'Ahhh..! Gila..! Telapak kakiku bagai menapak bara neraka..! Bedebah kau Surapati..!' maki bathin sang Resi, seraya mengeluh marah. Dilihatnya seluruh rumput di alun-alun istana telah mati, dan berubah warna menjadi hitam. Sedangkan tanah pun nampak retak-retak menghitam, bagai bertahun tak terkena air. Dahsyat..!Slaph..! Sosok sang Resi langsung melenting ke udara, kerahkan ilmu meringankan tubuhnya. Nampak kedua kepalan tangan sepuh itu tetap manjing, diselimuti cahaya putih menyilaukan dan hitam berkilapan. Lalu ... "Hiaahh..!" Splaatskh..! Wurrsshk..!! Sang Resi berseru keras, seraya hantamkan kedua kepalannya ke arah Surapati di bawahnya. Sepasang bola cahaya hitam dan putih melesat deras. Bagaikan dua batu meteor berlainan warna, yang hendak menghantam Surapati. Tekanan gelombang energi dari angkasa, seketika langsung dirasakan oleh Surapati. "Hiaahh..!" Wuurrsshk..!! Surapati arahkan hantaman cakar hitam pekat, yang berkobar panas luar biasa itu ke atas. Dia hanya kera
Ya, tentunya mereka semua memendam rasa penasaran, yang sama besarnya dengan Maharaja mereka. Tak lama kemudian rombongan Maharaja dan para pejabat tinggi kerajaan pun tiba, di tepi alun-alun istana Palapa. Mereka langsung melihat, bila kini guru dan murid yang sedang berseteru itu. Keduanya telah berdiri berhadapan di tengah alun-alun istana. Nampak mereka saling menatap tajam satu sama lain. Sesungguhnya baik Resi Mahapala ataupun Surapati, keduanya memang sengaja menunggu kedatangan rombongan Maharaja itu. Mereka sama-sama merasa yakin akan bisa mengalahkan lawannya. Dan tentu saja mereka berharap, ada pihak serta penonton yang menyaksikan kemenangan mereka. Demikianlah isi kepala dan maksud, dari murid dan guru yang sebenarnya 'setali tiga uang' itu..! "Surapati..! Kuberi kau kesempatan menyerang lebih dulu..! Kuingatkan ini bukan latihan..! Aku takkan ragu memotes kepalamu itu dari lehermu..!!" seru gagah sang Resi Mahapala, yang merasa yakin sekali akan menang atas muridny
Hari itu kembali istana dalem kerajaan Palapa menggelar pertemuan cukup penting. Karena kini telah hadir Guru Besar kerajaan Resi Mahapala didalam ruang dalem istana tersebut. Sang Resi tiba di kerajaan Palapa, tepat sebelum Surapati hendak kembali ke pulau Neraka. Hingga akhirnya Surapati mengurungkan niatnya kembali ke pulau Neraka, untuk sementara waktu. Surapati tetap berlaku hormat pada Guru pertamanya itu. Kendati secara level kemampuan, sepeetinya dia kini sudah berada di atas level gurunya itu. Namun sang Resi rupanya lebih memilih berbicara dengan sang Maharaja Kumbadewa secara pribadi terlebih dulu, di ruangan khusus sang Maharaja. Tempat dimana sang Resi selalu memberikan masukkan-masukkan, serta 'sugestinya' pada sang Maharaja. Wajar sang Resi melakukan hal itu. Karena dia tak ingin pengaruhnya hilang, pada diri sang Maharaja. Selama 1 hari lebih Resi Mahapala berada dalam kamar khusus sang Maharaja itu. Dan akhirnya pembicaraan pribadi mereka selesai. Surapati di
"Keparat kau pemuda usil..! Siapa kau..?!" Seth..! Taph..! Sentak Senopati Pranala, yang juga tengah dikeroyok oleh para murid Belibis Emas. Puluhan pisau lempar melesat ke arahnya bagai tanpa henti. Dia memaki Sandi Lanang, seraya melesat bersalto keluar dari kepungan, dan mendarat ringan di bumi. "Untuk apa mengenalku..?! Aku baik-baik saja tanpa mengenalmu..!" sahut cuek Sandi Lanang. Sungguh dalam hatinya dia muak sekali dengan model-model anjing penjilat kerajaan, macam Senopati Pranala itu. "Bedebah..!! Awas kalian..! Pasukkan mundurr..!!" Slaph..! Senopati Pranala langsung melesat kabur lebih dulu, setelah menyerukan pasukkannya untuk mundur. Sungguh contoh pemimpin 'bajingan' yang tak bertanggung jawab, atas pasukkan yang dipimpinnya. Bisa dikatakan, Senopati Pranala adalah seorang 'Pimpinan Pecundang', di mata para ksatria..! Semua prajurit kerajaan langsung lari tunggang langgang, menjauh secepatnya dari lokasi bekas pertempuran mereka. Terlihat sekali tiada rasa 'k
"Siapp..!! Kami tak takut mati menghadapi penindasan ini Guru..!" seru sekalian murid-murid perguruan 'Belibis Emas'. Staph..! Brrrskk..! ... Brrshh..!! Sementara para prajurit pemanah mulai melesatkan panah api mereka. Untuk membakar bangunan perguruan Belibis Emas, yang memang sebagian besar memakai bahan papan dan jerami yang mudah terbakar. Api pun mulai mengepul, membakar bangunan perguruan. Asap mulai membumbung tinggi ke udara, di atas bangunan perguruan itu. "Siapkan pisau lempar kalian semua..! Kita berpencar di sekeliling bangunan, lalu melesat keluar bersama. Lalu melemparkan pisau ke arah pemanah bedebah itu..!!" seru sang Guru, memberikan arahan. "Siaapp...!!" seru serentak seluruh murid perguruan. Mereka segera menyiapkan pisau lempar mereka. Senjata yang memang merupakan senjata rahasia andalan, dari perguruan 'Belibis Emas' itu. Sementara itu, seorang pemuda nampak sedang membakar daging ayam hutan hasil buruannya. Posisinya berada di pinggir hutan, yang terle
"Siapakah dua orang pemilik ajian 'Malih Rupa' yang masih tersisa itu, Ki Jagadnata..?" tanya sang Maharaja. "Maaf Paduka Yang Mulia. Hamba Begawan Sempani dari pertapaan Giripurwo, adalah salah satu dari pemilik ajian 'Malih Rupa' itu. Sedangkan pemilik lainnya adalah Resi Mahapala, dari Tlatah Palapa," Begawan Sempani akhirnya menyahuti pertanyaan sang Maharaja, yang sebenarnya ditujukan pada Ki Jagadnata itu. "Ahh..! Ternyata Resi Mahapala juga memiliki ilmu itu. Begawan Sempani, sungguh aku tidak mencurigaimu sebagai pelaku kejahatan itu. Sekarang tunjukkanlah cara kerja ilmu itu diterapkan di hadapanku," ucap sang Maharaja tegas. "Baik Paduka Yang Mulia. Sebagai contoh hamba akan coba menyerupai Ki Jagadnata," ucap Begawan Sempani. Lalu dia pun mulai memejamkan kedua matanya, fokus mencipta sosok Ki Jagadnata dalam heningnya. Nampak kedua telapak tangannya bertangkup di depan dada, dalam posisi bersila. Hening sejenak, lalu ... Sshhhp..! Gumpalan asap tebal tiba-tiba mun