku. Memang dia tidak menuduh apapun. Tapi aku tahu, pasti dia ingin mengutarakan sesuatu. Hal yang tidak berani dia sampaikan terang-terangan. Itulah situasi yang membuatku tersudut, merasa serba salah, bahkan salah tingkah dan mati gaya! Aku sebenarnya merasa berat untuk menceritakan semua ini, Kawan! Tapi karena posisiku sudah tersudut seperti itu, baiklah. Akan kuceritakan padamu. Tapi ingat, ya. Ini hanya kuceritakan padamu saja. Tidak akan kuceritakan pada Ryana, juga orang lain yang kukenal. * * *
Sepulang dari sekretariat GIL, aku langsung pulang ke rumah, menyetir mobil sambil memikirkan Rangga. Di satu sisi aku sangat kasihan padanya. Dulu dia kecewa padaku, karena aku menikah dengan Syarif pada saat sedang proses ta’aruf denganku. Dan kini, peristiwanya bahkan jauh lebih tragis. Jika aku berada pada posisi dia, mungkin sudah depresi karena tak kuat menahan derita jiwa. Aku pun berdoa, semoga Rangga tak pernah lagi menghadapi masalah besar seperti itu dalam perjuangannya menemukan jodoh. Dan di sisi lain, entah kenapa pikiranku jadi nakal, membayangkan bahwa masih ada kesempatan bagiku untuk bersatu dengan Rangga dalam ikatan suci pernikahan. Tempat paling istimewa di hatiku yang dulu dihuni oleh Syarif, kini dia sudah terusir dari sana. Dan Rangga hadir sebagai penggantinya. Rasa kagumku padanya yang sudah hadir sejak dulu, kini sudah berubah menjadi cinta. Ya, aku memang sudah bertekad untuk minta cerai pada Syarif, karena sudah ta
POV: RANGGA Memang, pernikahanku aneh banget. Tapi sebenarnya itu bukan pernikahan. Sebab yang duduk di pelaminan hanya aku dan kedua orang tuaku. Lalu di sebelah kami, dipajang Om dan Tante sebagai tameng aja. Supaya hadirin mengira bahwa merekalah orang tua dari pengantin wanita. Ke mana pengantin wanitanya? Jangan tanya padaku, karena aku sudah gak mau mikirin itu. Bahkan pikiranku sudah kukosongkan dari masalah tersebut. Sebab kalau kupikirkan, khawatir diri ini jadi gila. Ya, pria mana yang tidak shock, hampir pingsan, ketika jadwal pernikahan tinggal 1 hari lagi, ketika undangan sudah disebar semuanya, administrasi di KUA sudah selesai, biaya gedung resepsi sudah dibayar lunas, dekorasi ruangan sudah beres, konsumsi tinggal dimakan aja, tim dokumentasi dan wedding singer beserta group band-nya sudah siap semua, tapi justru pengantin wanitanya yang tidak muncul batang hidungnya! “Maaf, kami terpaksa membatalkan pernikaha